Ihram adalah manasik haji pertama, ihram adalah niat untuk masuk ke dalam manasik, dinamakan ihram karena dengan niat tersebut seorang muslim diharamkan apa yang sebelumnya mubah.

Sebelum ihram dianjurkan mempersiapkan diri dengan melakukan beberapa hal untuk menyambut ibadah besar tersebut, yaitu:

Pertama, mandi dengan mengguyur seluruh tubuhnya dengan air, karena Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mandi saat hendak ihram. Mandi ini dianjurkan termasuk wanita haid dan nifas. Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan Asma` binti Umais saat dia sedang nifas untuk mandi, diriwayatkan oleh Muslim 2900. Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan Aisyah untuk mandi saat hendak ihram untuk haji padahal saat itu dia sedang haid. Diriwayatkan oleh Muslim 2929.

Kedua, dianjurkan untuk membersihkan diri dengan memotong rambut yang patut dipotong seperti kumis, bulu ketiak dan bulu kelamin yang memang harus dicukur, agar pada saat ihram dia tidak perlu memotongnya karena memang dilarang, namun jika dirasa tidak perlu maka tidak perlu, karena hal ini dilakukan sebatas kebutuhan, bukan termasuk kekhususan ihram, ia dianjurkan menurut kebutuhan.

Ketiga, dianjurkan untuk memakai minyak wangi di tubuh, berdasarkan ucapan Aisyah, “Aku memberi Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam minyak wangi sebelum beliau berihram dan setelah beliau tahallul sebelum thawaf di Ka’bah.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 1539 dan Muslim no. 2818.

Keempat, laki-laki dianjurkan sebelum berihram untuk melepas pakaian berjahit, yaitu semua kain yang dijahit selebar tubuh manusia atau sebagian tubuhnya, karena Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melakukan hal ini saat berihram, baju-baju berjahit ini diganti dengan dua helai kain putih yang bersih, boleh dengan selain putih kalau memang kaum laki-laki biasa memakainya.

Melepaskan baju berjahit sebelum berniat ihram adalah sunnah, adapun setelah niat ihram maka ia wajib. Seandainya dia berniat ihram dengan pakaian berjahit maka ihramnya tetap sah dan dia harus melepaskan baju berjahitnya tersebut.

Untuk wanita, tidak ada pakaian khusus ihram, sebaliknya pakaiannya adalah pakaian kesehariannya. Bila saat tiba di miqat, seorang wanita dalam keadaan haid, maka dia tetap berihram sama dengan lainnya, karena haid tidak menghalangi ihram, hanya saja dia menahan diri untuk tidak thawaf sampai suci, bila sudah suci maka dia mulai manasiknya tanpa perlu mengulang ihramnya.

Jika orang yang hendak haji atau umrah telah melakukan apa yang disebutkan di atas, maka dia dalam kondisi siap ihram, melakukan hal-hal di atas bukan merupakan ihram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang awam, karena ihram sendiri adalah niat untuk masuk dan memulai manasik.

Adapun shalat sebelum ihram, maka ihram tidak mempunyai shalat yang khusus dengannya, akan tetapi jika bertepatan dengan shalat fardhu maka ihram dilakukan setelahnya, karena Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam berihram setelah shalat dan dari Anas bahwa beliau shalat Zhuhur kemudian naik ke kendaraannya, lalu berihram di atasnya. Ibnul Qayyim berkata, “Tidak dinukil dari Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bahwa beliau shalat dua rakaat untuk ihram selain Zhuhur.”

Ada satu hal yang patut diperhatikan, tidak sedikit jamaah haji yang menyangka bahwa ihram harus dilakukan di masjid yang dibangun di miqat, mereka berebut masuk ke sana laki-laki dengan wanita berdesak-desakan, mereka melepaskan baju mereka di sana yang kadang-kadang tidak memperhatikan sekitarnya, lalu menggantinya dengan baju ihram, hal ini tidak berdasar.

Yang patut dilakukan seorang muslim adalah berihram di miqat, di bagian mana pun dari miqat, bukan di tempat tertentu darinya, cukup di tempat yang mudah baginya, yang lebih mudah baginya dan bagi orang-orang yang bersamanya, di tempat yang lebih tertutup dan tidak berdesak-desakan.

Masjid-masjid di miqat-miqat saat ini tidak ada di zaman Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, ia tidak dibangun untuk berihram darinya, akan tetapi untuk menegakkan shalat di sana untuk orang-orang yang tinggal di sekitarnya.

Selanjutnya adalah berniat melakukan manasik yang dimaksud, berdasarkan sabda Nabi,

إنَّماَ الأَعْمَالُ باِلنِّياَّتِ

Sesungguhnya amal-amal itu dengan niat-niat.

Disyariatkan bagi orang yang ihram, mengucapkan, “Labbaika umrah.” Atau, “Allahumma labbaika umrah.” bila ia berihrom untuk menunaikan Umroh. Adapun bila ia bermaksud untuk menunaikan haji maka ia mengucapkan, “Labbaika hajja.” Atau, “Allahumma labbaika hajja.” Bila keduanya, maka “Labbaika umrah wa hajja.” Wallahu a’lam.