Definisi

La madzhabiyah adalah seruan yang mengajak kaum muslimin untuk membuang taklid buta atau ta’asshub mati-matian kepada madzhab tertentu dari empat madzhab fikih atau selainnya dengan mengambil pendapat yang lebih kuat dalilnya.

Cikal Bakal

Tidak berpegang secara kaku kepada madzhab fikih tertentu dan membuang taklid dengan mengambil dari al-Qur`an dan sunnah bagi siapa yang mempunyai kapabelitas untuk itu merupakan manhaj Islam yang telah lahir sebelum lahirnya taklid madzhabi. Rasulullah saw sendiri yang meletakkan rambu-rambunya yang kemudian diikuti oleh orang-orang di tiga abad pertama yang mulia termasuk para pendiri madzhab fikih itu sendiri.

Namun seiring dengan bergantinya masa dan melemahnya kapasitas keilmuan secara umum di kalangan kaum muslimin, lahir taklid dan madzhabiyah sempit yang berlanjut kepada sikap fanatik kepada salah satu madzhab fikih, femonema ini kemudian melebar dan akhirnya mendominasi.

Fenomena yang dalam batas tertentu memicu perpecahan di barisan kaum muslimin sehingga mereka dikuasai oleh orang-orang kafir dengan sangat mudah, pintu ijtihad ditutup dan mendahulukan pendapat orang-orang yang berpengaruh di atas al-Qur`an dan sunnah, pengunggulan terhadap satu madzhab atas madzhab lainnya, membatasi diri dalam satu madzhab dan berlepas diri dari madzhab yang lain, sehingga wala` dan bara` berpijak kepada ikatan madzhab dan shalat berjamaah berdasar kepada kesatuan madzhab.

Dengan latas belakang semacam ini, lahir orang-orang yang menyeru kaum muslimin untuk kembali kepada manhaj fikih ala salaf shalih dengan membuka pintu ijtihad dengan syarat dan ketentuannya, membuang sikap fanatik kepada orang dan madzhab dan mengambil dari al-Qur`an dan sunnah.

Tokoh-tokoh

Di antara para penyeru kepada pemikiran ini adalah:

Ibnu Taimiyah

Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Taimiyah, Syaikhul Islam, lahir tahun 661 H di sebuah wilayah Syam bernama Harran dari keluarga yang berkait erat dengan ilmu dan menyintainya. Bapaknya adalah Syihabuddin Abdul Halim adalah salah seorang ulama madzhab Hanbali, sedangkan kakeknya adalah Majduddin Abul Barakat Abdussalam bin Abdullah adalah salah seorang ulama terkenal di bidang hadits, tafsir, qiraat dan nahwu.

Ibnu Taimiyah memiliki ilmu sangat luas tentang hadits-hadits Nabi saw, keadaan para rawinya, menghafal matan-matannya dan mampu mengeluarkan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, sampai-sampai Ibnul Wardi berkata, “Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah maka ia bukan hadits, sekalipun ilmu yang sempurna tetaplah milik Allah, hanya saja dia menimba dari lautan sementara selainnya menimba dari selokan.”

Ibnu Taimiyah mengajak agar pintu ijtihad dibuka bagi siapa yang memiliki kapasitas untuk itu dan menanggalkan kewajiban berpegang kepada satu madzhab dalam segala perintah dan larangannya, karena hal itu hanya layak diberikan kepada Rasulullah saw semata, sebagaimana Ibnu Taimiyah tidak menganggap orang-orang yang bertaklid sebagai ulama-ulama, paling banter mereka adalah para thullabu ilm, para pencari ilmu.

Ibnnu Taimiyah berjihad demi membela kebenaran dan melawan kebatilan dengan lisan, tangan dan pedangnya, beliau berperang melawan orang-orang Tartar yang menyerang negeri kaum muslimin, sebagaimana beliau menangkis dan membantah kebatilan para pengusung hawa nafsu, aliran dan orang-orang tarekat sufi, ahli kalam dan orang-orang yang menjunjung ta’ashub kepada madzhab, semua itu beliau lakukan demi menegakkan kebenaran sehingga hal tersebut menyeret beliau ke dalam penjara beberapa kali.

Ibnu Taimiyah berkata, “Apa yang dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Kebunku ada di dadaku, ke mana aku pergi ia selalu bersamaku, jika mereka memenjarakanku maka penjara adalah khalwat bagiku, jika mereka mengusirku maka kepergianku adalah rekreasi, jika mereka membunuhku maka kematianku adalah syahadah.”

Ibnu Taimiyah memiliki pengaruh sangat besar dan mendalam terhadap orang-orang di zamannya dan orang-orang yang hadir setelahnya yang meniti jalan salaf shalih aswj, di antara murid-muridnya yang kesohor adalah Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir dan adz-Dzahabi.

Ibnu Taimiyah wafat di dalam penjara tahun 728 H dengan meningglkan kekayaan ilmiah yang menjadi saksi atas keluasan ilmu dan kedalaman pengetahuan tentang pendapat-pendapat para imam ahli fikih yang menjadi rujukan dalam fatwa, sebagaimana ia menjadi saksi atas keteguhannya berpegang kepada dalil yang shahih.

Di antara peninggalan Ibnu Taimiyah adalah Majmu’ al-Fatawa, Dar`u Ta’arudh al-Aql wa an-Naql, Naqdh al-Mantiq, Mihaj as-Sunnah an-Nabawiyah dan lain-lain.

Dari al-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani.