Salah satu keyakinan aliran ini adalah bahwa mereka tidak mengakui al-Qur`an yang beredar di kalangan kaum muslimin sejak zaman Nabi saw sampai saat ini, menurut mereka al-Qur`an yang beredar di kalangan kaum muslimin bukan al-Qur`an yang shahih, al-Qur`an yang shahih menurut mereka adalah al-Qur`an yang ada pada mereka, di mana besarnya tiga kali lipat al-Qur`an yang sebenarnya, dan tidak ada satu huruf pun yang tercantum di dalam al-Qur`an yang ada di kalangan kaum muslimin tercantum dalam al-Qur`an versi mereka.

Benarkah? Hanya orang dungu lagi pandir yang mempercayainya, mungkinkah kaum muslimin yang merupakan umat terbaik dan termulia, termasuk di dalamnya adalah para sahabat, tanpa kecuali ahli bait Nabi saw, Ali bin Abu Thalib, Hasan, Husain, dan anak-anak mereka yang mulia, generasi terbaik umat ini, selama puluhan abad, mungkinkah mereka bersepakat untuk bermakmum dan berpegang kepada sebuah kitab palsu ?

Apakah mereka itu tidak mengetahui atau pura-puara tidak mengetahui bahwa Ali bin Abu Thalib telah menegaskan bahwa ahli bait tidak mempunyai ilmu atau wahyu khusus, apa yang ada pada mereka adalah apa yang ada pada kaum muslimin semuanya.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Juhaifah berkata, aku bertanya kepada Ali, “Adakah kalian mempunyai sesuatu dari wahyu selain al-Qur`an?” Ali menjawab, “Tidak, demi dzat yang membelah biji-bijian dan menciptakan makhluk bernyawa, kecuali pemahaman tentang al-Qur`an yang Allah berikan kepada seseorang dan apa yang tecantum dalam lembaran ini.” Aku berkata, “Apa yang ada dalam lembaran itu?” Ali menjawab, “Diyat, pembebasan tawanan dan hendaknya seorang muslim tidak dibunuh dengan orang kafir.”

Fakta sejarah telah berbicara bahwa al-Qur`an dikumpulkan oleh khalifah rasyid Usman bin Affan, Dzu an-Nurain, tindakan Usman ini dilakukan setelah sebelumnya terjadi mufakat antara dia dengan para sahabat termasuk Ali bin Abu Thalib.

Jika kita berbicara begini maka seperti biasa mereka akan menyodorkan topeng taqiyah, kata mereka, Ali menyetujui karena dia bersikap taqiyah. Penulis katakan, sejak kapan Ali bin Abu Thalib menjadi pengecut dan penakut? Apakah mereka tidak mendengarnya berkata pada perang Khaibar,

Akulah yang diberi nama Haedar (singa) oleh ibuku
layaknya singa sebenarnya yang menyeramkan.

Berikut ini nukilan dari ucapan Syaikh Muhibbuddin al-Khatib dalam komentarnya atas kitab al-Awashim min al-Qawashim, beliau berkata, “Perhatian besar yang diberikan oleh dua orang agung dalam Islam Abu Bakar dan Umar dan disempurnakan oleh saudara dan sejawat mereka Dzu an-Nurain Usman dalam mengumpulkan al-Qur`an, menetapkannya dan menyatukan rasm (tulisan) nya merupakan jasa besar mereka atas kaum muslimin dengannya Allah merealisasikan janjiNya dalam firmanNya, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9).

Setelah tiga orang syaikh mulia tersebut, khilafah dipegang oleh Amirul Mukminin Ali, Ali menetapkan apa yang mereka lakukan dan mengakui mushaf Usman dengan tulisan dan tilawahnya di seluruh penjuru wilayah kekuasannya. Dengan itu tercapai ijma’ kaum muslimin di masa generasi pertama bahwa apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Usman merupakan kebaikan terbesar mereka.

Bahkan sebagian ulama Syiah menukil ijma’ ini melalui lisan Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib dalam Kitab Tarikh al-Qur`an, Abu Abdullah az-Zanjani hal. 46 bahwa Ali bin Musa yang dikenal dengan Ibnu Thawus (589-664), salah seorang ulama mereka menukil dalam kitabnya Sa’d as-Su’ud dari as-Syahrastani dalam mukadimah tafsirnya dari Suwaid bin Alqamah berkata, aku mendengar Ali bin Abu Thalib berkata, “Wahai manusia, takutlah kalian kepada Allah, hindarilah sikap berlebih-lebihan pada perkara Usman dan ucapan kalian, ‘membakar mushaf,’ demi Allah Usman tidak melakukan itu melainkan di hadapan para sahabat Rasulullah saw, Usman mengumpulkan kami dan dia berkata, ‘Apa pendapat kalian tentang bacaan yang diperselisihkan oleh kaum muslimin. Seorang laki-laki bertemu dengan yang lain dan dia berkata, ‘Qiraatku lebih baik daripada qiraatmu’. Ini menyeret kepada kekufuran.’ Kami berkata, ‘Lalu apa yang hendak engkau lakukan?’ Dia berkata, ‘Aku ingin menyatukan kaum muslimin di atas satu mushaf, jika kalian pada hari ini berselisih nicaya orang-orang sesudah kalian akan lebih berselisih.’ Kami berkata, ‘Sebaik-baik pendapat adalah pendapatmu’.” Sampai di sini ucapan Syaikh Muhib.

Klaim orang-orang Syiah bahwa al-Qur`an telah dirubah dan diganti telah dijadikan sebagai syubhat oleh sebagian pengikut agama lain untuk membantah kaum muslimin yang membanggakan terjaganya al-Qur`an, dan bahwa ia tidak tersusupi oleh pergantian dan perubahan serta penyelewengan. Mereka berkata, “Kalian wahai kaum muslimin menyatakan bahwa kitab kalian terjaga sementara kitab kami tidak terjaga, padahal ada sekelompok orang dari kalian yang mengatakan bahwa al-Qur`an kalian telah dirubah, lalu apa bedanya kami dengan kalian?”

Ibnu Hazm dalam al-Fishal fi al-Milal wa an-Nihal menjawab, “Orang-orang Rafidhah bukan termasuk kaum muslimin, mereka adalah kelompok yang berjalan di atas jalan orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam kebohongan.”
Terakhir, mana mungkin al-Qur`an yang benar berada di tangan segelintir orang, sementara yang berada di tangan kaum muslimin adalah al-Qur`an yang telah dirubah?