Dalil-dalil tentang dianjurkannya puasa pada bulan Sya’ban

Ada banyak hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban, yang hal itu menunjukkan bahwa berpuasa pada bulan Sya’ban adalah dianjurkan. Di antara hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لا يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لا يَصُومُ ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلا رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ ) رواه البخاري في الصوم باب صوم شعبان (1833) ، ومسلم في الصيام (1958) ، والنسائي في الصيام (2311) ، وأبو داود في الصيام (2079) ، وابن ماجه في الصيام (1700) ، وأحمد (25186) ، ومالك في النداء للصلاة (381)

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berpuasa sehingga kami berkata beliau tidak berbuka, dan beliau senantiasa berbuka sehingga kami berkata beliau tidak berpuasa. Maka aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadahan, dan aku tidak melihat puasa beliau yang lebih banyak dibandingkan puasa bulan Sya’ban.” (HR. al-Bukhari di kitab Ash-Shaum bab Shaumu Sya’ban (1833), Muslim di kitab ash-Shiyam (1958), an-Nasaa’i di kitab ash-Shiyam (2311), Abu Dawud di kitab ash-Shiyam (2079), Ibnu Majah di kitab ash-Shiyam (1700), Ahmad (25186) dan Malik di an-Nidaa’ Lishshalat (381))

Kedua: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

( لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، وَكَانَ يَقُولُ : خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا ، وَأَحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّتْ ، وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا ). رواه البخاري في الصوم باب صوم شعبان (1834) ، ومسلم في الصيام (1957) ، والنسائي في الصيام (2307) ، والمصادر السابقة.

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak dibandingkan puasa di bulan Sya’ban, karena sesungguhnya beliau pernah berpuasa bulan Sya’ban sepenuhnya, dan beliau bersabda:”Ambillah (kerjakanlah) amalan yang kalian mampu, karena sesunguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan.” Dan shalat yang paling disukai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah yang dirutinkan sekalipun sedikit, dan beliau apabila melakukan suatu shalat maka beliau akan merutinkannya.” (HR. al-Bukhari di kitab Ash-Shaum bab Shaumu Sya’ban (1834), Muslim di kitab ash-Shiyam (1957), an-Nasaa’i di kitab ash-Shiyam (2307))

Faidah

Maksud ucapan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaفَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ (karena sesungguhnya beliau pernah berpuasa bulan Sya’ban sepenuhnya) adalah beliau berpuasa sebagian besar bulannya bukan puasa sebulan penuh, karena hadits dari ‘Aisyah sebelumnya menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Bathal rahimahullah dalam Syarh Shahih al-Bukhari dan al-‘Aini dalam Umdatul Qari’ Syarh Shahih al-Bukhari. Namun ada yang mengatakan bahwa beliau puasa satu bulan penuh pada tahun tertentu dan berpuasa sebagian bulan pada tahun berikutnya, dan ada juga yang mengatakan bahwa beliau terkadang berpuasa di awal bulan dan terkadang di akhir bulan dan terkadang di pertengahannya. Lihat kedua kitab yang kami isyaratkan di atas dan juga kitab-kitab lain yang menjelaskan makna hadits ini. Wallahu A’lam.

Ketiga: Dari Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu berkata:

سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ صِيَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ : ( كَانَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ صَامَ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ أَفْطَرَ ، وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلاً ) رواه مسلم في الصيام باب صيام النبي صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (1957) .

Aku bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia menjawab:”Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa hingga kami mengatakan beliau selalu berpuasa. Dan beliau tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa. Aku tidak pernah melihat sama sekali beliau berpuasa lebih banyak dibandingkan di bulan Sya’ban. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa hampir satu bulan penuh. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruhnya kecuali sedikit (yang beliau tidak berpuasa di dalamnya ).” (HR. Muslim di kitab ash-Shiyam, bab Shiyamu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam)

Keempat: Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata:

( مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلا شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ )

Aku belum pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali Sya’ban dan Ramadhan.”(HR. Imam at-Tirmidzi rahimahullah dalam sunan at-Tirmidzi no. 736 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah)

Kelima: Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنْ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلا شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ ))

”Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau belum pernah puasa satu bulan secara sempurna dalam suatu tahun kecuali pada bulan Sya’ban, diteruskan dengan bulan Ramadhan.”

(HR. Imam Abu Dawud no. hadits (1989) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih sunan Abi Dawud, Imam an-Nasa’i no. hadits 2313, Imam Ahmad no. (26113), dan Imam ad-Darimi no. (1676) rahimahumullah jami’an)

Keenam: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

( كَانَ أَحَبَّ الشُّهُورِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَصُومَهُ شَعْبَانُ ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ )

”Bulan yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berpuasa di dalamnya adalah bulan Sya’ban kemudian disambungkan dengan Ramadhan.”

(HR. Imam Abu Dawud no. hadits (2076), Imam Ahmad dalamMusnad ‘Aisyah no. (24371) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih sunan Abi Dawud 2/77 rahimahumullah jami’an)

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang serupa yang menjelaskan tentang keutamaan bulan Sya’ban.

Tidak ada kontradiksi antar hadits-hadits di atas dengan hadits-hadits yang melarang berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anh berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( إِذَا بَقِيَ نِصْفٌ مِنْ شَعْبَانَ فَلا تَصُومُوا ) . رواه الترمذي في الصوم باب ما جاء في كراهية الصوم في النصف الثاني (669) ، وأبو داود في الصوم (1990) ، وابن ماجه في الصيام (1641) ، وأحمد (9330) وصححه الألباني في صحيح الترمذي (1/225) .

”Apabila tersisa setengah dari bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.”

(HR. Imam at-Tirmidzi rahimahullah dalam sunan at-Tirmidzi no. 669, Abu Dawud no. 1990, Ibnu Majah no. 1641, Imam Ahmad no. 9330 rahimahumullah jami’an dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih at-Tirmidzi 1/225)

Maksudnya jika sudah melewati pertengahan bulan Sya’ban maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita berpuasa.

Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata:

Dan makna hadits ini menurut kalangan Ulama adalah seseorang yang pada awalnya tidak berpuasa, lalu ketika masuk pertengahan bulan Sya’ban dia mulai berpuasa dalam rangka menyambut Ramadhan (ini yang dilarang dalam hadits di atas). Dan telah diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hadits yang menyerupai ucapan mereka (para Ulama) di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( لا تَقَدَّمُوا شَهْرَ رَمَضَانَ بِصِيَامٍ إِلا أَنْ يُوَافِقَ ذَلِكَ صَوْمًا كَانَ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ )

”Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan berpuasa, kecuali jika hal itu bertepatan puasa yang (biasa) dilakukan oleh salah seorang di antara kalian.” (HR. al-Bukhari rahimahullah)

Maka hadits ini menunjukkan dibencinya menyengaja berpuasa (setelah pertengahan bulan Sya’ban) untuk menyambut Ramadhan.

Al-Hafizh Ibnu hajar rahimahullah berkata:”Tidak ada kontradiksi antara (hadits) yang hadits ini (tentang anjuran puasa Sya’ban) dengan hadits-hadits yang telah lalu tentang larangan mendahuli Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, demikian juga dengan hadits yang melarang berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban. Karena sesungguhnya menkorelasikan keduanya adalah sangat jelas, yaitu membawa makna hadits larangan untuk orang-orang tidak memasuki hari-hari tersebut pada puasa yang menjadi kebiasaannya (maksudnya dia menyengaja berpuasa setelah pertengahan Sya’ban, padahal sebelumnya tidak berpuasa). Dan dalam hadits ini ada dalil tentang keutamaan puasa Sya’ban.”

Imam Nawawi rahimahullah menjawab sebuah pertanyaan yang mengatakan tentang keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak memperbanyak puasa di bulan Muharram, padahal beliau mengatakan bahwa sebaik-baik puasa (setelah Ramadhan) adalah puasa yang dilakukan pada bulan Muharram.Jawaban beliau adalah mungkin saja Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahui hal itu melainkan di akhir umur beliau, kemudian beliau tidak memiliki kesempatan untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram, atau mungkin saja (bulan Muharram) bertepatan dengan ‘udzur (halangan) yang beliau alami berupa safar, atau sakit yang menghalangi beliau untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram tersebut.(Fathul Bari 4/253)

Dan berdasarkan hal ini, maka sunnah yang tetap (berlaku) adalah berpuasa bulan Sya’ban atau pada sebagian besarnya, dari awal sampai akhir. Adapun barang siapa yang tidak berpuasa pada awalnya (awal bulan), kemudian ia ingin berpuasa setelah pertengahan bulan maka inilah yang dimaksudkan di dalam larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana juga larangan tersebut mencakup orang yang ingin berpuasa pada akhir bulan Sya’ban dalam rangka menyambut Ramadhan. Wallahu A’lam.

Hadits-hadits Yang Tidak Shahih

Adapun hadits-hadits yang tidak shahih seputar keutamaan Sya’ban adalah sebagai berikut.

1. Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(( إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلا كَذَا أَلا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ ))

“Apabila datang malam Nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) maka bangunlah (shalat) pada malam harinya, dan berpuasalah siang harinya, karena sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada hari itu ketika Matahari terbenam, lalu Dia berfirman:”Apakah tidak ada orang yang meminta ampun kepada-Ku sehingga Aku mengampuninya? Apakah tidak ada yang meminta rizki kepada-Ku sehigga aku memberikannya? Apakah tidak ada yang sakit sehinga aku menyembuhkannya? Apakah tidak ada yang demikian dan demikian? Begitulah sampai terbit Fajar.” (Hadits maudhu’/hadits palsu)

Takhrij:

Hadits ini diriwayatkan Imam Ibnu Majah (1378), haditsnya maudhu’ karena ada salah seorang pemalsu hadits dalam sanda hadits ini. Di dalam az-Zawa’id dikatakan:”Sanadnya dha’if (lemah) karena dha’ifnya Ibnu Abi Busrah dan nama aslinya adalah Abu Bakar bin ‘Abdullah bin Muhammad Abi Busrah, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata tentangnya:”Pemalsu hadits.”

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata di dalam kitab Silsilah adh-Dha’ifah (2132):”Maudhu’/palsu.”Al-Iraqi rahimahullah berkata:“Haditsnya batil, … sanadnya dha’if.” Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:“Hadits ini tidak shahih.”

Asy-Syaukani rahimahullah memasukkan hadits ini dalam Al-Fawa`id Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Mau’dhu’ah, nomor 106. Asy-Syaukani berkata:“Disebutkan dalam Al-Mukhtashar, hadits shalat nishfu Sya’ban adalah batil.”

2. Dari ‘Aisyah radhiyallaha ‘anha berkata:

(( فَقَدْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَخَرَجْتُ أَطْلُبُهُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ رَافِعٌ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ : يَا عَائِشَةُ أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ ؟ قَالَتْ : قَدْ قُلْتُ وَمَا بِي ذَلِكَ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ ، فَقَالَ : إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ غَنَمِ كَلْبٍ ))

Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu malam, maka aku keluar dan mencari beliau, ternyata beliau sedang berada di Baqi’ (nama kuburan di Madinah), sambil menengadhakan kepalanya ke langit, lalu beliau berkata:”Wahai ‘Aisyah! Apakah engkau takut Allah dan Rasul-Nya akan menzhalimimu (bertindak lalim)?” ‘Aisyah menjawab:”Aku telah berkata bahwa tidak ada perasaan seperti itu dalam diriku, akan tetapi aku mengira engkau mendatangi sebagian istri-istrimu.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Sesunguhnya Allah Ta’ala turun ke langit dunia pada malam pertengahan bulan Sya’ban (Nishfu Sya’ban), lalu Dia mengampuni manusia yang jumlahnya lebih banyak dari bulu kambing milik kabilah Bani Kalb.” (Dha’if)

Takhrij:

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullah (1379), at-Tirmidzi rahimahullah (670), Ahmad rahimahullah (25487), al-Laalikaai rahimahullah, ‘Abd bin Humaid rahimahullah dalam kitab al-Muntkhob min al-Musnad (1/194). Hadits ini dinyatakan dha’if oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dan al-Albani rahimahullah.

3. Dari ‘Aisyahradhiyallaha ‘anha berkata:

” كَانَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوم ثَلاثَة أَيَّام مِنْ كُلّ شَهْر , فَرُبَّمَا أَخَّرَ ذَلِكَ حَتَّى يَجْتَمِعَ عَلَيْهِ صَوْم السَّنَة فَيَصُوم شَعْبَان ”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berpuasa tiga hari setiap bulan, maka terkadang beliau mengakhirkan hal tersebut sehingga terkumpul puasa tersebut selama setahun, lalu beliau berpuasa pada bulan Sya’ban.”(Hadits Dha’if)

Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari 4/252:”Hadits dha’if, diriwayatkan oleh ath-Thabrani rahimahullah dalam al-Ausath dari jalur Ibnu Abi Laila dan dia adalah dha’if.”

4. Dari Anas radhiyallaha ‘anhu berkata:

” سُئِلَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الصَّوْم أَفْضَل بَعْد رَمَضَان قَالَ شَعْبَان لِتَعْظِيمِ رَمَضَان ”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa apa yang paling utama setelah Ramadhan, maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:”Puasa Sya’ban dalam rangka mengagungkan (menyambut) Ramadhan.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (4/252) berkata:”Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata:’Hadits gharib, dan Shadaqah (salah satu perawi) tidak kuat (hafalannya) menurut Ahli hadits.’ Aku (Ibnu Hajar berkata):”Dan hadits ini bertentangan dengan hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah secara marfu’

” أَفْضَلُ الصَّوْم بَعْد رَمَضَان صَوْم الْمُحَرَّمِ ”

”Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram.”

Syaikh al-Albani rahimahullah di dalam Irwaul Ghalil (3/397) berkata:”Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata:’ ’Hadits ini gharib, dan Shadaqah bin Musa (salah satu perawi) tidak kuat (hafalannya) menurut Ahli hadits.’ Aku (al-Albani) berkata:”Imam adz-Dzahabi rahimahullah membawakan hadits ini di kitab adh-Dhu’afaa’ dan beliau berkata:’mereka (Ahli hadits) mendha’ifkannya.’ dan di dalam kitab at-Taqrib dikatakan:’Dia (Shadaqah) shaduq (jujur), namun ada keragu-raguan.’ Aku (adz-Dzahabi) berkata:’Imam al-Mundziri rahimahullah di dalam kitab at-Targhib (1/79) mengisyaratkan dha’ifnya hadits ini.”

5. Dari ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha berkata:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يصوم شعبان كله ، قالت قلت : يا رسول الله أحب الشهور إليك أن تصومه شعبان ؟ قال : ” إِنَّ اللَّهَ يَكْتُبُ كُلَّ نَفْسٍ مَيِّتَةٍ تِلْكَ السَّنَةَ , فَأُحِبُّ أَنْ يَأْتِيَنِي أَجَلِي وَأَنَا صَائِم ” ))

”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa Sya’ban seluruhnya.”’Aisyah radhiyallahu ‘anha/i] berkata:’Aku berkata:”Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bulan yang paling engkau sukai untuk berpuasa adalah sya’ban?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:”Sesungguhnya (pada bulan itu) Allah Subhanahu wa Ta’ala menuliskan semua jiwa-jiwa yang mati untuk satu tahun itu, maka aku ingin kalau kematianku datang dan aku dalam keadaan puasa.”

Diriwayatkan oleh Abu Ya’la rahimahullah dan didha’ifkan oleh syaikh al-Albani rahimahullah dalam kitab Dha’ifut Targhib (619)

6. Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(( من أحيا الليالي الخمس وجبت له الجنة ليلة التروية وليلة عرفة وليلة النحر وليلة الفطر وليلة النصف من شعبان ))

”Barang siapa yang menghidupkan malam yang lima, maka dia pasti mendapatkan Surga; malam Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah), malam ‘Arafah, malam Qurban (‘Idul Adha), malam ‘Idul Fithr dan malam Nishfu Sya’ban.”

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata dalam Silsilah adh-Dha’ifah (552):”Maudhu’ (palsu).” Dibawakan oleh al-Mundziri rahimahullah dalam at-Targhib, dan beliau mengisyaratkan dha’ifnya hadits tersebut atau palsunya, dan hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Ashbahani dal at-Targhib (2/50) )

7. Dari Abi Umamah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda

(( خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة : أول ليلة من رجب وليلة النصف من شعبان وليلة الجمعة وليلة الفطر وليلة النحر )) .

”Lima malam di mana do’a pada malam hari itu tidak ditolak (berarti diterima); malam pertama bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, malam Jum’at, malam ‘Idul Fithri, dan malam ‘Idul Adha.”

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata dalam Silsilah adh-Dha’ifah (1452):”Maudhu’ (palsu).” Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq (10/275-276)

8. Dari Anas radhiyallaha ‘anhu berkata:

(( تدرون لم سمي شعبان ؟ لأنه يشعب فيه خير كثير . وإنما سمي رمضان لأنه يرمض الذنوب أي : يدنيها من الحر ))

”Tahukah kalian kenapa dinamakan bulan Sya’ban? Karena di dalamya bercabang di dalamnya kebaikan yang banyak. Dan di namakan dengan Ramadhan karena ia membakar dosa-dosa, maksudnya meleburkan dosa karena dengan panasnya.”

Diriwayatkan oleh ad-Dailami rahimahullah dan ar-Rafi’i rahimahullah dalam Tarikhnya, dan Syaikh al-Albani [I]rahimahullah berkata dalam Silsilah adh-Dha’ifah 3223):”Maudhu’”.

8. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berabda:

(( شعبان شهري ورمضان شهر الله وشعبان المطهر ورمضان المكفر ))

“Sya’ban adalah bulanku, Ramadhan adalah syahrullah (bulan Allah), Sya’ban adalah al-Muthahhir (pembersih) dan Ramadhan adalah al-Mukaffir(penghapus dosa).”(Dha’if)

Hadits diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir rahimahullah, dan syaikh al-Albani rahimahullah berkata dalam Silsilah adh-Dha’ifah (3746):”Dha’if Jiddan.”

9. Dari ‘Utsman bin Abi al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إذا كان ليلة النصف من شعبان نادى مناد : هل من مستغفر فأغفر له ؟ هل من سائل فأعطيه ؟ فلا يسأل أحد شيئا إلا أعطي إلا زانية بفرجها أو مشرك .

Jika tiba malam Nishfu Sya’ban, maka ada penyeru yang berkata:”Apakah ada yang meminta ampun, maka Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta, maka aku akan memberinya?” Maka tida seorang pun meminta kecuali akan diberinya, kecuali perempuan pezina dan orang Musyrik.”

Hadits diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi rahimahullah, dan syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan:”(hadits ini) dha’if” Lihat kitab Dha’iful Jami’ no. hadits (653).
(( رجب شهر الله و شعبان شهري و رمضان شهر أمتي ))

“Rajab adalah syahrullah (bulan Allah), Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku.”(Dha’if)

Diriwayatkan oleh Abu al-Fath bin Abi al-Fawaris dalam kitab al-Amali.

Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata:”Dha’if.” lihat hadits no. 3094 di kitab Dha’if Al Jami’, dan datang dalam riwayat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan ia adalah hadits maudhu’, lihat hadits no. 3402 di kitab Dha’if Al Jami’.

10. Dari Rasyid bin Sa’d secara mursal:

(( في ليلة النصف من شعبان يوحي الله إلى ملك الموت يقبض كل نفس يريد قبضها في تلك السنة ))

Pada malam Nishfu Sya’ban, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada Malaikat Maut untuk mencabut setiap jiwa yang Allah kehendaki untuk dicabut pada tahun itu.”

Diriwayatkan oleh ad-Dinawari rahimahullah dalam kitab al-Mujalasah, syaikh al-Albani rahimahullah berkata:”Dha’if”. Lihat hadits no. 4019 kitab Dha’iful Jami’.

11. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

من صلى ليلة النصف من شعبان ثنتى عشرة ركعة يقرأ في كل ركعة قل هو الله أحد ثلاثين مرة، لم يخرج حتى يرى مقعده من الجنة …

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam nishfu sya’ban sebanyak 12 raka’at, setiap raka’atnya membaca surat “Qul huwallahu ahad” sebanyak tiga puluh kali, maka dia tidaklah akan keluar sampai dia melihat tempat duduknya di surga …”

Hadits ini dibawakan oleh Ibnul Jauziy dalam Al Maudhu’at (kumpulan hadits-hadits palsu). Ibnul Jauziy mengatakan bahwa hadits di atas adalah hadits maudhu’ (palsu) dan di dalamnya banyak perawi yang majhul (tidak dikenal). (Lihat Al Maudhu’at, 2/129)

Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban

Dari Abi Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

( إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ )

”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengamat-amati malam Nishfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali orang musyrik dan musyahin.”(HR. Ibnu Majah kitab Iqamatush Shalat, bab Maa Jaa’a fii Lailatin Nishfi min Sya’ban (1380) dan dihasankah oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ (1819))

makna musyahin:Syaikh al-Albani rahimahullah berkata:Al-musyahin, Ibnul Atsir rahimahullah berkata:”ia adalah orang yang memusuhi”, dan kata asy-Syahnaa’ artinya adalah permusuhan. Dan al-Auza’i rahimahullah berkata:”Yang dimaksud al-musyahin di sini adalah ahli bid’ah yang memisahkan diri dari jama’ah kaum Muslimin.”(Silsilah ash-Shahihah)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلا لاثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ )

”Allah Subhanahu wa Ta’ala memandang kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni hamba-hamba-Nya, kecuali dua golongan, yaitu musyahin dan pembunuh.”(HR. Imam Ahmad dalam Musnad ‘Abdullah bin ‘Amr (6353), Ahmad Syakir rahimahullah berkata: sanadnya shahih (6642))

Perhatian:

Di dalam hadits-hadits yang lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan kepada kita keutamaan malam yang mulia ini, Allah memberikan rizki kepada kita pada malam hari itu dengan pemaafan pengampunan. Sekalipun demikian hal tersebut tidak membolehkan kita untuk mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban ini dengan ibadah tertentu. Karena mengkhususkan malam tersebut dengan ibadah tertentu yang tidak ada dalilnya dari Syari’at (Allah dan Rasul-Nya). Dan melakukan perbuatan apapun pada malam Nishfu Sya’ban dengan tujuan mengkhususkannya termasuk perbuatan bid’ah, seperti orang yang mengkhusukannya dengan sholat ataupun ibadah yang lain.