Para Napi Muslim di Jerman mengeluhkan kurangnya bimbingan agama dan pembinaan rohani untuk mereka bila dibanding dengan para napi lain yang non Muslim. Kondisi ini mendorong pihak administrasi penjara untuk menghimbau kepada lembaga-lembaga Islam di negeri tersebut agar menyediakan para da’i yang bisa berbahasa Jerman. Kehadiran mereka diharapkan dapat mengisi kekosongan rohani para napi tersebut dan menggantikan peran para pembimbing rohani selama ini yang kebanyakan hanya bersifat sementara dan merupakan tenaga sukarela.

Dalam wawancaranya dengan situs radio ‘Deutch Welles’, Hink Coster, direktur penjara kota Bochum, sebelah barat Jerman mengatakan, “Sangat penting artinya anda memberikan bimbingan agama kepada seluruh para napi di mana di antara mereka terdapat minoritas Muslim.” Ia menambahkan, dirinya telah melakukan inisiatif sendiri dengan mengajak salah seorang imam kaum Muslimin di negeri itu untuk mengunjungi penjara dan memberikan bimbingan agama dan petuah kepada para napi Muslim.

Namun ia menyiratkan bahwa sarana ini juga memiliki sebagian sisi negatif, di antaranya tidak dapat mengetahui secara persis orientasi agama tenaga-tenaga sukarela yang memberikan ceramah agama kepada para napi tersebut.

Situs ‘Deutch Welles’ Jerman itu menyiratkan pula, Badan Administratif Penjara (BAP) di negari itu telah menghimbau kepada segenap yayasan dan lembaga Islam agar merapatkan barisan dalam upaya memberikan solusi kurangnya stock da’i Muslim di penjara. Di samping itu, BAP juga menyerukan dibentuknya kader-kader terlatih dari kalangan umat Islam yang khusus menangani masalah bimbingan dan binaan psikologis dan sosial kepada para napi.

Steven Ownland, kepala salah sebuah penjara di kawasan utara Rain menyebutkan beberapa kendala yang menyebabkan sulitnya menghadirkan para penceramah dan da’i muslim di sejumlah penjara di Jerman, terutama sekali karena tidak adanya juru bicara resmi atas nama organisasi-organisasi Islam dalam menghadapi aparat pemerintahan Jerman yang memungkinkan disepakatinya pendelegasian sejumlah penceramah dan da’i ke beberapa penjara.

Steven juga menyiratkan akan adanya kendala lain yang dihadapi para penceramah asal Turki yang selama ini diutus oleh lembaga-lembaga Islam terbesar Turki, Detep. Kendala itu adalah bahwa rata-rata mereka tidak menguasai bahasa Jerman yang memungkinkan mereka melakukan interaksi dengan pihak administrasi penjara.

Ia menambahkan, kalau pun para da’i itu tersedia, namun keberadaan mereka hanya bersifat sementara. Inilah yang menyebabkan terjadinya kekosongan rohani secara berkelanjutan oleh para napi Muslim.

Ia juga menyiratkan adanya sejumlah da’i yang dikirim dari Turki ke Jerman yang hanya untuk waktu tertentu, lalu mengeritik hal tersebut, “Penceramah yang dalam kondisi seperti ini tidak mengetahui benar karakter permasalahan sosial yang dihadapi pemuda Muslim di masyarakat Jerman. Dengan begitu, ia pun tidak mampu untuk mengatasi permasalahannya sendiri atau berinteraksi dengannya melalui gambaran yang benar.”

Mengacu pada hak yang telah dilindungi undang-undang Jerman agar menciptakan lingkungan agamis yang layak bagi para napi, maka sejumlah administrasi penjara menghimbau agar memberikan kesempatan kepada para tenaga sukarela Muslim untuk melakukan kewajiban dakwahnya bagi para napi Muslim. (istod/islamtoday)