Pembagian Ma’iyah

Maiyah Allah terbagi menjadi dua: umum dan khusus.

Yang pertama meliputi siapapun: Mukmin dan kafir, orang baik dan orang fajir dalilnya adalah firman Allah, “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (Al-Hadid: 4).

Yang kedua adalah yang terkait dengan kriteria, seperti firman Allah, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (An-Nahl: 128).

Ada pula yang terkait dengan pribadi tertentu seperti firman Allah, “Di waktu dia berkata kepada temannya, ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (At-Taubah: 40).

Dan firmanNya kepada Musa dan Harun, “Sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (Thaha: 46).

Yang ini lebih khusus daripada yang sebelumnya. Jadi maiyah bertingkat-tingkat: Umum mutlak, khusus terkait dengan kriteria dan khusus terkait dengan pribadi. Yang paling khusus adalah yang terkait dengan pribadi kemudian yang terkait dengan kriteria dan yang bersifat umum.

Maiyah umum menuntut pengetahuanNya yang menyeluruh terhadap makhlukNya dari segi ilmu, kodrat, pendengaran, penglihatan, kekuasaan dan makna-makna rububiyah yang lain. Maiyah khusus dengan kedua macamnya menuntut dukungan dan kemenangan.

Apakah maiyah bersifat hakiki atau sekedar kinayah tentang ilmu Allah, pendengaranNya, penglihatanNya, kodratNya, kekuasaannya dan makna-makna rububiyahNya yang lain?

Kebanyakan ungkapan Salaf menyatakan maiyah adalah kinayah dari ilmu, pendengaran, penglihatan, kodrat dan lain-lain, menurut mereka makna, “Dan Dia bersamamu.” Yakni Dia mengetahuimu, mendengar ucapanmu, melihat perbuatanmu, berkuasa atasmu, menetapkan hukum di antaramu… begitulah mereka menafsirkannya dengan konsekuensinya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam al-Aqidah al-Wasithiyah memilih bahwa maiyah Allah adalah hakiki, Dia bersama kita adalah benar secara hakiki hanya saja maiyahNya tidak sama dengan maiyah manusia terhadap manusia yang memungkinkan bersamanya di segala tempat, hal itu karena maiyah Allah adalah sifat yang shahih bagiNya sementara Dia tetap dengan uluwNya. Dia bersama kita sekaligus tinggi di ArasyNya di atas segala sesuatu dan tidak mungkin dalam kondisi apapun Dia bersama kita di tempat-tempat di mana kita berada di sana.

Dari sini maka ia harus digabungkan dengan uluw. Syaikhul Islam menurunkan contohnya yaitu rembulan, katanya sah dikatakan, ‘Kami terus berjalan sementara rembulan bersama kami’, padahal rembulan berada di langit dan ia termasuk makhluk Allah yang kecil. Bagaimana khalik tidak bersama makhluk, di mana jika makhluk dibandingkan denganNya tidak ada apa-apanya sedangkan Dia di atas langit?

Apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam mengandung bantahan kepada ahli ta’thil yang berhujjah atas Ahlus Sunnah wal Jamaah, kata mereka, kalia melarang takwil sedangkan kalian sendiri melakukannya pada maiyah. Kalian berkata: maiyah berarti ilmu, pendengaran, penglihatan, kodrat dan kekuasaaan dan lain-lain.

Kami jawab: Maiyah adalah benar secara hakiki akan tetapi tidak dengan pengertian yang dipahami oleh Jahmiyah dan orang-orang seperti mereka bahwa Allah bersama manusia di segala tempat. Dan tafsir Salaf terhadap maiyah dengan ilmu dan semisalnya adalah tafsir dengan konsekuensinya.

Apakah maiyah termasuk sifat dzatiyah atau fi’liyah?

Terdapat perincian:
Maiyah umum adalah sifat dzatiyah karena Allah telah dan senantiasa meliputi makhlukNya dari segi ilmu, kodrat, kekuasaan dan makna-makna rubuiyah yang lain.

Maiyah khusus adalah sifat fi’liyah karena ia mengikuti kehendak Allah, semua sifat yang berkait dengan sebab maka ia termasuk sifat fi’liyah. Dan telah dijelaskan bahwa ridha termasuk sifat fi’liyah karena ia terkait dengan sebab, jika sebab ridha ada maka ada pula ridha, sama halnya dengan maiyah khusus. Jika ada takwa atau sebab-sebabnya pada orang tertentu maka Allah bersamanya.

Apakah ia hakiki atau bukan?

Kami telah jelaskan bahwa di antara Salaf ada yang menafsirkannya dengan konsekuensinya di mana seseorang hampir tidak berpendapat selainnya. Dan di antara mereka ada yang berkata: Ia adalah hakiki hanya saja ia adalah maiyah khusus yang sesuai dengannya.
Pendapat yang kedua ini adalah ucapan yang jelas dari penulis di buku ini dan lainnya, akan tetapi ia harus dilindungi dari dugaan-dugaan dusta seperti dipahami bahwa Allah bersama kita di bumi dan sebagainya karena ini adalah mustahil lagi batil.

Dari Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, Syaikh Ibnu Utsaimin.