Berbeda dengan negeri ini di mana sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, masjid-masjid malah menjadi kosong dan lengang, di kawasan timur tengah, khususnya di negara Teluk dan Palestina, malam-malam ini benar-benar dijadikan ajang ibadah ekstra demi meraih suatu malam yang bernilai seribu bulan, ‘malam Lailatul Qadr.’ (Kebanyakan ulama mengambil pendapat ini yang didasarkan pada hadits shahih yang terdapat di dalam Musnad Ahmad, Muslim, Abu Daud dan at-Tirmidzy-red)

Di Palestina, misalnya, puluhan ribuan penduduk Palestina yang tinggal di dekat Baitul Maqdis dan kawasan Palestina 1948 yang telah dicaplok pemerintah Zionis berduyun-duyun menuju Masjid al-Aqsha untuk menghidupkan malam ke-27 bulan Ramadhan yang dianggap kaum Muslimin sebagai malam Lailatul Qadr dan turunnya al-Qur’an.

Yayasan al-Aqsha untuk Rekonstruksi Tanah-Tanah Suci Islam memperkirakan jumlah jemaah shalat ‘Isya dan Taraweh di masjid al-Aqsha mencapai 300-an ribu orang. Hal ini terlihat dengan penuh sesaknya halaman masjid oleh jema’ah shalat. Umat Islam berhasil menghidupkan malam tersebut sekali pun penjagaan yang diberlakukan tentara pendudukan di seluruh pelosok negeri itu sangat ketat. Sejak pagi hari Sabtu, yayasan itu telah memberangkatkan ratusan bis dari seluruh perkampungan dan kota Palestina 1948 untuk ikut menyemarakkan malam ke-27 ini melalui ‘gerakan kilat’. Langkah ini cukup membuahkan hasil di mana di hari tersebut para jema’ah shalat dari kota Quds dan perkampungan sekitarnya serta sejumlah orang dari penduduk Tepi Barat yang mendapatkan izin masuk ke kota Quds silih berdatangan ke lokasi masjid al-Aqsha. (istod/AS)