Banyak hadits shahih, dan perilaku sahabat yang menunjukkan dibolehkannya berdiri untuk menyambut orang yang datang. Di antara hadits-hadits tersebut adalah:

  • “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam berdiri menyambut puterinya Fathimah, jika ia datang menghadap kepada beliau. Sebaliknya, Fathimah juga berdiri menyambut ayahandanya, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam jika beliau datang. Berdiri seperti ini dibolehkan dan dianjurkan. Karena ia adalah berdiri untuk menyambut tamu dan memuliakannya. Bahkan hal itu merupa-kan perwujudan dari sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam,
    “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” (Muttafaq ‘alaih)
  • Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda,
    “Berdirilah (untuk memberi pertolongan) pemimpin kalian.” (Muttafaq ‘alaih)

    Dalam riwayat lain,
    “Kemudian turunkanlah!” (Hadits hasan)

    Latar belakang hadits di atas adalah sehubungan dengan Sa’ad Radhiallaahu anhu , pemimpin para sahabat Anshar yang terluka. Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam memintanya agar ia memberi putusan hukum dalam perkara orang Yahudi. Maka Sa’ad pun mengendarai himar (keledai) . Ketika sampai (di tujuan), Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam berkata kepada orang-orang Anshar,

    “Berdirilah (untuk memberi pertolongan) kepada pemimpin kalian dan turunkanlah!”

    Berdiri dalam situasi seperti itu adalah dianjurkan. Karena untuk menolong Sa’ad, pemimpin para sahabat Anshar yang terluka turun dari punggung keledai, sehingga tidak terjatuh. Adapun Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam, beliau tidak berdiri. Demikian pula dengan sebagian sahabat yang lain.

  • Diriwayatkan, pada suatu waktu, sahabat Ka’ab bin Malik masuk masjid. Para sahabat lainnya sedang duduk. Demi melihat Ka’ab, Thalhah beranjak berdiri dan berlarian kecil untuk memberinya kabar gembira dengan taubat Ka’ab yang diterima Allah –setelah hal itu didengarnya dari Nabi– karena ia tidak ikut berjihad.

    Berdiri seperti ini adalah diperbolehkan, karena untuk memberi kabar gembira kepada orang yang tengah dirundung duka. Yakni dengan mengabarkan telah diterimanya taubatnya oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala .

  • Berdiri kepada orang yang datang dari perjalanan jauh untuk menyambutnya dengan pelukan.
  • Jika kita perhatikan, maka hadits-hadits di atas memakai lafazh ” Ilaa Sayyidikum, Ilaa Thaa Hah, Ila Faatimah” . Lafazh itu menunjukkan diperbolehkannya berdiri. Berbeda halnya dengan hadits-hadits yang melarang berdiri. Hadits-hadits itu memakai lafazh ” لَـهُ “.

Perbedaan makna antara dua lafazh itu sangat besar sekali.
” Qooma Ilaihi ” berarti, segera berdiri untuk menolong atau (untuk menyambut demi) memuliakannya. Sedangkan ” Qooma Lahu ” berarti berdiri di tempat untuk memberi penghormatan.