Al-Qur`an sebagai mu’jizat terbesar yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah sesuatu yang diakui oleh kawan dan lawan, salah satu bukti terkuat yang tidak terbantahkan yang menetapkan kesimpulan di atas adalah ketidakmampuan manusia untuk menghadirkan kitab atau buku yang sepadan atau setara dengannya, alih-alih sebuah kitab atau buku yang sepadan, kurang dari itu yaitu satu surat saja yang sepadan dengan satu surat al-Qur`an, manusia tidak mampu menghadirkannya.

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya).” (Al-Baqarah: 23-24).

Sejarah telah membuktikan sejak tantangan ini dikumandangkan oleh Allah sampai hari ini dan bahkan sampai Hari Kiamat di mana pada saat itu al-Qur`an akan kembali kepadaNya, tidak ada seorang pun, tidak ada perkumpulan apapun, tidak ada jamaah apapun yang mampu melakukannya, memang ada beberapa kalangan yang mencoba-coba melakukan akan tetapi hasilnya malah mengundang cibiran dan ejekan, yang bersangkutan justru menjadi bahan tertawaan, ya dia ditertawakan, dicibir dan diejek oleh orang-orang gila lebih-lebih orang yang berakal, padahal al-Qur`an diturunkan dengan bahasa di mana ia merupakan bahasa kaum, bahkan mereka berbangga dengan bahasa dan keahlian mereka padanya, akan tetapi pada saat tantangan ini disodorkan mereka hanya bisa diam.

Itulah al-Qur`an, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? Kalau kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (An-Nisa`: 82) “Yang tidak datang kepadanya (al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 42).
Para pakar tafsir, para pakar bahasa Arab dan para pakar sastra telah menyepakati bahwa tingkat sastra dan balaghah al-Qur`an adalah tingkat tertinggi yang tidak tersaingi oleh balaghah siapapun, dan salah satu bentuk balaghah al-Qur`an adalah responnya yang yang bijak dan sangat pas terhadap persoalan atau pertanyaan yang terjadi atau disodorkan, tidak ada respon yang diberikan al-Qur`an lalu orang yang berakal berkata, semestinya responnya tidak seperti itu, harusnya seperti ini. Tidak ada, semua akal yang cerdik dan pikiran yang jernih mengakui bahwa respon dan tanggapan al-Qur`an adalah yang terbaik.

Salah satu bukti respon bijak al-Qur`an adalah bahwa al-Qur`an memberikan jawaban terhadap sebuah pertanyaan tidak sebatas pertanyaan, akan tetapi ia memberikan jawaban lebih di mana penanya pasti membutuhkannya, sehingga penanya mendapatkan faidah lebih di mana mungkin sebelumnya dia belum mengetahuinya dan jika suatu saat nanti dia memerlukannya maka dia tidak perlu bertanya lagi.

Bacalah firman Allah, “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah, ‘Apa saja harta (yang baik) yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.’ Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Al-Baqarah: 215).

Lihatlah, pertanyaannya adalah apa yang mereka infakkan, tetapi jawabannya tidak sebatas pertanyaan, akan tetapi lebih, pertanyaannya dijawab dan ada tambahan jawaban yaitu kepada siapa kebaikan yang diinfakkan itu diberikan, padahal yang kedua ini tidak ditanyakan, hal ini melihat kepada keadaan penanya, artinya jika penanya tidak mengetahui apa yang diinfakkan maka kemungkinan besar dia juga tidak mengetahui kepada siapa dia berinfak.

Bacalah pula firman Allah, “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintahKu) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186).

Persis dengan ayat sebelumnya, tambahan jawaban lebih dari sekedar pertanyaan, karena yang ditanyakan adalah dekat atau jauhnya Allah, sebagaimana hal tersebut terbaca dari sebab nuzulnya ayat, seorang badui bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita cukup bermunajat kepadasNya atau jauh sehingga kita memanggilNya?” Di samping menjawab pertanyaan, ayat ini juga memberikan tambahan dua perkara, yaitu janji Allah untuk mengabulkan doa orang yang berdoa dan sebagian di antara adab doa yang berpeluang dikabulkan oleh Allah.

Di antara respon bijak al-Qur`an adalah tidak membeberkan jawaban atau menolak menjawab pertanyaan tertentu karena pertanyaan tersebut merambah wilayah yang bukan wilayahnya, al-Qur`an menolak menjawab kapan Hari Kiamat dan melarang Rasulullah saw memberikan jawaban, begitu pula al-Qur`an tidak memberikan jawaban tentang ruh, ia hanya menyatakan bahwa ruh termasuk urusanNya. Semua ini memberi pelajaran kepada penanya bahwa dalam bertanya terdapat koridor dan bingkai-bingkai yang tidak boleh dilanggar.

Firman Allah, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra`: 85).

Syaikh Ibnu Sa’di berkata tentang ayat ini, “Ayat ini berisi dalil bahwa jika seseorang ditanya tentang sesuatu di mana semestinya penanya lebih layak menanyakan yang lain daripadanya maka hendaknya dia berpaling darinya dengan tidak menjawabnya, lalu membimbingnya kepada pertanyaan yang dia butuhkan dan berguna baginya.”

Firman Allah, “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, ‘Bilakah terjadinya?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Al-A’raf: 187).

Syaikh Ibnu Sa’di berkata, “Oleh karena itu mereka berusaha dengan sungguh-sungguh mengetahui sesuatu yang semestinya tidak perlu di beri usaha demikian, lebih-lebih seperti keadaan orang-orang yang meninggalkan pertanyaan tentang yang lebih penting dan membiarkan ilmu yang wajib mereka ketahui kemudian mencari sesuatu di mana tidak seorang pun memiliki jalan untuk mengetahuinya dan mereka juga tidak dituntut untuk mengetahuinya.”

Inilah sebagian keunggulan dan keistimewaan al-Qur`an, dengan mengetahuinya semoga iman dan keyakinan kita kepadanya semakin kuat dan tebal.
(Izzudin Karimi)