Tanya :

Seseorang meninggalkan istrinya selama dua tahun, dia tidak mencerainya dan tidak pula kembali kepadanya untuk kemaslahatan anak-anaknya, dan tidak melaksanakan kewajiban nafkah kepadanya, sedang istrinya itu tidak mempunyai kerabat dekat dan tidak pula ada yang menafkahkannya, keadaannya sangat sulit, dia terputus dari semua orang kecuali Allah Ta’ala, oleh karena itu apa hukum Agama terhadap suami seperti ini yang meninggalkan istrinya mengalami keadaan yang pahit ini ?

Jawab :

Tidak diragukan bahwa seorang istri mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh seorang suami. Allah berfirman : { Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf } al-Baqarah : 228. dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya istri-istri kamu mempunyai hak yang harus kamu penuhi. HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dan Allah berfirman { dan bergaullah dengan mereka secara patut } an-Nisa’: 19. dan firman-Nya { Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik }. Al-Baqarah : 229. dan dalil-dalil lain yang mewajibkan seorang suami agar bertaqwa kepada Allah terhadap amanat yang ada padanya yaitu istrinya, dan memenuhi hak-haknya dan tidak boleh baginya untuk mengurangi hak istrinya sedikitpun juga, kecuali dengan sebab yang dibolehkan oleh Agama seperti kalau dia itu nusyuz ( yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri, nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. ). Dan apa yang telah disebutkan oleh penanya yaitu seorang suami meninggalkan istrinya dalam jangka waktu yang sangat panjang dan tidak memberikan kepadanya hak-haknya, jelas ini adalah perbuatan zhalim yang tidak boleh dia lakukan, jika yang demikian benar-benar terjadi, dan tanpa sebab yang dibolehkan oleh Agama, maka sungguh dia telah berbuat zhalim terhadapnya, oleh karena itu dia harus bertaubat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan segera melaksanakan kewajibannya terhadap isterinya dan memenuhi hak-haknya, dan harus minta maaf kepadanya dari kezhalimannya itu. Dan demikian halnya dengan anak-anaknya, sesungguhnya mereka juga mempunyai hak yang harus dipenuhi olehnya sebagai bapak, dan tidak boleh dia menyia-nyiakan mereka dan meremehkan kewajiban mendidik mereka dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, karena tanggungjawab seorang bapak terhadap anak adalah tanggungjawab yang agung, sampai kalau terjadi antara dia dan istrinya kesalahpahaman, maka sesungguhnya hak-hak mereka tidak gugur sama sekali. Bagaimanapun juga , masalah ini adalah masalah yang sangat penting, dan tidak boleh seorang suami bertindak zhalim terhadap istri dan anak-anaknya, bahkan dia harus segera bertaubat kepada Allah dan kembali ke jalan yang benar, jika dia tidak melakukan yang demikian, maka hal tersebut harus dilaporkan kepada pihak yang berwenang, agar dia segera mengambil tindakan terhadap suaminya tersebut. Wallahu a’lam Fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan, Fatawa Mar’ah Muslim, Juz.II Hal.667.