Kejujuran ada bermacam-macam dan bukan hanya satu macam saja. Oleh karena itu merupakan kekeliruan jika ada orang yang berkeyakinan bahwa jujur itu hanya terbatas pada lisan saja. Yang benar adalah kejujuran itu ada dalam ucapan, perbuatan dan segenap keadaan. Imam Ibnul Qayyim berkata, “Orang yang jujur adalah orang yang segala urusannya adalah kejujuran, baik dalam ucapan, perbuatan dan keadaannya.”

Penjelasan secara global dari tiga macam kejujuran ini yaitu:
1. Jujur dalam ucapan ialah lurusnya lisan di dalam berbicara sebagaimana sesuainya ranting dengan batang pohon.
2. Jujur dalam perbuatan yaitu kesesuaian perbuatan dengan perintah dan mutaba’ah (selaras) sebagaimana kesesuaian kepala dengan badan.
3. Jujur dalam keadaan yaitu kesesuaian perbuatan hati dan anggota badan dengan keikhlasan, dengan memanfaat-kan kesempatan dan mencurahkan kemampuan secara maksimal.

Dengan ini semua maka seorang hamba akan tergolong sebagai hamba yang jujur dengan sebenarnya. Dengan melaksanakan segala macam kejujuran tersebut secara utuh dan terus menegakkannya, maka akan diperoleh predikat “shiddiqiyyah”. Oleh karena itu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mendapat gelar as-Shiddiq secara mutlak dan beliau telah meraih puncak kejujuran (shiddiqiyyah) yang tertinggi. (Madarij as-Salikin 2/270). Ke tiga macam kejujuran di atas dapat dijelaskan secara lebih terinci sebagai berikut:

Jujur Dalam Ucapan

Yaitu wajib bagi setiap muslim untuk menjaga lisannya, dan tidak berbicara kecuali dengan jujur dan benar. Karena Allah subhanahu wata’ala akan meminta pertanggung-jawaban atas ucapan lisan, sebagaimana firman-Nya, artinya:
“Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS.An-Nur:24)

Dan selayaknya seorang muslim menjauhi kata-kata kiasan atau sindiran kecuali dalam kondisi diperlukan dan akan mendatangkan maslahat (manfaat). Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya dalam kalimat kiasan tidak terdapat unsur dusta.” (Az-Zuhd, Hinad bin As-Sirri 2/636)

Masuk kategori jujur dalam ucapan adalah jujur dalam menyampaikan berita, dan termasuk juga menepati janji yang diucapkan.

Jujur Dalam Perbuatan

Yaitu kesesuaian antara yang terlihat dan yang tersembunyi, atau lahirnya tidak ada perbedaan dengan batinnya. Abdul Wahid bin Zaid al-Bashri berkata, “Hasan al-Bashri apabila beliau memerintahkan manusia dengan sesuatu, maka dia adalah orang yang paling giat dalam melaksanakannya. Dan apabila beliau melarang manusia dari sesuatu, maka dia adalah orang yang paling menjauhinya. Dan aku tidak pernah melihat seseorang yang paling sama antara yang tersembunyi dengan yang tampak melebihi dia.”

Dan berkata Mutharrif, “Apabila seorang hamba sesuai antara yang tersembunyi dengan yang tampak, maka Allah subhanahu wata’ala akan berkata, “Ini adalah hamba-Ku yang sebenarnya.”

Jujur dalam Segala Keadaan

Ini adalah tingkatan jujur yang tertinggi, seperti jujur dalam niat yang ikhlas dan dalam rasa takut, dalam bertaubat, pengharapan, zuhud, cinta, tawakkal dan selainnya. Oleh karena itu segala amalan hati pada dasarnya bermuara dalam kejujuran, sehingga kapan saja seorang hamba jujur dalam seluruh kondisi tersebut, maka dia akan terangkat dan tinggi kedudukannya di sisi Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat:15)

Al Imam Ibnul Qayyim berkata, “Abu bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu telah mencapai puncak kejujuran (shiddiqiyyah), dan beliau disebut sebagai ash-Shiddiq secara mutlak, yang maknanya lebih mendalam daripada ash-Shaduq, ash-Shuduq atau ash-Shaadiq. Maka puncak tertinggi sifat jujur adalah ash-shiddiqiyyah yaitu ketundukan yang sempurna terhadap utusan Allah subhanahu wata’ala (rasul) disertai sempurnanya keikhlasan terhadap Pengutusnya. (Madarij as-Salikin 2/270))

BUAH KEJUJURAN

1. Masuk Surga
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang amal yang dapat memasukkan ke dalam surga, maka beliau menjawab, “Kejujuran.” (HR. Ahmad). Dan juga pada hari Kiamat tidak ada yang dapat memberikan manfaat dan menyelamatkan dari adzab selain kejujuran.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun ridha terhadap-nya. Itulah keberuntungan yang paling besar”. (QS. Al-Maidah:119)

2. Mendapatkan Taufik
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berkata kepada Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu, salah seorang yang tidak ikut berperang dalam Perang Tabuk yang secara jujur mengakui kesalahannya dan tidak membuat alasan dusta, “Adapun dia, maka sungguh telah berlaku jujur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Sehingga turun ayat pengampunan untuknya.

3. Memperoleh Keselamatan
Kejujuran akan mendatangkan keselamatan, melepaskan dari kesempitan dan bencana, sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari tentang sekelompok orang yang terjebak dalam gua yang pintunya tertutup oleh batu besar. Salah satu dari mereka berkata, “Tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian selain kejujuran, maka hendaklah masing-masing berdo’a dangan suatu amalan yang diketahui bahwa dia telah jujur dalam amalan tersebut.” (HR. Al-Bukhari)

4. Baiknya Batin
Barang siapa yang jujur dalam amalan yang lahir dan tampak maka itu menunjukkan bahwa batinnya adalah baik.

5. Memperoleh Maslahat
Kejujuran akan mendatangkan manfaat dan maslahat di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat al-Maidah 119 di atas.

6. Mendatangkan Ketenangan
Kejujuran akan mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan, sebagai-mana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Kejujuran adalah ketenangan sedangkan dusta adalah kege-lisahan dan keraguan.” (HR. At-Tirmidzi, dan berkata hadits hasan shahih)

7. Ketegaran
Seorang yang jujur akan selalu tegar dan tidak goyah di dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan.

8. Jujur Pangkal Kebaikan
Pokok seluruh kebaikan adalah kejujuran dan sebaliknya pangkal seluruh keburukan adalah dusta, sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam awal pembahasan dari bab ini.

9. Terlepas Dari Kemunafikan
Seorang yang selalu jujur, maka akan terbebas dari sifat kemunafikan, sebagaimana disebutkan di dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tiga perkara yang jika terdapat pada seseorang maka dia adalah seorang munafik. (Yaitu); Apabila berbicara dusta; Apabila berjanji menyelisihi; Dan apabila dipercaya berkhianat.”

10. Turunnya Malaikat
Malaikat turun kepada orang yang jujur sedangkan syetan turun kepada orang yang dusta. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa.” (QS. Asy-Syu’ara’:221-222)

11. Orang yang jujur akan diberikan firasat yang benar.

12. Orang yang jujur dalam mengemukakan pendapat akan menang hujjahnya, sebab Allah subhanahu wata’ala akan meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dan kuat di dunia dan di akhirat.

13. Orang yang jujur berhak mendapatkan pujian dari manusia, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala ketika menyebutkan para nabi, artinya,
Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.” (QS. Maryam:55)

14. Jujur dalam mu’amalah dan jual beli akan mendatangkan keber-kahan, sedangkan dusta dan menyembunyikan cacat akan menghalangi barakah.

Sumber: Majalah “Al Jundi Al Muslim” No.121 Ramadhan 1426, oleh Syaikh Sulthan Fuad Al-Thubaisyi. bagian ke 3 dari 4 edisi.