Aku tidak tahu dengan apa dan bagaimana para orang tua menjawab pertanyaan-pertanyaan anak-anak mereka dalam segala hal yang mereka temui dalam kehidupan mereka, khususnya pertanyaan yang datang tiba-tiba, menggunakan cara yang terlihat aneh, dan terkadang juga dengan cara bercanda.

Dan yang lebih penting dari hal itu adalah pertanyaan yang sangat pribadi, seperti misalnya:
1. Kenapa engkau tidak shalat, Pak? ;
2. Kenapa engkau merokok, Pak?;
3. Kenapa orang-orang berduyun-duyun ke masjid ketika Ramadhan, Pak?;
Dan berbagai pertanyaan lainnya yang bisa mengkerutkan kening.

Yang terpenting adalah menjawab dengan baik, menyenangkan, dengan cara yang simpel, praktis, dan tepat. Tidak semestinya berpura-pura dan meremehkan pertanyaan-pertanyaan itu. Yang lebih menyedihkan lagi adalah perilaku para orang tua yang mencela atau memarahi sang anak ketika mengutarakan pertanyaan-pertanyaan tersebut, padahal sang anak sebenarnya tidak ingin bertanya, kecuali sekedar bercanda atau ingin tahu saja.

Banyak orang tua yang menganggap bodoh fikiran anak-anak mereka dan melecehkan pertanyaan, ide, dan usulan mereka; dan merasa hina jika menjawab pertanyaan mereka, lalu akhirnya tidak melirik sedikitpun kepadanya, sehingga akhirnya anak-anak tidak berkembang sebagaimana mestinya, dan terjadi penyimpangan karena perilaku yang salah yang ditunjukkan orang tua.

Apa yang Sebaiknya Orang Tua Lakukan?

Berusaha sekuat kemampuan mereka agar tidak muncul dari mereka generasi yang tenggelam dalam kebodohan akan lingkungannya karena terjangkit penyakit sizoprenia (penyimpangan perilaku berupa suka mengasingkan diri dari orang lain -pent), juga sizoprenia pemikiran (tidak mau mengetahui pemikiran orang lain -pent) yang ada di lingkungan sekitar. Dari hal ini akan berakibat munculnya sikap negatif dari para orang tua dan anak-anak enggan memikirkan diri dan fikirannya, tidak memberikan porsi perhatian yang cukup kepada anak-anak dan seambreg pertanyaan mereka. Padahal anak-anak adalah bunga kehidupan, mutiara qalbu, dan penyejuk jiwa. Oleh karena itu, menanamkan kepercayaan diri pada mereka akan menjadikan mereka percaya dan komit kepada kita.

Dan jadikanlah ikatan jiwa dan fikiran diantara orang tua dan anak demikian kuat, terasan dan berpengaruh. Dan bersungguh-sungguhlah membina mereka dan untuk kebaikan mereka dengan kesungguhan karena Allah ta’alaa, sehingga kita termasuk orang yang mengemban amanah Allah yang itu pun akan kembali kepada kita beruba kebaikan dunia dan akhirat, jika kita ikhlas kepada-Nya.

Sesungguhnya hilangnya “bahasa” dialog antara orang tua dan anak, dan hilangnya “respon positif” terhadap pertanyaan yang menyeruak dari anak-anak terhadap berdampak bahaya yang tidak ringan, anak menjadi tidak percaya diri atau tidak percaya/komit kepada orang tua. Dan jika sudah demikian, maka anak-anak akan berpindah kepada orang lain dalam berkeluh-kesah, mengungkapkan gejolak qalbu dan fikirannya. Dan jika orang tersebut tidak baik atau jelek adab dan akhlaqnya, maka masalah yang tidak bisa dianggap remeh akan menghadang sang anak. (Abm)
Sumber: Majalah Al-Da’wah (Riyadh-KSA) No. 1923/2111424H/25122003M
Penerjemah: Abu Muhammad ibn SHadiq