Sebuah riset kedokteran mengungkap, mayoritas warga Amerika yang selamat dari tragedi robohnya menara kembar WTC pada 11 September beberapa tahun lalu mengalami sakit jiwa sekali pun tragedi itu sudah berlangsung lebih dari 4 tahun.

Seperti yang dilansir kantor berita ‘Associated Press’ dari beberapa peneliti di Pusat Pemberantasan Dan Pencegahan Penyakit (P4) di Amerika, para korban selamat menjelang robohnya kedua menara tersebut mengalami sakit jiwa, khususnya ketika berhadapan dengan lingkungan yang mirip dengan situasi saat mereka berhasil melarikan diri pada tragedi mengerikan itu. Mereka terkadang mengalami sesak nafas atau kejang-kejang bila ditempatkan di dalam suasana yang berdebu dan banyak puing-puing.

Dokter Robert Brackbell mengatakan, pengalaman tersebut amat mempengaruhi kesehatan jiwa para korban selamat itu. Brackbell bekerja di P4 untuk memantau kesehatan lebih dari 71.000 orang yang saat itu berada di dekat lokasi kejadian.

P4 telah melakukan riset dengan menginterview sebanyak hampir 8418 orang korban selamat dari tragedi naas itu. Interview itu difokuskan untuk mengetahui kondisi kejiwaan mereka. Salah seorang pegawai di P4, Daniel Slyfin mengatakan, Kami hanya berupaya untuk mulai mengetahui pengaruh-pengaruh tragedi paling buruk yang disaksikan kota New York dalam sejarahnya itu dari sisi kesehatan. Slyfin menambahkan, amat penting sekali mengetahui apakah pengaruh-pengaruh alami dan mental ini akan berlangsung secara permanen ataukah seiring dengan perjalanan waktu lambat laun akan berkurang.?

Riset itu akhirnya menyimpulkan, lebih dari 60% korban selamat itu mengalami sakit jiwa; 40% di antarnya kemungkinan besar mengalami problem kejiwaan yang serius sementara lebih dari 56% lagi mengalami kendala saluran pernafasan. (ismo/AH)