(1102) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Tsabit bin adh-Dhahhak radiyallahu ‘anhu dan dia termasuk Ashhab asy-Syajarah (ikut dalam Bai’at ar-Ridhwan) dia berkata,”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ.

‘Melaknat seorang Muslim adalah bagaikan membunuhnya’” ( Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adab, Bab Ma Yunha an as-Sibab wa al-Li’an, 10/464, no. 6047; dan Muslim, Kitab al-Iman, Bab Ghilzhu Tahrim Qatli an-Nafs, 1/104, no. 110.)

(1103) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Kitab al-Bir, Bab an-Nahyu an La’ni ad-Dawab, 4/2005, no. 2597.) dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَنْبَغِي لِصِدِّيْقٍ أَنْ يَكُوْنَ لَعَّانًا.

“Tidak layak bagi seorang mukmin (yang memiliki iman yang baik) untuk menjadi tukang laknat.”

(1104) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim juga, Kitab al-Bir, Bab an-Nahyu an La’ni ad-Dawab, 4/2006, no. 2598, dari Abu ad-Darda` radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَكُوْنُ اللَّعَّانُوْنَ شُفَعَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Orang yang banyak melaknat tidak akan diberi syafa’at dan syahadatnya tidak akan diterima pada Hari Kiamat.

(1105) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan at-Tirmidzi, dari Samurah bin Jundab (atau Jundub) radiyallahu ‘anhu, dia berkata,”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ تَلاَعَنُوْا بِلَعْنَةِ اللهِ وَلاَ بِغَضَبِهِ وَلاَ بِالنَّارِ.

“Janganlah kalian saling melaknat dengan laknat Allah, dan jangan pula dengan kemurkaan-Nya, serta jangan pula (saling melaknat) dengan neraka.”

catatan: Hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thayalisi 911; Ahmad 5/15; al-Bukhari dalam al-adab al-Mufrad, no.320; Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab al-La’nu, 2/965, no. 4906; at-Tirmidzi dalam Kitab al-Bir, Bab al-La’nah, 4/350, no. 1976; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 7/207, no. 6858, 6859 dan 6948, dan dalam ad-Du’a`, no. 2075 dan 2076; al-Hakim 1/48; dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 5160 dan 5161: dari jalur al-Hasan, dari Samurah dengan hadits tersebut.
Hadits ini sanadnya munqathi’, al-Hasan tidak mendengarnya dari Samurah, maka dengan hal ini al-Mundziri menyata-kannya berillat. Akan tetapi ath-Thabrani 7/249, no. 7013 dan 7014 meriwayatkannya dari jalur Ja’far bin Sa’ad bin Samurah, dari Khubaib bin Sulaiman bin Samurah, dari ayahnya, dari Samurah. Ja’far adalah seorang yang layyin (lemah), Khubaib: majhul, dan ayahnya tidak mengapa (la ba’sa bihi) dalam mutaba’ah, maka sanad ini dhaif, dan dia mempunyai syahid dalam riwayat Abdurrazaq, no. 19531, al-Khara`ithi dalam al-Masawi`, no. 69, dan al-Baghawi, no. 3557, dengan sanad yang shahih dari Humaid bin Hilal secara mursal. Maka tidak kurang dari penghasanan hadits dengan dua jalurnya dan satu syahid. At-Tirmidzi, al-Hakim dan adz-Dzahabi menshahihkannya. Al-Albani menghasan-kannya dalam Shahih Abu Dawud kemudian menitipkannya ke dalam Dhaif al-adab al-Mufrad. Dan yang pertama adalah lebih utama.
At-Tirmidzi berkata,”Hadits ini hasan.”

(1106) Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi, dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلاَ اللَّعَّانِ وَلاَ الْفَاحِشِ وَلاَ الْبَذِيْءِ.

“Seorang Mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, banyak melaknat, melakukan perbuatan keji, dan berkata kotor.”

catatan: Shahih: : Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, no. 30329; Ahmad 1/404 al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no. 332; at-Tirmidzi, Kitab al-Bir, Bab Ma Ja’a fi al-La’nah, 4/350, no. 1977; Ibnu Abi ad-Dunya dalam ash-Shamtu, no. 330; Abu Ya’la, no. 5369; ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 2074, al-Hakim 1/12; Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 4/235, 5/58; al-Baihaqi 10/243; dan al-Baghawi, no. 3555: dari berbagai jalur, dari Muhammad bin Sabiq, Isra`il telah mengabarkan kepada kami, dari al-A’masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas’ud secara marfu’.

At-Tirmidzi berkata,”Hadits ini hasan gharib.” Al-Baghawi dan Ibn al-Qayyim menyetujuinya, sedangkan Ibnu al-Qaththan dan Ibnu al-Madini mendhaifkannya. Dan ad-Daruquthni berkata,”Hadits ini diriwayatkan secara marfu’ dan mauquf, dan pendapat yang memauqufkan adalah lebih shahih.” Saya berkata, “Ucapannya ini tidak mengharuskan dhaifnya riwayat yang marfu’. Lalu sanad [marfu’ berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim sebagaimana dikatakan oleh al-Hakim, dan pada diri Muhammad bin Sabiq terdapat perbincangan kecil. Keduanya telah berhujjah dengannya. Maka tidak kurang dari penghasanan haditsnya, terutama bahwa hadits ini telah muncul secara marfu’ dari jalur sanad yang lain. Maka Ahmad meriwayatkannya 1/416; al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no. 312, Ibnu Abi ad-Dunya dalam ash-Shamt, no. 321, Abu Ya’la, no. 5088 dan 5379; Ibnu Hibban, no. 192; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 10/207, no. 10483; dan dalam ad-Du’a`, no. 2073; al-Hakim 1/12; dan al-Baihaqi 10/193: dari berbagai jalur, dari Abu Bakar bin Ayasy, al-Hasan bin Amr al-Fuqaimi telah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Abdurrahman bin Yazid, dari Ibnu Mas’ud. Dan al-Hakim menshahihkannya berdasarkan syarat keduanya, dan adz-Dzahabi diam terhadapnya dan tidak memberikan pendapat, al-Albani mengikutinya bahwa ia shahih saja. Maka kemarfu’an adalah sangat shahih disebabkan oleh terkumpulnya dua jalur ini, bagaimana mungkin tidak, sedangkan ia memiliki selain keduanya

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”

(1107) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, dari Abu ad-Darda` radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا لَعَنَ شَيْئًا، صَعِدَتِ اللَّعْنَةُ إِلَى السَّمَاءِ، فَتُغْلَقُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ دُوْنَهَا، ثُمَّ تَهْبِطُ إِلَى اْلأَرْضِ، فَتُغْلَقُ أَبْوَابُهَا دُوْنَهَا، ثُمَّ تَأْخُذُ يَمِيْنًا وَشِمَالاً، فَإِذَا لَمْ تَجِدْ مَسَاغًا، رَجَعَتْ إِلَى الَّذِي لُعِنَ، فَإِنْ كَانَ أَهْلاً لِذلِكَ، وَإِلاَّ، رَجَعَتْ إِلَى قَائِلِهَا.

“Sesungguhnya seorang hamba apabila melaknat sesuatu, maka naiklah laknat tersebut ke langit lalu ditutuplah pintu langit di depan laknat tersebut, kemudian turun ke bumi, lalu ditutuplah pintu bumi di depan laknat tersebut, kemudian mulai bergerak ke kanan ke kiri, bila ia tidak menemukan jalan keluar, maka ia kembali kepada yang dilaknat itu; apabila ia berhak mendapatkannya. Namun bila tidak demikian, maka laknat tersebut kembali kepada yang mengucapkannya.

catatan: Hasan: : Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab al-La’n, 2/694, no. 4905; Ibnu Abi ad-Dunya dalam ash-Shamt, no. 381; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 5162; dan al-Ashbahani dalam at-Targhib, no. 2357: dari jalur Yahya bin Hassan, al-Walid bin Rabah telah menceritakan kepada kami, saya mendengar Nimran menyebutkan dari Ummu ad-Darda`, dari Abu ad-Darda` dengan hadits tersebut.

Sanad ini tidak mengapa (la ba’sa bihi) dalam syawahid, para perawinya tsiqah kecuali Nimran. Ibnu Hibban telah men-tsiqahkannya, dan dua orang rawi telah meriwayatkan darinya, walaupun hadits ini belum menjadi hasan, namun tidak kurang dari layak karena adanya syawahid. Dan ia mempunyai syahid dari hadits Ibnu Mas’ud pada Ahmad 1/408 dan 425, dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 5163, dengan sanad yang dijayyidkan oleh al-Mundziri. Dan hadits ini hasan dengan Syahid ini walaupun tidak berada di atasnya. Al-Asqalani dan al-Albani telah menguatkannya.

(1108) Kami meriwayatkan dalam kitab Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ لَعَنَ شَيْئًا لَيْسَ لَهُ بِأَهْلٍ، رَجَعَتِ اللَّعْنَةُ عَلَيْهِ.

“Barangsiapa yang melaknat sesuatu yang tidak berhak dilaknat maka laknat tersebut kembali kepadanya.

catatan: Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibid., 2/695, no. 4908, at-Tirmidzi, Ibid., no. 1978, Ibnu Hibban, no. 5745, ath-Thabrani 12/124, no. 12757, dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 5235: dari jalur Bisyr bin Umar, Abban bin Yazid al-Athar telah menceritakan kepada kami, Qatadah telah menceritakan kepada kami, dari Abu al-Aliyah, dari Ibnu Abbas dengan hadits tersebut.

Sanad ini shahih, asy-Syaikhain telah berhujjah dengan semua perawinya, dan ia berdasarkan syarat keduanya, apabila tidak ada illat yang diisyaratkan oleh at-Tirmidzi dengan ucapannya,”Kami tidak mengetahui seorang pun yang memus-nadkannya selain Bisyr bin Umar.” Saya berkata, Dan yang menyelisihinya adalah Muslim bin Ibrahim -dan dia adalah tsiqah, terjaga dan termasuk perawi asy-Syaikhain-, maka dia meriwayatkannya dari Aban, dari Qatadah, dari Abu al-Aliyah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dia memursalkannya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibid., dan al-Baihaqi no. 5236. Saya telah kemukakan tidak hanya sekali bahwa hukum hadits semisal ini adalah bersambung. Oleh karena itu, al-Mundziri tidak mempedulikan illat ini, bahkan dia berkata meluruskan perkataan at-Tirmidzi yang lalu, “Dan Bisyr bin Umar ini adalah az-Zahrani, al-Bukhari dan Muslim berhujjah dengannya. Dia memaksudkan bahwa tambahannya adalah tambahan dari seorang yang tsiqah (ziyadah ats-tsiqah) yang tempat kembalinya tertentukan kepadanya, dan inilah yang benar. Maka haditsnya shahih, at-Tirmidzi telah menghasankannya, Ibnu Hibban, al-Mundziri dan al-Albani telah menshahihkannya.

(1109) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Kitab al-Bir wa ash-Shillah, Bab an-Nahyu an La’ni ad-Dawab, 4/2004, no. 2595. dari Imran bin al-Hushain radiyallahu ‘anhu, dia berkata,

بَيْنَمَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَامْرَأَةٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ عَلَى نَاقَةٍ، فَضَجِرَتْ، فَلَعَنَتْهَا فَسَمِعَهَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ: خُذُوْا مَا عَلَيْهَا، وَدَعُوْهَا، فَإِنَّهَا مَلْعُوْنَةٌ. قَالَ عِمْرَانُ: فَكَأَنِّيْ أَرَاهَا اْلآنَ تَمْشِي فِي النَّاسِ مَا يَعْرِضُ لَهَا أَحَدٌ.

“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tengah dalam suatu perjalanan bepergiannya, terdapat seorang wanita Anshar berada di atas unta, tiba-tiba unta itu menghentak, maka wanita tersebut melaknatnya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar laknatnya, seraya bersabda, ‘Ambillah barang yang ada di atas punggungnya, dan lepaskanlah ia, karena ia telah terlaknat.’ Imran berkata, ‘Seakan-akan sekarang aku melihatnya berjalan di antara manusia. Tidak ada seorang pun yang mengganggunya.”

Saya berkata, Para ulama berselisih pendapat tentang keislaman Hushain ayah Imran dan statusnya sebagai shahabiyat. Dan pendapat yang benar adalah bahwa dia masuk Islam dan juga seorang sahabat. Oleh karena itu saya mengatakan, radiyallahu ‘anhu (semoga Allah meridhai keduanya).

(1110) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim juga, Kitab al-Bir wa ash-Shillah, Bab an-Nahyu an La’ni ad-Dawab, 4/2005, no. 2595. dari Abu Barzah radiyallahu ‘anhu, dia berkata,

بَيْنَمَا جَارِيَةٌ عَلَى نَاقَةٍ، عَلَيْهَا بَعْضُ مَتَاعِ الْقَوْمِ، إِذْ بَصُرَتْ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، وَتَضَايَقَ بِهِمُ الْجَبَلُ، فَقَالَتْ: حَلْ، اَللّهُمَّ الْعَنْهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: لاَ تُصَاحِبْنَا نَاقَةٌ عَلَيْهَا لَعْنَةٌ (وَفِي رِوَايَةٍ: لاَ تُصَاحِبُنَا رَاحِلَةٌ عَلَيْهَا لَعْنَةٌ مِنَ اللهِ ).

“Ketika seorang anak perempuan berada di atas seekor unta yang di atasnya terdapat beberapa barang milik suatu kaum, tiba-tiba dia melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan gunung membuat mereka sempit, maka dia berkata, ‘Hal (kalimat seru untuk menghalau unta)! Ya Allah laknatilah ia.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda, “Janganlah ada unta yang mendapatkan laknat yang menemani kami”. Dalam riwayat lain, ‘Janganlah ada kendaraan yang mendapatkan laknat dari Allah yang menemani kami’.”

Saya berkata, “حَلْ” bermakna, kata yang digunakan untuk membentak unta.

Pasal: Tentang kebolehan melaknat ahli maksiat secara tidak langsung dan tidak dikenal. Hal tersebut ditetapkan dalam hadits-hadits shahih lagi masyhur:

(1111) Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ.

“Allah melaknat orang yang memakaikan rambut sanggul dan orang yang minta dipakaikan rambut sanggul.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Libas, Bab Washlu asy-Sya’ri, 10/374, NO. 5935 dan 5936; dan Muslim, Kitab al-Libas, Bab Tahrim Fi’li al-Washilah, 3/1676, no. 2122: dari hadits Asma` binti Abu Bakar.

(1112) Dan bahwasanya beliau bersabda,

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم آكِلَ الرِّبَا.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan riba.” Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Masaqah, Bab La’nu Akili ar-Riba, 3/1218, no. 1597: dari hadits Ibnu Mas’ud.

(1113) Dan bahwasanya beliau bersabda,

لَعَنَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْمُصَوِّرِيْنَ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat para pelukis (makhluk hidup).” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Buyu’, Bab Mukil ar-Riba, 4/314, no. 2086: dari hadits Abu Juhaifah radiyallahu ‘anhu .

(1114) Dan bahwasanya beliau bersabda,

لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ اْلأَرْضِ.

“Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah.” Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Adhahi, Bab Tahrim adh-Dzabhi Lighairillah, 3/1567, no. 1978: dari hadits Ali radiyallahu ‘anhu.

(1115) Dan bahwasanya beliau bersabda,

لَعَنَ اللهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ.

“Allah melaknat pencuri yang mencuri telur.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Hudud, Bab La’nu as-Sariq, 12/81, no. 6783; dan Muslim, Kitab al-Hudud, Bab Haddu as-Saraqah, 3/1314, no. 1687: dari hadits Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu.

(1116) Dan bahwasanya beliau bersabda,

لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ.

“Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya, dan Allah juga melaknat orang yang menyembelih hewan untuk selain Allah.” Sebagian dari hadits Ali yang telah lalu.

(1117) Dan bahwasanya beliau bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِيْهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.

“Barangsiapa yang membuat-buat bid’ah di Madinah atau melindungi pelaku bid’ah, maka dia mendapatkan laknat Allah, Malaikat, dan seluruh manusia.”

catatan: Pada sebagian naskah “فِيْنَا” dan yang paling utama adalah yang telah saya tetapkan dari sebagian naskah, karena kesesuaiannya dengan hadits yang ada dalam ash-Shahih.

(1118) Dan bahwasanya beliau bersabda,

اَللّهُمَّ الْعَنْ رِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ، عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ.

“Ya Allah, laknatlah bani Dzakwan, Ri’l dan Ushayyah yang telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Maghazi, Bab Ghazwah ar-Raji’, 7/385, no. 4088-4092; dan Muslim, Kitab al-Masajid, Bab Istihbab al-Qunut, 1/468, no. 677: dari hadits Anas radiyallahu ‘anhu.

Dan ini adalah nama tiga kabilah dari bangsa Arab.

(1119) Dan bahwasanya beliau bersabda,

لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ؛ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُوْمُ، فَبَاعُوْهَا.

“Allah melaknat orang Yahudi; lemak (babi) diharamkan bagi mereka namun mereka menjualnya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Buyu’, Bab La Yudzabu Syahmu al-Maitah, 4/414, no. 2223; dan Muslim, Kitab al-Masaqah, Bab Tahrim Bai’ al-Khamr wa al-Maitah, 3/1207, no. 1582: dari hadits Ibnu Abbas dari Umar radiyallahu ‘anhuma.

(1120) Dan bahwasanya beliau bersabda,

لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى، اِتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ.

“Allah melaknat orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat ibadah.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab ash-Shalah, Bab, 1/532, no. 435 dan 436; dan Muslim, Kitab al-Masajid, Bab an-Nahyu an Bina’i al-Masajid ala al-Qubur, 1/377, no. 531: dari hadits Aisyah dan Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma.

(1121) Dan bahwasanya beliau melaknat, Dalam sebagian sumber: bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia melaknat…”. Ini merupakan kesalahan yang nyata, dan yang benar adalah apa yang telah saya tetapkan.

اَلْمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ.

“Para lelaki yang menyerupai wanita, dan wanita-wanita yang menyerupai laki-laki.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Libas, Bab al-Mutasyabbihun bi an-Nisa`, 10/332, no. 5885 dan 5886: dari hadits Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma.

Semua lafazh-lafazh ini terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sebagiannya terdapat pada keduanya dan sebagian lagi terdapat pada salah satu dari keduanya. Dan kami menunjukkan hadits-hadits ini dengan tidak menyebutkan jalur sanadnya adalah untuk meringkas.

(1122) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Kitab al-Libas, Bab an-Nahyu an Dharb al-Hayawan, 4/1673, no. 2118.
dari Jabir radiyallahu ‘anhu ,

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَأَى حِمَاراً قَدْ وُسِمَ فِي وَجْهِهِ، فَقَالَ: لَعَنَ اللهُ الَّذِي وَسَمَهُ.

“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melihat keledai yang wajahnya ditato, lalu beliau bersabda, ‘Allah melaknat orang yang menatonya.”

(1123) Dan dalam ash-Shahihain,

أَنَّ ابْنَ عُمَرَرضي الله عنه مَرَّ بِفِتْيَانٍ مِنْ قُرَيْشٍ قَدْ نَصَبُوْا طَيْرًا وَهُمْ يَرْمُوْنَهُ، فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: لَعَنَ اللهُ مَنْ فَعَلَ هذَا، إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَعَنَ اللهُ مَنِ اتَّخَذَ شَيْئًا فِيْهِ الرُّوْحُ غَرَضًا.

“Sesungguhnya Ibnu Umar radiyallahu ‘anhu melewati beberapa pemuda dari Quraisy yang membidik burung, mereka melemparinya. Ibnu Umar berkata, ‘Semoga Allah melaknat orang yang melakukan hal ini, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Allah melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang mempunyai ruh sebagai sasaran lemparan.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab adz-Dzaba`ih, Bab Ma Yukrah Min al-Mutslah, 9/643, no. 5515; dan Muslim, Kitab ash-Shaid, Bab an-Nahyu an Shabri al-Baha`im, 3/1550, no. 1958.

Pasal: Ketahuilah, bahwasanya melaknat seorang Muslim yang terpelihara (dari perbuatan buruk pent.) hukumnya haram berdasarkan ijma’ kaum Muslimin. Dan boleh melaknat orang-orang yang memiliki sifat tercela, sebagaimana ucapan anda, “Semoga Allah melaknat orang-orang zhalim, semoga Allah melaknat orang-orang kafir, semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, semoga Allah melaknat orang-orang fasik, dan semoga Allah melaknat para pelukis (makhluk hidup) dan semisalnya, sebagaimana telah kami kemukakan pada pasal terdahulu.

Sedangkan melaknat seseorang secara langsung (secara individu) yang mempunyai suatu sifat kemaksiatan seperti Yahudi atau Nasrani atau orang zhalim, pezina, pelukis, pencuri, atau pemakan riba, maka menurut zahirnya hadits bahwa hal tersebut tidaklah haram.

Al-Ghazali mengisyaratkan bahwa hal itu hukumnya haram, kecuali terhadap orang yang kita ketahui bahwa dia mati dalam keadaan kafir, sebagaimana Abu Jahal, Abu Lahab, Fir’aun, Haman dan semisal mereka. Dia berkata, “Karena melaknat adalah menjauhkan seseorang dari rahmat Allah Subhanahu waTa`ala , dan kita tidak mengetahui kematian apa yang menjadi penutup bagi orang fasik atau kafir ini.” Dia berkata, “Adapun orang-orang yang dilaknat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam secara langsung (pada diri mereka), maka hal tersebut boleh, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui kematian mereka dalam keadaan kafir.”

Kesimpulannya adalah, bahwa laknat bagi pelaku maksiat secara tidak langsung adalah boleh. Dan sungguh telah ada laknat terhadap sebagian orang secara langsung (pada individu-individu tertentu) dari kalangan pelaku maksiat dalam as-Sunnah, seperti wanita yang berbaju namun (seperti) telanjang, kaum Ri’l, dan Dzakwan serta selain mereka dari kalangan yang telah disebutkan pada hadits-hadits terdahulu. Oleh karena itu, sebagian ahli ilmu berpendapat membolehkannya, dan hujjah mereka kuat. Walaupun demikian, tidak layak untuk terlalu meluaskan masalah ini, dan membiasakan laknat, karena itu sangat berbahaya, di mana pada umumnya akan menjerumuskan ke dalam sesuatu yang diharamkan secara yakin, yaitu melaknat. orang yang tidak berhak. Maka cukuplah bagi anda sebagai pencegah bahwasanya laknat bukanlah termasuk sifat para shiddiqin sebagaimana yang telah lalu. Maka yang lebih utama adalah meninggalkannya, dan menggantikannya dengan doa untuk perbaikan dan hidayahnya. Wallahu A’lam.

Dia berkata, “Dan yang mirip dengan perbuatan melaknat adalah mendoakan kejelekan bagi seseorang, termasuk juga doa terhadap orang zhalim, seperti ucapan seseorang, “Semoga Allah tidak menyehatkan badannya, semoga Allah tidak menyelamatkannya…” dan hal-hal semacam ini, semuanya adalah tercela, begitu pula melaknat semua hewan dan benda, maka semuanya tercela.

Pasal: Abu Ja’far an-Nahhas bercerita dari sebagian ulama, bahwa dia berkata, “Apabila seseorang melaknat orang lain yang tidak berhak dilaknat maka bersegeralah dia ucapkan, ‘Kecuali orang yang tidak berhak.” Ini merupakan pemecahan yang sangat bagus yang dibutuhkan oleh mayoritas manusia saat ini.

Pasal: Dibolehkan bagi orang yang beramar ma’ruf dan nahi munkar, dan setiap para pendidik mengucapkan “Celakalah kamu,” kepada orang yang dinasihatinya dalam perkara ini, atau ucapan, “Wahai yang lemah kondisinya,” atau “Wahai orang yang kurang instrospeksi diri,” atau “Wahai orang yang menganiaya dirinya,” dan semisalnya, di mana ucapan tersebut tidak mencapai batas kedustaan, dan di dalamnya tidak terjadi ucapan berupa tuduhan, baik secara lantang, sindiran, ataupun isyarat, walaupun hal tersebut benar. Dan hal tersebut hanya dibolehkan pada hal yang telah kami kemukakan, dan tujuannya adalah pengajaran dan pencegahan agar ucapan ini lebih mengena pada jiwa.

(1124) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Anas radiyallahu ‘anhu ,

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَأَى رَجُلاً يَسُوْقُ بَدَنَةً، فَقَالَ: اِرْكَبْهَا، فَقَالَ: إِنَّهَا بَدَنَةٌ. قَالَ: اِرْكَبْهَا، قَالَ: إِنَّهَا بَدَنَةٌ. قَالَ فِي الثَّالِثَةِ: اِرْكَبْهَا، وَيْلَكَ.

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang laki-laki sedang menggiring seekor unta, maka beliau bersabda, ‘Kendarailah ia’. Dia menjawab, ‘Sesungguhnya ia seekor unta sembelihan (hadyu)’.(Yang dimaksud adalah seekor unta yang akan disembelih di Ka’bah. Sedangkan laki-laki tersebut berpraduga bahwasanya tidak diperbolehkan untuk mengendarai hewan hadyu (sembelihan) secara mutlak. Oleh karena itu, dia tidak segera mendengarkan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.)Beliau bersabda, ‘Kendarailah ia’. Dia menjawab, ‘Sesungguhnya ia seekor unta sembelihan.’ Beliau bersabda, ‘Kendarailah ia, celakalah kamu’.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Hajj, Bab Rukub al-Budn, 3/536, no. 1690; dan Muslim, Kitab al-Haj, Bab Jawaz Rukub al-Badanah, 2/960, no. 1323

(1125) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Sa’id al-Khudri radiyallahu ‘anhu , dia berkata,

بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وَهُوَ يَقْسِمُ قَسْمًا، أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ، رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيْمٍ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِعْدِلْ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: وَيْلَكَ، وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ؟

“Ketika kami berada dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, di mana beliau sedang membagikan suatu bagian, maka Dzu al-Khuwaishirah, seorang lelaki dari Bani Tamim datang kepadanya, maka dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, berlaku adillah!’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Celakalah kamu, siapa lagi yang bisa berbuat adil kalau saya tidak bisa berbuat adil?” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Manaqib, Bab alamat an-Nubuwwah, 6/617, no. 3610; dan Muslim, Kitab az-Zakah, Bab Dzikr al-Khawarij, 2/641, no. 1064.

(1126) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Kitab al-Jumu’ah, Bab Takhfif ash-Shalah wa al-Khuthbah, 2/594, no. 870 dari Adi bin Hatim radiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَجُلاً خَطَبَ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ: مَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ، فَقَدْ رَشَدَ، وَمَنْ يَعْصِهِمَا، فَقَدْ غَوَى. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: بِئْسَ الْخَطِيْبُ أَنْتَ، قُلْ: وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ.

“Bahwasanya seseorang berceramah di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, ‘Barangsiapa yang menaati Allah dan RasulNya, niscaya dia telah mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa yang berbuat maksiat kepada keduanya, niscaya dia telah tersesat.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,’Sejelek-jeleknya pembicara adalah kamu. Katakanlah, ‘Barangsiapa yang berbuat maksiat kepada Allah dan RasulNya.”

(1127) Kami meriwayatkan juga dalam Shahih Muslim, Kitab ash-Shahabah, Bab Min Fadha`il Ahli Badr . 4/1942, no. 2495. Dari Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhu ,

أَنَّ عَبْدًا لِحَاطِبٍ رضي الله عنه جَاءَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَشْكُو حَاطِبًا، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، لَيَدْخُلَنَّ حَاطِبٌ النَّارَ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: كَذَبْتَ، لاَ يَدْخُلُهَا، فَإِنَّهُ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَّةَ.

“Bahwasanya seorang budak milik Hathib mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengadukan Hathib, maka dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sungguh Hathib akan masuk neraka’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Kamu telah berdusta, dia tidak memasukinya, karena dia mengikuti perang Badar dan perjanjian al-Hudaibiyyah.”

(1128) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, ucapan Abu Bakar ash-Shiddiq radiyallahu ‘anhu terhadap putranya Abdurrahman ketika dia tidak menemukan hidangan malam untuk para tamunya “Wahai Ghuntsur!” (ungkapan mencela, maknanya hai orang yang tercela, pent), dan penjelasan hadits ini telah dikemukakan dalam “Kitab tentang nama”.

(1129) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim,

أَنَّ جَابِرًا صَلَّى فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَثِيَابُهُ مَوْضُوْعَةٌ عِنْدَهُ، فَقِيْلَ لَهُ: فَعَلْتَ هذَا؟ فَقَالَ: فَعَلْتُهُ لِيَرَانِي الْجُهَّالُ مِثْلُكُمْ (وَفِي رِوَايَةٍ: لِيَرَانِيْ أَحْمَقُ مِثْلُكَ).

“Bahwasanya Jabir shalat dengan memakai sehelai baju, dan bajunya diletakkan di sampingnya. Maka dikatakan kepadanya, ‘Kenapa kamu lakukan ini?’ Dia menjawab, ‘Saya melakukannya agar orang bodoh sepertimu melihatku.’ (Dan dalam riwayat lain, ‘Agar orang tolol sepertimu melihatku).” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab ash-Shalah, Bab Aqdu al-Izar ala al-Qafa, 1/467, no. 352; dan Muslim, Kitab al-Musafirin, Bab ad-Du’a` fi Shalah al-Lail, 1/532, no. 766.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Rifki Solehan El-Hawary.