Hijrah Di Jalan Allah Subhaanahu wa Ta’ala

Allah Subhannahu wa Ta’ala menjadikan hijrah di jalan Allah sebagai kunci di antara kunci-kunci rizki. Saya akan membicarakan masalah ini –dengan memohon taufik Allah– melalui dua poin berikut ini:

A. Makna Hijrah Di Jalan Allah Subhaanahu wa Ta’ala

الْمُهَا جَرَةَ (hijrah) sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani[1] adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.

Dan hijrah di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh Sayid Muhammad Rasyid Ridha[2] harus dengan sebenar-benarnya. Artinya, maksud orang yang berhijrah dari negerinya itu adalah untuk mendapatkan ridha Allah dengan menegakkan agamaNya yang ia merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Allah, juga untuk menolong saudara-saudaranya yang beriman dari permusuhan orang-orang kafir.

B. Dalil Syar’i Bahwa Hijrah di Jalan Allah Termasuk Kunci Rizki

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa berhijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki adalah firman Allah:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak.” (An-Nisa’: 100).

Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapati dua hal: Pertama, tempat hijrah yang luas kedua, rizki yang banyak

Yang dimaksud tempat hijrah yang luas sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Razi adalah, barangsiapa berhijrah di jalan Allah ke negeri lain, niscaya akan mendapati di negerinya yang baru itu kebaikan dan kenikmatan yang menjadi sebab kehinaan dan kekecewaan para musuhnya yang berada di negeri asalnya. Sebab orang yang memisahkan diri dan pergi ke negeri asing, sehingga mendapatkan ketentraman di sana, lalu berita itu sampai kepada negeri asalnya, niscaya penduduk asli negeri itu akan malu atas buruknya mua’amalah (perlakuan) yang mereka berikan, sehingga dengan demikian mereka merasa hina.’[3]

Sedang yang dimaksud, rizki yang banyak (keluasan), yaitu keluasan rizki. Inilah yang dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhiallaahu anhu dalam menafsirkan ayat ini. Juga dikatakan oleh Ar-Rabi’, Adh-Dhakkak[4], Atha’[5] dan mayoritas ulama.[6]

Qatadah berkata: “Maknanya, keluasan dari kesesatan kepada petunjuk dan dari kemiskinan kepada banyaknya kekayaan.”[7]
Imam Malik berkata: “Keluasan yang dimaksud adalah keluasan negeri.”[8]

Mengomentari ketiga pendapat di atas, Imam Al-Qurthubi mengatakan: “Pendapat Imam Malik lebih dekat pada kefasihan ungkapan bahasa Arab. Sebab keluasan negeri dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rizki. Juga menunjukkan kelapangan dada yang siap menanggung kesedihan dan pikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan kemudahan.”[9]

Pendapat mana saja yang kita ambil dari ketiga pendapat di atas, yang jelas semuanya menunjukkan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapatkan janji dari Allah berupa keluasan rizki, baik dengan ungkapan langsung maupun secara tidak langsung.

Dan sungguh janji Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Menentukan adalah suatu janji yang haq serta tidak pernah luput. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah?

Sungguh dunia telah dan sampai sekarang masih menyaksikan kebenaran janji ini. Dan saya kira, orang yang mengetahui sedikit tentang sejarah Islam pun sudah tahu akan peristiwa hijrahnya para sahabat Rasulullah e ke Madinah.

Ketika para sahabat meninggalkan rumah-rumah, harta benda dan kekayaan mereka untuk hijrah di jalan Allah Subhannahu wa Ta’ala , Allah serta merta mengganti semuanya. Allah memberikan kepada mereka kunci-kunci negeri Syam, Persia dan Yaman. Allah berikan kepada mereka kekuasaan atas istana-istana negeri Syam yang merah, juga istana Mada’in yang putih. Kepada mereka juga dibukakan pintu-pintu Shan’a, serta ditundukkan untuk mereka berbagai simpanan kekayaan Kaisar dan Kisra.

Imam Ar-Razi menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang mulia ini berkata: “Walhasil, seakan-akan dikatakan, ‘Wahai manusia! Jika kamu membenci hijrah dari tanah airmu hanya karena takut mendapatkan kesusahan dan ujian dalam per-jalananmu, maka sekali-kali jangan takut! Karena sesung-guhnya Allah Subhannahu wa Ta’ala akan memberimu berbagai nikmat yang agung dan pahala yang besar dalam hijrahmu. Hal yang ke-mudian menyebabkan kehinaan musuh-musuhmu dan men-jadi sebab bagi kelapangan hidupmu.”[10]

[1] Al-Mufradath fi Gharibil Qur’an, dari asal kataهجر , hal. 537. Tahriru Alfadhit Tanbih, hal. 313 dan kitab At-Ta’rifat, hal. 277.
[2] Tafsirul Manar, 5/359.
[3] At-Tafsirul Kabir, 11/15. Tafsir Al-Qasimi, 5/407. Tafsir At-Tahrir wa Tanwir, 5/180 di mana di dalamnya disebutkan, “Ia akan mendapatkan tempat yang dengan-nya akan merasa hina orang yang menghinakannya. Dengan kata lain, ia bisa menang atas kaumnya, karena bebas merdeka dari mereka, sebagaimana ia bebas dari pemaksaan mereka untuk menjadi orang kafir.”
[4] Al-Muharrar Al-Wajiz, 4/228. Zadul Masir, 2/179. Tafsir Al-Qurthubi, 5/348.
[5] Fathul Qadir, 1/764.
[6] Zadul Masir, 2/179. Ruhul Ma’ani, 5/127. Tafsir Al-manar, 5/359. Aisarut Tafasir, 1/445.
[7] Tafsir Al-Qurthubi, 5/348. Tafsir Ibnu Katsir, 1/597.
[8] Tafsir Al-Qurthubi, 5/348. Ruhul Ma’ani, 5/127.
[9] Tafsir Al-Qurthubi, 5/348.
[10] At-Tafsirul Kabir, 11/15