Mukadimah

Berbagai wacana tentang benda yang sering dianggap sebagian orang sebagai “sumber inspirasi” alias “rokok” telah digulirkan oleh banyak orang dan kalangan. Banyak soroton yang ditujukan terhadapnya dari berbagai sisi pandang dan disiplin ilmu, mulai dari sisi syari’at, medis, sosial, dan juga ekonomi. Semua pakar sepakat bahwa rokok itu merugikan dan membahayakan. Dari sisi pandang syari’at kita semua tahu betapa banyak ulama yang telah menyatakan keharaman atau minimal kemakruhannya (hukum haramnya rokok lebih rajih/ kuat, red). Dari kalangan medis pun telah banyak kita dengar berbagai pernyataan tentang bahaya rokok terhadap kesehatan. Bahkan pada bungkus rokok dan reklamenya pun terpampang peringatan tentang bahaya merokok.

Merokok sangat berbahaya dan merusak kesehatan, di antara bahaya merokok adalah; Mengurangi nafsu makan, menyebabkan penyakit TBC, sesak nafas, kesulitan mencerna makanan, rusaknya hati, berhentinya detak jantung, penyakit kanker, batuk, badan lemas dan kurus, luka lambung dan masih banyak bahaya-bahaya lainnya. Mungkin beberapa penyakit di atas belum tampak pada masa muda karena kuatnya daya tahan tubuh yang diberikan Allah Ta’ala. Tetapi pada masa tua, berbagai penyakit itu akan muncul, kecuali jika Allah Ta’ala menghendaki yang lain. (Rasail at-Taubah min at-Tadkhin)

Di masyarakat mungkin kita juga pernah mendengar adanya perkelahian atau bahkan pembunuhan yang dipicu oleh rokok. Dan tentu masih banyak lagi peristiwa dan kasus berkaitan dengan rokok yang patut untuk kita renungi/ cermati.

Membunuh Pelan-Pelan

Tidak berlebihan jika rokok dikatakan sebagai pembunuh secara perlahan-lahan, karena memang dalam kenyataan kita dapati amat banyak kasus kematian seseorang karena rokok. Tentunya yang terjadi bukan seseorang menghisap rokok lalu dia mati, namun seseorang yang mati karena menderita penyakit akibat yang ditimbulkan mengonsumsi rokok. Mungkin ada baiknya kita simak sebuah kisah tentang akhir memilukan seorang perokok.

Ia seorang pemuda berusia 25 tahun dan pecandu rokok selama bertahun-tahun. Suatu ketika ia masuk ke rumah sakit karena sakit mendadak, yakni lemah jantung. Selama berhari-hari ia dirawat di ruang gawat darurat dengan berbagai peralatan kedokteran yang canggih. Dokter yang menangani pasien tersebut menyarankan kepada para perawat agar pasiennya itu dijauhkan dari rokok, karena rokok itulah penyebab utama sakitnya, bahkan dokter memerintahkan agar setiap yang besuk diperiksa agar tidak secara sembunyi-sembunyi memberikan rokok kepadanya. Selang beberapa lama kesehatannya pulih lagi. Ia kembali melakukan kegiatan-kegiatannya. Namun satu hal, ia tidak mengindahkan nasihat dokter agar berhenti merokok.

Suatu hari, pemuda tersebut hilang, orang-orang pun sibuk mencarinya. Mereka akhirnya menemukan pemuda tersebut tergeletak tewas di sebuah kamar mandi dengan memegang rokok. Kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari kesudahan yang demikian. (Rasail at-Taubah min at-Tadkhin)

Allah Ta’ala telah berfirman, artinya, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa: 29). Dalam ayat lain, “Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri dalam kebinasaan.” (QS. al-Baqarah: 195)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak boleh mendatangkan bahaya dan membalasnya dengan bahaya.”(HR. Ahmad dan Ibnu Majah) di shahihkan oleh al-Albani

Angka Nan Fantastis

Pernahkah kita membayangkan bisa pergi haji? Boro-boro pergi haji, untuk kebutuhan sehari-hari saja sulitnya bukan main, termasuk kebutuhan beli rokok? Coba kita hitung sendiri, kalau kita berasumsi bahwa harga rokok perbungkus Rp. 8.000, dan sehari kita menghabiskan satu bungkus, maka berapa kita telah menabung di perusahaan rokok?

Jika seseorang dalam sehari menghabiskan rokok satu bungkus dengan harga Rp. 8.000,- maka dalam satu bulan dia menghabiskan uang Rp.240.000, atau dalam setahun menghabiskan Rp. 2.880.000,- dan dalam waktu dua puluh lima tahun dia menghabiskan Rp. 72.000.000,- untuk mengasapi mulut dan mengotori paru-paru. Kalau seseorang memulai merokok pada usia 20 tahun, maka dalam usia 45 tahun mungkin saja dia bisa pergi haji, jika uang yang selama ini dia bakar disimpan untuk tabungan pergi haji. Tentu persoalannya bukan hanya berhenti di sini saja, tapi lebih dari itu bagaimana kalau kita nanti ditanya pada Hari Kiamat, “Dari mana engkau memperoleh harta dan ke mana engkau membelanjakannya?”

Contoh lain lagi; Penduduk Indonesia berjumlah sekitar 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta) orang, seandainya dari jumlah tersebut katakanlah seperlimanya (50.000.000 orang) adalah merokok, kemudian dalam sehari mereka membelanjakan uang Rp.1.500 (senilai uang saku anak kelas 1 SD) untuk rokok, maka dalam sehari uang yang dibelanjakan untuk rokok adalah Rp. 75.000.000.000,- (Tujuh puluh lima milyar rupiah) atau 2.250.000.000.000,- (Dua triliyun dua ratus lima puluh milyar rupiah) dalam sebulan.

Maka tidaklah mengherankan kalau perusahaan perusahaan rokok mampu menjadi sponsor untuk acara panggung musik atau acara-acara hiburan lainnya yang spektakuler dan menelan biaya jutaan rupiah, sebab mereka telah disokong dan diberi nafkah oleh para perokok (dan kebanyakan kaum muslimin) yang nilainya miliaran bahkan triliyunan rupiah.

Sangat ironis memang, banyak para perokok yang mungkin mengaku dirinya sebagai orang miskin yang butuh santunan, namun kenyataannya dia seorang donatur yang mampu menyumbang ratusan ribu rupiah per bulan kepada perusahaan “penyakit” yang jelas merugikan dirinya. Sebuah angka yang jarang muncul ketika ada petugas panti asuhan atau panitia pembangunan masjid datang megetuk pintu rumahnya, padahal belum tentu mereka mendatanginya setahun sekali.

Orang Awam Saja Tahu

Pemda DKI telah mengeluarkan perda tentang larangan merokok di tempat-tempat umum tertentu. Dan secara khusus menyebutkan larangan merokok di sekitar area tempat ibadah. Para pengelola atau pengurus tempat ibadah berkewajiban menasehati atau mengingatkan siapa saja yang melakukan pelanggaran ini.

Bukan apa-apa, orang pemerintahan kan notabene jarang melihat permasalahan dari sisi syar’i atau dalil nash, namun lebih pada pertimbangan ketertiban, kenyamanan dan kepatutan. Kalau semua orang, bahkan orang awam pun tahu, bahwa merokok di area tempat ibadah itu sesuatu yang bertentangan dengan kepatutan, melanggar ketertiban dan perilaku yang tidak pantas maka bagaimana bisa seseorang yang kadang dinisbatkan kepada ilmu, ustadz, kiyai, dan semisalnya ada yang tidak paham persoalan ini?

Akhir Kata

Kalau sudah jelas merokok itu tidak baik dari sudut pandang mana pun kecuali dari sudut pandang hawa nafsu, maka hanya tinggal satu hal yang tersisa, yakni berazam untuk bisa berhenti merokok, mulai sekarang juga!

Dan untuk mengantisipasi lahirnya generasi-generasi perokok di kalangan kaum muslimin, khususnya para pemuda dan remaja, maka di antara langkah yang dapat diambil, sebagai berikut:

  • 1. Tarbiyah (pendidikan) keimanan yang sungguh-sungguh untuk setiap individu masyarakat.

  • 2. Adanya teladan yang baik saat di rumah, sekolah, dan lingkungan lainnya.

  • 3. Melarang para guru merokok di depan murid-muridnya.

  • 4. Penerangan yang gencar dan intensif tentang bahaya merokok.

  • 5. Mendorong penguasa (pemerintah & para ulama) untuk komitmen menutup pabrik rokok.

  • 6. Melarang merokok di tempat-tempat kerja, stasiun, bandara, perkantoran dan tempat-tempat umum lainnya.

  • 7. Menyebarkan fatwa para ulama yang menjelaskan tentang haramnya rokok.

  • 8. Menyebarkan nasihat-nasihat dan peringatan-peringatan para dokter tentang bahaya rokok.

  • 9. Peringatan tentang bahaya rokok dalam ceramah-ceramah, khutbah dan lainnya.

  • 10. Nasihat secara pribadi kepada perokok.

Oleh: Abu Ahmad Kholif Mutaqin
Sumber: (Rasail at-Taubah min at-Tadkhin)