Di antara wala` amali yang bertentangan dengan iman adalah mengadakan muktamar-muktamar dan menyusun agenda-agenda pertemuan demi menyatukan agama-agama, menghilangkan perbedaan akidah dan perbedaan-perbedaan asasi di antara agama-gama tersebut, hal itu demi menyatukan agama-agama yang berbeda tersebut di atas dasar pengakuan terhadap akidahnya dan kebenarannya, terkadang mereka menamakan penyatuan palsu di antara tiga agama: Islam, Kristen dan Yahudi dengan nama agama Ibrahim atau agama dunia.

Ajakan-ajakan yang menyesatkan ini tumbuh di bawah naungan pluralisme dan zionis internasional, sebagaimana Baha`iyah memiliki peran dalam melahirkan agama yang disetujui bersama.

Pemikiran busuk ini bukan barang baru, sebaliknya ia telah ada pada masa lalu di kalangan orang-orang sufi mulhid seperti Ibnu Sab’in, Ibnu Hud, at-Tilmasani. Hal tersebut diisyaratkan oleh Ibnu Taimiyah di beberapa tempat di dalam buku-bukunya, di antaranya adalah ucapannya, “Mereka seperti Ibnu Sab’in dan yang sepertinya menjadikan al-Muhaqqiq adalah makhluk terbaik menurut mereka, dialah yang menyuarakan akidah wihdah. Jika seseorang mencapai derajat ini maka menurut mereka tidak mengapa jika dia menjadi Yahudi atau Nasrani bahkan Ibnu Sab’in, Ibnu Hud, at-Tilmasani dan lain-lain membolehkan seseorang berpegang kepada Yahudi dan Nasrani sebagaimana dia berpegang kepada Islam menurut mereka, semua itu adalah jalan menuju Allah seperti madzhab yang empat di kalangan kaum muslimin.”

Sebagaimana ia ada di kalangan orang-orang Tartar, Ibnu Taimiyah berkata tentang hal ini, “Para pemuka mereka dari kalangan menteri-menteri mereka dan lain-lain menganggap agama Islam sama dengan agama Yahudi dan Nasrani, bahwa ia adalah jalan kepada Allah sama dengan madzhab yang empat di kalangan kaum muslimin.”

Manakala seruan kepada penyatuan agama merupakan kekufuran yang nyata, kemurtadan yang jelas, diketahui oleh orang awam lebih-lebih orang khusus, oleh karena itu musuh agama ini berusaha mewujudkan batu loncatan tersembunyi dan melapangkan sarana yang samar untuk mencapai tujuan mereka dalam masalah ini, kita melihat mereka, sebagai langkah awal, menyuarakan keharusan toleransi beragama, dialog di antara agama-agama kemudian meneriakkan keharusan persekutuan agama-agama dan kedekatan di antara mereka demi menghadapi kekuatan gerakan ilhad dan arus matrialis.

Tatanan internasional yang baru hadir sebagai pemicu utama yang menghidupkan pohon busuk tersebut sebagaimana ia terbaca dengan jelas di hari-hari terakhir dari banyaknya muktamar dan pertemuan-pertemuan yang berusaha menyatukan dan mencampur agama-agama.

Ajakan penyatuan agama adalah kufur yang nyata karena ia berarti mendustakan nash-nash yang shahih lagi jelas dan telah diketahui dengan pasti bahwa agama Islam yang sempurna, dengannya Allah menyempurnakan nikmat, meridhainya sebagai agama kita bahwa Islam menasakh agama-agama sebelumnya yang disusupi oleh penyimpang dan pergantian, firman Allah Taala, “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima agama darinya.” (Ali Imran: 85).

Sebagaimana ajakan penyatuan agama merupakan ungkapan dari pengingkaran terhadap hukum-hukum dalam jumlah besar yang diketahui secara mendasar dalam agama di antaranya penghalalan terhadap wala` kepada orang-orang kafir, dan tidak mengkafirkan mereka, menanggalkan jikad fi sabilillah dan yang berkait dengannya dan seterusnya.

Allah Taala berfirman, “Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.” (Al-Bayinah: 1).

Ibnu Hazm berkata, “Mereka bersepakat menamakan orang-orang Yahudi dan Nasrani kafir dan mereka berbeda pendapat apakah mereka disebut musyrik?”

Qadhi Iyadh berkata, “Oleh karena itu kami mengkafirkan orang yang beragama bukan dengan agama kaum muslimin atau berdiri pada mereka atau ragu atau membenarkan agama mereka meskipun dia menampakkan Islam dan meyakini kebatilan semua agama selainnya maka dia kafir karena apa yang dia tampakkan yang menyelisihi hal tersebut.”

Ajakan penyatuan agama berarti membolehkan dan mengizinkan memeluk agama selain Islam, ini adalah kekufuran yang bertentangan dengan iman. Barangsiapa meyakini bahwa sebagian orang boleh keluar dari syariat Muhammad saw seperti al-Khidr yang boleh keluar dari syariat Musa as maka dia kafir.

Ibnu Taimiyah berkata, “Telah dimaklumi secara mendasar dalam agama kaum muslimin dan dengan kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa barangsiapa membolehkan mengikuti selain agama Islam atau mengikuti syariat selain syariat Muhammad maka dia kafir, kekufurannya seperti kekufuran orang yang beriman kepada sebagian kitab dan kafir kepada sebagian yang lain.”

Di akhir masalah ini kami katakan, orang yang ingin menggabungkan atau mendekatkan Islam dengan Yahudi dan Nasrani adalah seperti orang yang berusaha menggabungkan dua perkara yang bertentangan, di antara yang haq dengan yang batil, di antara iman dan kufur. Akal sederhana yang sehat memungkiri bersatunya dua hal yang bertentangan seratus persen. Wallahu a’lam.

Dari Nawaqidhul Iman al-Qauliyah wal Fi’liyah, Dr Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdul Lathif.