imanDefinisi Iman

Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah:

تَصْدِيْقٌ بِاْلقَلْبِ وَإِقْرَارٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ

“Membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.”

Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama). Imam Syafi’i meriwayatkan ijma’ (kesepakatan) para sahabat, tabi’in dan orang-orang sesudah mereka yang sezaman dengan beliau atas pengertian tersebut.

Kaum salaf menjadikan amal termasuk dalam pengertian iman. Dengan demikian iman itu bisa bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan berkurangnya amal shalih.

Keistimewaan dan Fungsi Iman

Iman dalam ajaran Islam, mempunyai beberapa keistimewaan dan fungsi, di antaranya:

a.      Iman Bersifat Tauqifiyah

Iman bersifat tauqifiyah, maknanya meyakini perkara-perkara iman sebatas yang diterangkan Al-Qur’an dan Sunnah. Meskipun akal berpotensi untuk memahami dan menalar, tetapi ia tak dapat berdiri sendiri dalam memahami dan menalar hakikat-hakikat keimanan secara mendetail dan terperinci. Karena dalam perkara keimanan seringkali terdapat muatan-muatan yang akal tidak sanggup menalarnya. Dan di saat yang sama kita juga tidak menemukan alasan untuk menafikannya.

Contoh sederhana misalnya kehidupan alam kubur. Akal kita tidak mampu menalar dengan baik akan hakikat alam kubur. Pada saat yang sama, akal kita juga tidak memiliki cukup alasan untuk menafikan keberadaan kehidupan di alam kubur karena ketiadaan data atau observasi ilmiah yang membuktikannya.

Untuk menjembatani kesenjangan antara kelemahan akal untuk mengetahui hakikat kehidupan alam kubur atau menafikannya, Allah I dan Rasul-Nya r mengajarkan hal yang sangat penting dalam hidup ini, yaitu keimanan. Allah I berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisa: 136)

b.      Iman Bersifat Syumuliyah

Syumuliyah maknanya komprehensif. Maksudnya, menyatunya aspek substansi (keyakinan) dan praktek nyata kehidupan seseorang (aplikasi). Kedua aspek ini tidak boleh dipisah-pisahkan. Karena, seorang yang beriman diperintahkan untuk meyakini dan mengamalkan Islam secara total. Allah I berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Ketika seorang muslim beriman kepada Allah I dan Rasul-Nya r, serta perkara-perkara yang wajib diimani, sudah semestinya ia melakukan apa yang menjadi konsekuensinya secara praktis.

Keduanya (substansi dan aplikasi) tidak boleh dipisah-pisahkan, apalagi dikontradiksikan. Inilah makna syumuliyah. Maka, tidaklah benar keimanan seseorang yang menyakini Allah I adalah Tuhan satu-satunya yang berhak diibadahi namun ia beribadah kepada selain-Nya, atau ia beribadah kepada Allah I namun ia juga beribadah kepada selain-Nya (yakni menyekutukan-Nya).

c.       Iman Merupakan Syarat Diterimanya Amal

Hal ini seperti nampak jelas dalam firman Allah I:

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shalih, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam Surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisa : 124)

Adapun orang-orang yang tidak beriman/ kafir kepada Allah I dan rasul-Nya r, amal shalih yang mereka lakukan tidaklah akan diterima. Allah I berfirman:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Dan Kami akan perlihatkan segala amal (yakni amal shalih) yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqon: 23)

d.      Iman merupakan Pendorong Melakukan Amal Shalih

Iman memiliki hubungan yang sangat erat dengan amal shalih. Di mana Iman akan mendorong pemiliknya untuk melakukan amal shalih. Sebagaimana halnya iman dapat menjadi sempurna dengan amal shalih, maka amal shalih merupakan bukti yang menunjukkan kebenaran iman seseorang. Rasulullah r bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَتَعَاهَدُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوْا لَهُ بِالإِيْمَانِ، فَإِنَّ اللَّهَ I يَقُولُ:   إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

“Bila kalian melihat seorang yang sering mendatangi masjid (untuk beribadah), maka saksikanlah bahwa ia beriman, karena sesungguhnya Allah berfirman (artinya), Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian.” (HR. at Tirmidzi, no. 2617, ia berkata : ini hadis ghorib hasan)

e.      Iman merupakan Pengerem  Kemaksiatan

Iman dapat mengerem pemiliknya dari keinginan melakukan kemaksiatan. Maka, seorang yang beriman bila berkeinginan kuat untuk melakukan perkara yang dimurkai Allah I, ia teringat bahwa Allah I mengawasinya, ia yakin bahwa Allah I melihatnya, maka kesadaran dan keyakinannya tersebut mengeremnya dan menghentikan keinginannya untuk melakukan kemaksiatan.

f.        Iman merupakan Penguat Kesabaran

Cobaan dalam kehidupan merupakan sunnatullah atas makhluk-Nya, Allah I memberikan cobaan berupa keburukan dan kebaikan sesuai dengan hikmah-Nya:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35)

Keimanan menguatkan kesabaran seseorang yang ditimpa cobaan baik berupa keburukan maupun kebaikan, menjadikannya ridha terhadap keputusan-Nya, dan lisannya mengikrarkan, “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun“(Sesungguhnya kami adalah milik Allah I dan kepada-Nya-lah kami kembali).

Demikianlah pembaca yang budiman uraian singkat tentang iman. Ia adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Ia memiliki keistimewaan dan fungsi yang sedemikian agung. Ya Allah, jadikanlah kami cinta kepada keimanan dan jadikanlah keimanan itu indah di dalam hati kami serta jadikanlah kami benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Aamiin. (1)

Wallahu a’lam

Referensi

  1. At-Tauhid Lishshoffi Ats-Tsaniy al-‘Aliy, Tim Ahli tauhid (Edisi Bahasa Indonesia) Kitab Tauhid, Jilid 2, Pustaka Darul Haq, Jakarta.
  2. Khashaaishu al-Iman, Abdullah al-‘Umariy,  http://www.afdhl.com/islamic .dll.

(1) Oleh: Ammar Abdullah

 

Sumber: Majalah Shafa