Islam memandang penting masalah nasab, kepada nasab Islam mengaitkan beberapa hukum mendasar seperti warisan, pernikahan, perwalian, kewajiban nafkah dan tanggung jawab dan lainnya. Dari sini maka ilmu tentang nasab seseorang sangat penting termasuk cara yang syar’i untuk menetapkannya. Dahulu orang-orang mengetahui nasab seseorang melalui penetapan ikatan pernikahan, bahwa si fulan adalah anak si fulan karena dia menikah dengan ibunya dan lahir ketika ibunya menjadi firasy baginya, namun seiring dengan perkembangan zaman, perubahan pola kehidupan dan kemajuan ilmu pengetahuan maka muncul perkara-perkara baru yang belum ada sebelumnya, salah satu di antaranya, manakala nasab seseorang kepada seseorang tidak atau belum jelas, kalau sudah jelas maka tidak perlu mencari-carinya, dan kejelasan itu tetap harus ditemukan, apakah sarana modern seperti golongan darah yang merupakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan bisa dijadikan pijakan dalam menetapkan atau meniadakan nasab?

Manusia mewarisi sifat-sifat dari bapak dan ibunya, setengah dari yang pertama dan setengah lagi dari yang kedua, baik golongan darah bapak ibu sama atau berbeda, termasuk dalam hal ini adalah golongan darah, artinya golongan darah seseorang tidak terlepas dari golongan darah bapak ibunya, maka jika seorang anak mempunyai golongan darah tertentu dan ia tidak dimiliki oleh orang yang mengklaimnya sebagai anak maka hal itu mungkin dijadikan sebagai pegangan untuk menafikan nasab anak itu dari si pengkalim, sebaliknya dalam kondisi di mana golongan darah seorang anak sama dengan golongan darah orang yang mengklaimnya, hal ini tetap tidak memastikan bahwa dia adalah bapak biologisnya, karena satu golongan darah mungkin dimiliki oleh banyak orang di mana ada kemungkinan bahwa bapak dari bayi itu adalah satu dari mereka semuanya.

Jika ada dua orang anak yang tertukar dan sulit membedakan di antara keduanya, maka melalui cek golongan darah mungkin diketahui nasab anak yang shahih. Jika hasilnya berbeda maka hal itu memastikan tidak adanya hubungan nasab, adapun jika hasilnya sama maka pengindukan nasabnya hanya sebatas kemungkinan, karena banyaknya orang yang mempunyai golongan darah yang sama.

Para ilmuwan di bidang ini telah meletakkan dasar kimia, setelah melalui proses penelitian, yang menjadi dasar pembagian golongan darah manusia menjadi empat golongan yang terkenal: A, B, AB, dan O. Mereka menemukan bahan Antigens di permukaan sel-sel darah merah dan bahan penyeimbang bagi Antigens, yaitu Antibodies di plasma darah.

Penjelasannya begini:
orang dengan golongan darah A, Antigensnya A dan Antibodinya B, susunan genetikanya adalah AA (murni) atau AO (hibrid).
Orang dengan golongan darah B, Antigensnya B dan Antibodinya B, susunan genetikanya adalah BB (murni) atau BO (hibrid).
Orang dengan golongan darah AB, Antigensnya AB, susunan genetikanya adalah AB.
Orang dengan golongan darah O, Antibodinya AB, susunan genetikanya adalah OO.

Hubungan Golongan Darah dengan Nasab

A- Golongan darah anak, bapak dan ibu dipastikan, termasuk susunan genetik yang dikandung oleh masing-masing golongan.

B- Susunan genetik dari golongan darah anak dibandingkan dengan golongan darah bapak.

Jika ada kemungkinan kesamaan salah satu gen golongan darah bapak dalam susunan gen dengan golongan darah anak, maka ada kemungkinan anak itu adalah anak bapak tersebut, hanya sebatas kemungkinan, hal ini karena pemilik golongan ini tidak hanya satu orang saja.

Jika persamaan di antara susunan genetik bagi bapak dengan susunan genetik bagi golongan darah anak tidak mungkin, maka dalam kondisi ini anak bukan anak bapak, secara pasti. Misalnya, jika golongan darah anak adalah O sedangkan golongan darah bapak adalah AB, maka dalam kondisi ini anak bukan anak bapak secara pasti karena gen O yang kedua milik anak tidak dimiliki oleh bapak.

Alhasil, jika golongan darah di antara dua orang berbeda maka keduanya tidak memiliki hubungan bapak anak dan jika golongan darah di antara dua orang sama maka keduanya mungkin memiliki hubungan bapak anak, namun tidak pasti karena kesamaan golongan darah terjadi pada banyak orang, maka diperlukan sarana lainnya untuk mengetahui hubungan di antara keduanya. Wallahu a’lam.

Dari al-Qadha` bi al-Qara`in al-Mu’ashirah karya Dr. Ibrahim bin Nashir al-Hamud, Guru Besar di Ma’had al-Ali lil Qadha` Riyadh, di ambil dari Web. Al-Islam al-Yaum.