1- Dalil mukjizat

Metode yang masyhur di kalangan orang awam adalah menetapkan kenabian para nabi khususnya Muhammad melalui mukjizat, banyak kalangan dari mereka tidak mengetahui kenabian para nabi kecuali melalui mukjizat, namun kebanyakan dari mereka mengingkari hal-hal luar biasa untuk selain nabi-nabi, sampai-sampai mereka mengingkari karomah para wali, sihir dan lainnya.

Tidak diragukan bahwa mukjizat adalah dalil yang shahih, akan tetapi ia bukan satu-satunya dalil. Mukjizat tidak harus berupa sesuatu yang riil, karena mukjizat Hud hanya sekedar tantangan, di mana dia menantang kaumnya seluruhnya untuk melakukan apa yang mereka ingin lakukan terhadapnya, namun mereka tidak kuasa melakukan apa pun terhadapnya, sebagaimana Allah berfirman,
فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لَا تُنْظِرُونِ (55) إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ
Sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” (Qs.Hud: 55-56).

Mukjizat-mukjizat yang merupakan dalil atas kenabian Muhammad berjumlah banyak, penulis telah menyebutkannya dalam pembahasan dengan judul Mukjizat Rasul dalam beberapa edisi sebelumnya, silakan merujuk.

2-Dalil kejujuran dan kebohongan

Pertentangan antara kejujuran dengan kebohongan tidak memerlukan sesuatu yang luar biasa untuk membedakan salah satunya dengan yang lainnya, karena pertentangan tidak terjadi di antara dua hal yang mirip sehingga salah satunya bisa rancu dengan yang lainnya, bila kejujuran memiliki derajat-derajat keluhuran dan kebohongan juga memiliki derajat-derajat kerendahan, maka Nabi yang jujur adalah orang yang paling jujur, yakni kejujurannya menempati derajat paling tinggi, sementara pengaku diri sebagai nabi pembual besar adalah orang yang paling bohong, karena dia berbohong atas nama Allah,
Firman Allah
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ
Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya?” (Az-Zumar: 32), dengan itu seorang nabi palsu sekaligus pembual besar berada di derajat kerendahan dusta yang paling bawah, selanjutnya tidak mungkin keadaan seorang nabi sejati dengan nabi palsu bisa samar kecuali bagi orang-orang yang berada di tingkat kebodohan dan kedunguan paling parah, dari sini maka kehidupan seorang nabi dan keadaannya membuktikan kejujurannya dan menetapkan kenabiannya sekalipun tidak ada mukjizat.

Kenabian hanya diakui oleh orang yang paling jujur atau orang yang paling dusta, yang pertama tidak akan rancu dengan yang kedua kecuali bagi orang yang paling bodoh, bahkan kehidupan masing-masing berbicara tentangnya dan mengungkapkannya, membedakan antara si jujur dengan si dusta memiliki banyak cara dalam masalah yang lebih rendah dari kenabian, lalu bagaimana dengan kenabian?

Betapa bagusnya ucapan Hassan,
Seandainya tidak ada bukti yang nyata padanya
Niscaya penampilannya saja telah memberitakan padamu.

Tidak ada seseorang yang mengaku sebagai nabi dari orang-orang pembual besar, kecuali terlihat padanya kebodohan, kedustaan, kefajiran dan penguasaan setan atasnya yang bisa dilihat oleh orang yang memiliki kemampuan membedakan paling rendah, karena seorang rasul pasti memerintahkan beberapa perkara dan melarang beberapa perkara dan dia juga pasti melakukan beberapa hal yang membuktikan kebenarannya. Kebohongan orang yang berbohong terlihat pada apa yang dia perintahkan, beritakan dan perbuat dan hal itu terlihat dari banyak sisi, sedangkan orang yang benar adalah sebaliknya, bisa dipastikan kejujuran si jujur dan kebohongan si dusta pasti akan terungkap sekalipun beberapa waktu kemudian, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebohongan membawa kepada kefajiran, sebagaimana dalam ash-Shahihain dari Nabi bahwa beliau bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

Jujurlah karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan membawa ke surga, seorang laki-laki selalu jujur dan berusaha jujur sehingga dia ditulis di sisi Allah sebagai shiddiq, jangan berdusta karena dusta membawa kepada kefajiran dan sesungguhnya kefajiran itu membawa ke neraka, seorang laki-laki selalu berdusta dan berusaha berdusta sehingga ditulis di sisi Allah sebagai pembual besar.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Oleh karena itu Allah berfirman,
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ (221) تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ (222) يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ (223)
Apakah akan aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan- setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada setan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.” (Qs.Asy-Syua’ara`: 221-223).
Barangsiapa mengetahui Rasul, kejujuran, kesetiaan dan kesesuaian antara kata-kata dengan perbuatannya niscaya dia meyakini secara pasti bahwa beliau bukan syair dan bukan dukun.

Manusia membedakan antara si jujur dan si dusta dengan berbagai bentuk bukti, bahkan di bidang pekerjaan dan perkataan, seperti orang yang mengaku bisa bertani, bisa menenun, menulis, menguasai ilmu nahwu, ilmu pengobatan, ilmu fikih dan lainnya. Sedangkan kenabian mencakup ilmu-ilmu dan amal-amal perbuatan yang merupakan sifat seorang rasul, ia dalam ilmu paling mulia dan perbuatan paling luhur, lalu mana mungkin si jujur tidak bisa dibedakan dengan si dusta dalam hal ini? Tidak disangsikan bahwa para ulama ahli tahqiq sudah menyatakan bahwa berita satu orang, dua orang atau tiga orang bisa ditunjang oleh indikasi-indikasi yang membuatnya mampu menetapkan ilmu yang dipastikan, sebagaimana kerelaan seseorang, cinta, marah, bahagia, sedihnya dan perkara lain dalam jiwanya lainnya bisa dketahui melaui aura wajahnya yang terkadang tidak mungkin diungkapkan.
Allah berfirman,
وَلَوْ نَشَاءُ لَأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ
Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka.” (Qs.Muhammad: 30).

Ada yang berkata, “Tidak seorang pun menyimpan rahasia kecuali Allah menampakkannya pada halaman wajahnya dan sela-sela lisannya.” Bila kejujuran dan kebohongan pembawa berita bisa diketahui melalui indikasi-indikasi yang menyertainya, lalu bagaimana seseorang mengaku dirinya adalah utusan Allah lalu kebohongannya bisa samar? Bagaimana si jujur tidak bisa dibedakan dengan si bohong dalam hal ini dengan berbagai bukti yang ada?