Anggota rumah tangga sebagai manusia di samping membutuhkan sisi jasmani: makan, minum, pakaian dan lain-lain, dia juga membutuhkan sisi rohani. Kedua sisi ini saling mengisi dan berkait. Oleh karena itu keduanya mesti disinergikan. Salah satu sisi tidak patut mengambil jatah yang lain karena hal itu mengakibatkan ketimpangan. Jika sisi jasmani mendominasi maka anggota rumah tangga akan merasa gersang rohani. Seandainya mereka berbahagia maka itu hanya sebatas kebahagiaan lahir, sebaliknya jika sisi rohani mendominasi maka bisa mengakibatkan terbengkalainya sisi jasmani yang merupakan faktor penunjang bagi sisi rohani. Dalam kondisi sakit misalnya atau dalam kondisi lapar, jelas dalam batas-batas tertentu mengganggu sisi rohani.

Memperhatikan keadaan rumah tangga kaum muslimin saat ini, sisi rohani kurang –bahkan tidak- diberi perhatian memadahi. Sisi jasmani begitu mendominasi. Suami atau bapak sebagai penanggung jawab berusaha memenuhi dan menyediakan apa yang dibutuhkan oleh keluarga dari sisi jasmani pada saat yang sama kebutuhan keluarga dari sisi rohani diabaikan. Dia mengira bahwa tanggung jawabnya selesai dengan memenuhi kebutuhan rumah tangga dari sisi jasmani padahal Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6).

1. RUMAH SEBAGAI TEMPAT SHALAT

Shalat sebagai ibadah mulia dan agung dalam Islam, ia harus diperhatikan oleh setiap muslim. Hendaknya seorang muslim tidak mengharamkan rumahnya dari kebaikan dan keberkahan ibadah yang agung ini. Caranya yaitu dengan melaksanakan shalat di rumah. Melaksanakan shalat di rumah bagi wanita (istri dan anak-anak perempuan) adalah jelas karena rumah adalah tempat terbaik bagi mereka, bagi laki-laki (suami dan anak-anak laki-laki) adalah dengan melaksanakan shalat-shalat sunnah di dalamnya karena untuk shalat wajib bagi laki-laki tempatnya adalah masjid. Firman Allah,

“Dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.” (Yunus: 87).

Ibnu Abbas berkata, “Menjadikan rumah sebagai kiblat, maksudnya adalah menjadikan rumah sebagai masjid (tempat shalat).”

Nabi saw bersabda,

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ الصَّلاَةََ فِي مَسْجِدِهِ فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيْباً مِنْ صَلاَتِهِ فَإِنَّ اللهَ عز وجل جَاعِلٌ فِي بَيْتِهِ مِنْ صَلاَتِهِ خَيْراً .

“Apabila salah seorang dari kalian shalat di masjidnya maka hendaknya dia memberi bagian dari shalatnya kepada rumahnya karena Allah Azza wa Jalla menjadikan kebaikan di rumahnya karena shalatnya.” (HR. Muslim dari Jabir).

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Itban bin Malik bahwa dia berkata kepada Rasulullah saw, “Aku sangat ingin wahai Rasulullah, engkau datang kepadaku dan shalat di dalam rumahku sehingga aku menjadikannya sebagai mushalla (tempat shalat).” Ia berkata, Maka Rasulullah bersabda kepadanya, “Akan aku lakukan insya Allah.” Itban berkata, “Maka berangkatlah Rasulullah saw dan Abu Bakar ketika siang nampak meninggi, maka Rasulullah saw meminta izin, lalu aku mengizinkan kepada beliau, beliau tidak duduk sebelum masuk ke dalam rumah, lalu beliau berkata, “Di mana engkau suka aku melakukan shalat dari rumahmu?” Ia berkata, “Maka aku tunjukkan kepada beliau suatu arah dari rumahku, maka Rasulullah saw berdiri kemudian bertakbir, lalu kami semua berdiri membentuk barisan dan Nabi saw shalat dua rakaat kemudian salam.”

2. RUMAH TEMPAT MEMBACA AL-QUR`AN

Membaca al-Qur`an secara umum diperintahkan termasuk membacanya di rumah karena bacaan al-Qur`an di rumah menghadirkan keberkahan dan rahmat, khususnya jika yang dibaca di rumah adalah surat Al-Baqarah maka rumah akan terlindungi dari sumber keburukan yaitu setan. Nabi saw bersabda,

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُوْرًا إِنَّ السَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ البَيْتِ الَذِي تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ البَقَرَةِ .

“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan! Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim).

3. RUMAH TEMPAT BERDZIKIR

Rasulullah saw dalam hadits di atas melarang menjadikan rumah sebagai kuburan, yakni berdzikirlah di rumahmu supaya rumahmu tidak menjadi kuburan, di samping kuburan adalah tempat orang mati dan rumah yang tidak ada dzikir kepada Allah di dalamnya adalah mati, hal ini sebagaimana sabda Nabi saw,

مَثَلُ البَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَالْبَيْتِ الَّذِي لاَيُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالمَيِّتِ .

“Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara yang hidup dengan yang mati.” (HR. Muslim).

Dari sini seorang muslim harus menjadikan rumahnya sebagai tempat berbagai bentuk dzikir yang disyariatkan baik dzikir hati maupun lisan, dzikir umum maupun dzikir khusus misalnya shalawat, dzikir pagi dan petang, membaca hadits-hadits Nabi saw, membaca buku-buku agama yang bermanfaat dan sebagainya.

Termasuk menjadikan rumah sebagai tempat berdzikir adalah menjaga doa-doa dan sunnah yang disyariatkan khusus terkait dengan rumah. Sebagai contoh adalah dzikir pada saat masuk rumah dan ketika makan. Nabi saw bersabda,

“Jika seorang laki-laki masuk ke dalam rumahnya kemudian menyebut nama Allah Taala ketika dia masuk dan ketika dia makan, setan berkata, ‘Kamu tidak punya (jatah) tempat tidur dan tidak pula (jatah) makan di sini.’ Dan jika ia masuk dan tidak menyebut nama Allah ketika ia masuk, maka setan berkata, ‘Kamu mendapatkan (jatah) tempat tidur.’ Dan jika tidak nama Allah ketika makan, setan berkata, ‘Kamu mendapat (jatah) tempat tidur dan makan’.” (HR. Imam Ahmad).

Termasuk doa-doa yang terkait dengan aktifitas harian di rumah seperti doa hendak buang hajat, doa hendak tidur dan bangun darinya dan lain-lain.

4. RUMAH TEMPAT MAJLIS ILMU

Salah satu bentuk tanggung jawab pemimpin rumah tangga adalah menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai Islam kepada anggota keluarganya agar mereka mengamalkannya dengan dasar ilmu yang benar. Hal ini salah satunya adalah dengan mengadakan majlis ilmu di rumah secara periodik, misalnya mingguan atau dua mingguan atau paling tidak bulanan. Bapak atau suami bisa menunaikan tugas ini sendiri, tentu dia harus membekali diri terlebih dahulu dengan ilmu yang memadahi atau kalau bapak merasa belum mampu, dia bisa menghadirkan seorang muallim atau ustadz untuk kepentingan ini, hadirnya orang shalih yang berilmu ke rumah Anda sudah merupakan keberkahan tersendiri bagi Anda dan keluarga lebih –lebih orang-orang tersebut hadir demi ilmu. Pembawa minyak wangi kepada Anda, minimal Anda akan mencium aroma harum darinya. Anda tentu tidak mau kan kalau yang masuk rumah Anda adalah orang buruk lagi bodoh? firman Allah,

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan.” (Nuh: 28).

5. MENGAJAK KELUARGA BERIBADAH

Kebaikan bukan untuk dimonopoli oleh diri sendiri karena orang yang baik adalah orang yang baik dan memperbaiki. Oleh karena itu tidak cukup bagi pemimpin rumah tangga menjadi baik sendiri dan melupakan anggota keluarganya, justru anggota rumah tangga yang paling berhak untuk ketularan kebaikan dari kita. Nabi saw bersabda.

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللّيْلِ فَصَلَّى فَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فََصَلَّتْ ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ.

“Allah mengasihi laki-laki yang bangun malam kemudian shalat lalu membangunkan istrinya sehingga shalat, jika tidak mau ia memerciki wajahnya dengan air.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Sudah menjadi sunnah Rasulullah saw apabila beliau melaksanakan kebaikan beliau mengajak keluarganya pula. Aisyah berkata,

“Suatu ketika Rasulullah saw mengerjakan shalat malam, ketika akan witir beliau mengatakan, ‘Bangunlah, dan dirikanlah shalat witir wahai Aisyah!” (HR. Muslim).

Mengajak keluarga berbuat baik kurang mendapatkan perhatian dari banyak penanggung jawab keluarga muslim. Tidak jarang bapak –misalnya- berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah sementara dia meninggalkan anak laki-lakinya yang telah baligh di rumah tanpa mengajaknya turut serta ke masjid atau ketika bapak ke masjid untuk shalat Maghrib dia membiarkan keluarganya duduk khusyu’ di depan kaca TV. Ini adalah keteledoran.

Termasuk mengajak keluarga beribadah adalah melatih istri dan anak-anak berssedekah jika memang Allah memberi keluasan rizki. Secara khusus Rasulullah saw mengajak para istri agar bersedekah. Sabda beliau.

يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ ، تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ .

“Wahai segenap wanita, bersedekahlah kalian. Sesungguhnya aku melihat bahwa kalian adalah sebanyak-banyak penduduk neraka.” (HR. Al-Bukhari).

Dan masih banyak lagi kebaikan-kebaikan di mana keluarga sepantasnya dilibatkan. Wallahu a’lam.