Tanya :

Kami telah mengetahui ketentuan waktu ibadah haji, dan kami ingin mengetahui miqat (tempat-tempat mulai berihram) untuk haji?

Jawab :

Miqat (tempat-tempat untuk memulai ihram) itu ada lima, yaitu Dzulhulaifah, Juhfah, Yalamlam, Qarnul Manazil dan Dzatu ‘Irq.
Dzulhulaifah adalah tempat (daerah) yang sekarang dikenal dengan nama “Abyar Ali”, terletak tidak jauh dari kota Madinah, dan jaraknya dari Mekkah sejauh 10 Marhalah, tempat itu merupakan miqat yang letaknya paling jauh dari Mekkah. Itu adalah miqat bagi penduduk kota Madinah dan semua orang selain penduduk kota Madinah yang melewatinya.

Juhfah adalah perkampungan tua yang terletak di jalan para pendatang dari Syam menuju Mekkah, jaraknya kurang lebih 3 marhalah dari kota Mekkah. Perkampungan Juhfah itu telah musnah, dan setelah itu orang melakukan ihram dari Rabigh sebagai gantinya.

Yalamlam adalah bukit atau suatu tempat yang terletak di jalan para pendatang dari Yaman menuju Mekkah, dan sekarang disebut “As-Sa’diyah”, kurang lebih 2 marhalah dari kota Mekkah.

Qarnul Manazil adalah bukit yang terletak di jalan para pendatang dari Negeri Najed menuju Mekkah, sekarang disebut Al-Sail Al-Kabir, kurang lebih 2 marhalah jauhnya dari kota Mekkah.

Dzatu ’Irq adalah suatu tempat yang terletak di jalan para pendatang dari Iraq menuju Mekkah, jaraknya kurang lebih 2 marhalah dari kota Mekkah.

Ke empat miqat pertama, yaitu Dzulhulaifah, Juhfah, Yalamlam dan Qarnul Manazil, semuanya telah ditetapkan oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, Dzatu ‘Irq pun demikian juga, ditetapkan oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam sebagaimana diriwayatkan oleh Ahlus Sunan yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu anha, dan juga ada riwayat shahih bahwa Umar bin Khaththab Radhiallaahu anhu telah menetapkannya sebagai miqat untuk orang-orang yang datang dari Kufah dan Bashrah pada saat mereka menjumpai beliau, kemudian mereka mengatakan, “Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah menetapkan Qarnul Manazil sebagai miqat untuk penduduk negeri Najed, padahal itu terletak jauh menyimpang dari jalan kami”. Maka Umar Radhiallaahu anhu berkata: “Perhatikanlah hingga kalian berada sejajar dengannya dari arah jalan kalian”( Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 1531) dalam kitab Al-Hajj.).

Yang penting, jika riwayat tersebut dapat dipastikan shahih dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, maka semuanya sudah menjadi jelas, namun jika tidak, maka dapat dipastikan dengan sunnah Umar Radhiallaahu anhu selaku salah seorang Al-Khulafa Ar-Rasyidin yang wajib ditaati, dan beliau adalah seorang yang pendapat-pendapatnya selalu sejalan dengan hukum (keputusan) Allah Ta’ala di dalam beberapa masalah, yang di antaranya adalah masalah miqat Dzatu ‘Irq tersebut, apabila riwayat bahwa Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah menetapkannya sebagai miqat itu shahih. Dan pendapat beliau itu juga sejalan dengan aturan Qiyas, sebab apabila seseorang lewat di suatu miqat, maka wajib mengambil ihram di sana, dan apabila ia berada dalam posisi sejajar dengan miqat tersebut maka sama dengan melewatinya.

Atsar Umar Radhiallaahu anhu di atas mengandung suatu faedah yang sangat besar di zaman kita sekarang ini, yaitu apabila seseorang datang ke Mekkah dengan naik pesawat udara untuk ibadah haji, maka apabila posisinya sudah berada di atas miqat dan sejajar dengannya, maka ia wajib berihram pada saat berada pas di atasnya, dan ia tidak boleh menunda waktu ihramnya hingga tiba di Jedah, sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan orang awam; karena posisi sejajar dengan miqat itu tidak ada bedanya apakah sejajar di daratan, di udara ataupun di laut. Oleh sebab itulah, maka orang-orang yang datang dengan kapal laut berihram di saat kapal berada pada posisi sejajar dengan miqat Yalamlam atau Rabigh; mereka berihram apabila mereka telah berada dalam posisi sejajar dengan kedua miqat tersebut.

( Fatwa Syaikh Muhammad bin shalih Al-‘Utsaimin )