Bahasan Kelima:
Diharamkannya Setiap Jual Beli yang Membantu Kemaksiatan

Ini juga merupakan salah satu jurus penting dalam usaha pengembangan modal, yakni mencegah setiap jual beli yang dapat membantu kemaksiatan terhadap Allah ta’ala, seperti menjual perasan buah kepada orang yang akan mengolahnya menjadi minuman keras, atau menjual gelas kepada orang yang akan menggunakannya untuk menenggak minuman keras, menjual senjata ketika sedang terjadi pertikaian sesama muslim atau kepada orang kafir harbi(orang kafir yang secara terang-terangan memusuhi orang-orang yang beriman-ed), menjual sutera kepada laki-laki yang akan mengenakannya, atau menjual pakaian pendek kepada para wanita yang akan menggunakannya untuk mempercantik diri (tabarruj) di luar rumah.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa jual beli seperti itu diharamkan kalau terbukti bisa menghantarkan kepada perbuatan maksiat. Di antara yang menegaskan pendapat demikian adalah kalangan Malikiyah, Hambaliyah dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Syafi’iyah. Sementara kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa hukumnya adalah makruh, dan itu juga pendapat lain dari kalangan Syafi’iyah.

Alasan pendapat mayoritas ulama adalah sebagai berikut:
Firman Allah ta’ala :
Artinya, “Dan janganlah bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan.” (Al-Ma’idah: 2).

Riwayat dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah didatangi oleh Jibril, dan Jibril berkata,
“Hai Muhammad! Sesungguhnya Allah melaknat minuman keras, orang yang membuatnya, orang yang meminta dibuatkan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan minuman keras itu, penjualnya, pembelinya, yang meminumkan dan yang meminumnya.”

Riwayat dari Muhammad bin Sirin bahwa ia menceritakan: Dahulu Saad bin Waqqash memiliki seorang pekerja yang mengolah tanahnya di Khaibar. Si pekerja memberitahukan kepadanya bahwa anggur di kebun beliau tidak layak dijadikan kismis dan tidak bisa dijual kecuali kepada orang yang memerasnya menjadi minuman keras. Maka beliau menyuruh agar pohon itu ditebang saja. Beliau berkata, “Sungguh aku ini orang tua yang celaka, kalau aku sempat menjual minuman keras!”

Hukum itu berlaku bagi orang yang mengetahui bahwa si pembeli akan menjadikan barang tersebut untuk bermaksiat. Sama halnya dengan orang yang menyewakan budak wanitanya kepada orang yang dia ketahui akan menggunakan wanita tersebut untuk zina.

Alasan mereka yang menyatakan makruh, adalah sebagai berikut:
Karena jual beli itu pada dasarnya dibolehkan. Namun dalam kasus ini dimakruhkan karena berkaitan dengan perbuatan yang tidak disyariatkan, yakni menolong perbuatan maksiat. Jual beli itu dilarang bukan karena asalnya dilarang, namun karena berkaitan dengan tujuan yang haram. Perbuatan semacam itu disimpulkan makruh. Demikianlah pengkajian fiqih persoalan ini menurut kalangan Hanafiyah.

Belum terbukti bahwa perbuatan haram itu akan terjadi. Tujuan haram itu bisa terjadi dan bisa juga tidak. Demikian pengkajian fiqih persoalan ini menurut kalangan Syafi’iyah.

Yang tampak dalam pandangan penulis setelah mengemukakan dalil-dalil masing-masing golongan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: Diharamkannya jual beli ini bila terbukti menghantarkan kepada maksiat, karena itu termasuk bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan. Keyakinan dalam persoalan ini juga bisa sama dengan prediksi yang cenderung benar. Karena dasar hukum itu didasari oleh prediksi yang cenderung benar. Sungguh rusak hukum yang didasari oleh prediksi yang cenderung salah serta meninggalkan prediksi yang cenderung benar.
Kedua: Kalau belum diyakini atau belum sampai kepada tingkat prediksi yang cenderung benar, namun hanya keragu-raguan dan kemungkinan saja, jual beli tersebut tetap tidak lepas dari syubhat, maka lebih baik ditinggalkan saja bagi orang yang mampu melakukannya. Karena di kalangan umat ini ada yang melakukan perbuatan berdasarkan hukum asal (dzimah) dan ada juga yang mengamalkannya karena adanya keringanan hukum.

Yang kami paparkan ini adalah pendapat yang diambil oleh mayoritas ulama, dan juga pendapat dari kalangan peneliti ilmiah di kalangan Syafi’iyah berkaitan dengan pendapat kebanyakan mereka yang menganggapnya halal.

Sementara dalam Nihayatul Muhtaj disebutkan setelah pembahasan tentang diharamkannya menjual kurma dan anggur kepada orang yang mengolahnya menjadi minuman keras: “Dan pendapat yang dinisbatkan kepada mayoritas dalam kasus ini bahwa perbuatan itu halal meskipun sedikit makruh, itu ditafsirkan kalau masih diragukan apakah memang perasan buah itu akan dibuat minuman keras atau tidak.