Kemunculan Bank Syariah

Krisis demi krisis melanda ekonomi dunia hingga banyak sekali bank-bank konvensional yang gulung tikar. Lihat saja di negara Indonesia saja dalam tahun 2001 M –versi buku Bank Syari’at dari teori ke praktek- telah ada 63 Bank yang sudah tutup, 14 bank telak di take over dan 9 bank lagi harus direkapitulasi dengan biaya ratusan triliyun rupiah. Ditambah harapan banyak kaum muslimin yang ingin kembali menerapkan ajaran islam dalam seluruh aspek kehidupannya khususnya dalam masalah ekonomi dan perbankan dan munculnya kebangkitan islam diera tahun tujuh puluhan. Semua ini mendorong para peneliti bertekad menerapkan system ekonomi islam (Islamic economic system) dengan mengkonsep perbankan syari’at sebagai alternative pengganti perbankan konvensional. Namun waktu itu keadaan dan situasi yang menyelimuti Negara-negara islam belum mendukung harapan, pemikiran dan tekad tersebut.

Kemudian mulailah adanya usaha-usaha riil untuk menerapkannya dan mencari trik dan cara yang beraneka ragam untuk mengeluarkan profit keuntungan dan sejenisnya dari lingkaran riba. Kemudian muncul setelah itu dalam dunia islam usaha-usaha yang lebih riil berupa penolakan terhadap realita yang diimport dari barat dizaman penjajahan. Usaha-usaha ini mengarah kepada realisasi pengganti perbankan ribawi dengan perbankan syari’at. Usaha-usaha ini bertambah cepat dengan banyaknya kaum muslimin yang enggan menyimpan hartanya di bank-bank konvensional dan enggan bermuamalah dengan riba,
DR. Gharib al-Gamal menjelaskan seputar kemunculan perbankan syari’at dengan menyatakan: banyak dari masyarakat islam yang enggan bermuamalah dengan riba, selanjutnya mereka tidak berhubungan muamalah dengan lembaga perbankan yang ada sekarang ini. Dengan dasar ini maka harta-harta milik kelompok masyarakat kaum muslimin di dunia islam yang cukup besar sekali ini akan nganggur ( tidak dapat dikembangkan). Oleh karenanya termasuk factor pendorong ajakan membangun lembaga perbankan syari’at adalah merealisasikan solusi bagi masyarakat ini. Semua itu dalam rangka usaha memberikan faedah dari harta-harta yang dimiliki masyarakat tersebut untuk kemaslahatan dunia islam seluruhnya. Ditambah lagi untuk pencerahan kepada para penguasa (pemerintah) masyarakat tersebut agar mereka lapang dada membangun system yang menjamin terwujudnya pertumbuhan masyarakat Negara-negara islam dengan cara (uslub) syari’at.[1]

Realita banyak kaum muslimin yang sudah enggan bermuamalah riba dan menyimpan hartanya di bank-bank konvensional yang nota bene adalah corong riba akan menyebabkan banyaknya harta kaum muslimin yang membutuhkan lembaga atau institusi yang memudahkan mereka mengelolanya. Tidak mungkin dipungkiri lagi harta yang demikian besar nominalnya tersebut membutuhkan satu institusi yang dapat menyimpan dan mengelolanya sesuai syari’at. Hal ini mendorong pembentukan lembaga keuangan syariat sebagai satu solusi permasalahan ini.
Muncullah usaha-usaha untuk meninggalkan praktek ribawi tersebut sehingga berdirilah berbagai lembaga keuangan (perbankan) yang mengklaim dirinya berazazkan syariat. Diantara pelopor pembentukan bank syari’at ini adalah:

1. Mit Ghamr Bank yang merupakan satu lembaga keuangan yang beroperasi sebagai Rural-sosial bank (Bunuk al-Id-dikhoor) di Mesir pada tahun 1963 M. Namun ini masih berskala kecil sekali.
2. Bank Naashir al-Ijtima’I berdiri di Mesir tahun 1971 M
3. Al-Bank al-Islami Littanmiyah berdiri di Kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1973 M
4. Bank Dubai al-Islami (Dubai Islamic Bank) berdiri di Uni Emirat Arab pada tahun 1975 M
5. Bank Faishol al-Islami (Faisal Islamic Bank) berdiri di Sudan pada tahun 1977 M
6. Bait at-Tamwiel al-Kuwaiti (Kuwait Finance Haouse) berdiri di Kuwait pada tahun 1977 M
7. Bank Faishal al-Islami al-Mishri (Faisal Islamic Bank) di Mesir pada tahun 1977 M
8. Al-Bank al-Islami al-Urduni Littamwiel wa al-Istitsmaar ( Jordan Islamic Bank For Finance and Investment) berdiri di Yordania pada tahun 1978 M.[2]

Kemudian bermunculan banyak sekali bank syari’at sehingga menurut analisa Prof. Khursyid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank bahwa pada akhir tahun 1999 M tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia.[3]

Dewasa ini lembaga-lembaga keuangan syariat ini terus berkembang dan bertambah banyak bertebaran di pelosok-pelosok daerah dengan semua bentuk produk mereka yang diklaim syari’at. Oleh sebab itu mari kita lihat kembali hal ini dengan sikap kritis dan semuanya kembali menilai semua produk dan usaha mereka dengan pandangan syari’at yang mulia ini.

Fenomena ini patut mendapatkan perhatian, partisipasi dan dukungan semua pihak, agar laju perkembangan dan arah langkahnya tetap lurus sebagaimana yang digariskan syariat Islam dan dapat menjadi pengganti yang benar dan pas dari lembaga keuangan ribawi dan konvensional.

_________________

[1] Al-Masharif Wa al-A’maal al-Mashrafiyah. DR. Gharib al-Gamal hal. 391.
[2] Lihat al-Bunuk al-Islamiyah Baina An-Nazhoriyat wa at-Tathbiq hal 89.
[3] Informasi ini diambil dari buku Bank Syari’at dari teori ke praktek, Muhammad Antonio Syafi’I hal 18.