Kendala Bank Syariah

Tidak dipungkiri beratnya tugas yang diemban perbankan syariat dan ini tambah berat dengan banyaknya permasalahan yang belum terselesaikan –khususnya pada perbankan syariat di negeri ini-. Diantara kendala tersebut:

1. Sumber Daya Manusia yang belum memadai.

Hal ini dapat dilihat pada realita yang ada. Kekurangan Sumber Daya Manusia ini mencakup praktisi maupun dewan pengawas syariatnya.

Praktisi dan Pegawainya

Realitas jauhnya mereka dari ajaran dan aqidah islam sangat nyata sekali terlihat. Baik dari penampilan mereka di kantor maupun di kehidupan sehari-harinya. Ketidak tahuan mereka terhadap aqidah dan ajaran syariat Islam menjadikan pola fikir dan sikapnya tidak mencerminkan syari’at. Sehingga bagaimana mungkin akan bersikap syar’i dalam masalah harta yang berhubungan dengan orang lain, padahal yang menyangkut hal-hal yang mudah dan mendasar dalam syari’at mereka tidak mengetahuinya.

Oleh karena itu pembinaan intensif terhadap mereka menjadi tanggung jawab dari perbankan syariat secara tidak langsung. Keimanan dan komitmen mereka ini sangat mendukung terbentukanya perbankan syariat yang ideal dan mempermudah dewan pengawas syariat dalam mewujudkan tugasnya mengawasi, membina dan mengarahkan semua aktifitas perbankan sesuai syariat.

Dewan Pengawas Syariat (al-Hai’ah asy-Syar’iyah)

DPS ini menjadi salah satu penentu arah satu bank karena menjadi pengawas serta penunjang kesuksesan perbankan dalam produk syariatnya.

ووظيفة الهيئة الشرعية في البنك أن تخرج الخدمات والمعاملات التي يقدمها البنك الإسلامي تخريجا شرعيا ضمن هذه العقود السبعة ،وربما غيرها أيضا ، بشرط أن لا يكون فيها تحايل ، ولهذا أبدى بعض العلماء رأيا وجيها هو ضرورة أن تستقل الرقابة الشرعية للبنوك الإسلامية عن إدارة البنك حتى لا تلجأ إلى الحيل لإباحة ما هو محرم

Tugas mereka dalam Bank adalah mengeluarkan layanan dan mu’amalah yang akan digunakan bank syariat yang sesuai dengan syariat. Tentunya dengan syarat tidak ada rekayasa dalam hal itu. Karenanya sebagian ulama menyampaikan usulan untuk memisahkan badan pengawas syariat pada bank syari’at dari menegemen bank hingga tidak mendorongnya berbuat rekayasa menghalalkan yang haram.

Diantara kendala yang terjadi pada dewan pengawas syari’at dan aktifitasnya bersama bank adalah:

a. Menjadi orang atau bagian dalam bank. Ini sendiri satu masalah sebab ia harus memberikan pelayanan kepada bank dalam mayoritas aktifitasnya dengan imbalan gaji bulanan atau fee (ujrah). Ini semua bisa menjadi sebab kelonggaran fatwa dan menghabiskan waktu mereka untuk pengembangan aktifitas bank islam yang dapat menggangtikan peran bank konvensional.

b. Pengembangan pengganti produk yang sudah ada dalam perbankan konvensional. Ini merupakan tantangan berat bagi anggota dewan pengawas syari’at. Sangat mudah untuk mengkritisi dan mengharamkan sebagian dari produk tersebut, namun yang lebih berat adalah mengadakan pengganti yang dapat diterima syariat dan tidak melanggarnya. Juga harus bisa menunaikan tuntutan seluruh jajaran yang memiliki hubungan. Pengadaan pengganti muamalat ribawi dalam perbankan syariat menuntut pemahaman yang dalam dan rinci atas hakekat produk yang sudah ada tersebut, tujuan dan mengenal sisi-sisi yang memiliki hubungan dengannya. Mengetahui dengan benar transaksi dan hukum yang mengaturnya setelah itu harus mengetahui kelayakan dan aktifitas pelaksanaannya. Ini jelas bukan pekerjaan gampang dan membutuhkan penelitian, diskusi dan riset sesuai dengan jenis produknya.

c. Ukuran kerja sama pihak menegement bank dalam memudahkan pekerjaan dewan pengawas ini dari sisi pelengkapan maklumat yang diperlukan, transaksi dan kesepakatan. Juga mempermudah mencapai semua sisi yang berhubungan dengannya seperti para praktisi dan pegawainya, bank dan perusahaan nasional dan internasional. Demikian juga kemudahan pemberian anggaran yang cukup untuk studi kelayakan dan operasional pelaksanaannya serta pelatihan untuk para pegawainya agar memiliki kemampuan yang baik untuk menjalankan produk dan layanan yang baru. Setelah itu harus menerapkannya secara pas.

d. Para praktisi pun tidak sama dalam menerima produk baru yang diusulkan sesuai tuntutan perbankan dan besar kecilnya kerja mereka. Kadang kerjaan mereka tidak lebih dari melayani permintaan finance konsumtif, pembukaan rekening, pengembangan modal atau mendapatkan kartu kredit atau atm. Namun yang harus menjadi karakter praktisi dan pegawai bank syariat adalah semangat anggota dewan pengawas syariatnya.Dasar mereka untuk memastikan kemurnian syariat dalam semua aktifitas perbankan mereka dengan mendengar fatwa. Sedangkan perusahaan perbankan sendiri mengalami kesulitan untuk mengembangkan pengganti yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan kemudahan, kecepatan yang sudah biasa ada di bank konvensional. Hal-hal ini bisa menjadikan kebimbangan untuk menerapkan produk pengganti atau bersikap apatis terhadap produk tersebut. Semua ini mempersulit peran dan tanggung awab dewan pengawas syariat dalam menyediakan produk pengganti yang pas.

e. Lembaga pemerintah yang berhubungan dengannya. Ini jelas ada karena semua bank di negeri ini dibawah pengawasan Bank Indonesia sebagai bank induk (al-Bunuk al-Markaziyah) dan tunduk kepada perundang-undangan dan aturannya. Dewan pengawas ini akan banyak bertabrakan dengan perundangan dan aturan-aturan yang kontra dengan syariat.

2. Perundang-undangan yang belum mendukung sepenuhnya.
3. Masyarakat masih dikuasai pemikiran kapitalisme.