MAKKAH — Jamaah haji nonkuota yang tidak puas atas pelayananan haji di Tanah Suci atau yang mengalami penipuan berkedok ONH Plus harus mengadukan hal itu ke polisi. Departemen Agama berharap para jamaah yang merasa dirugikan mau melakukan hal tersebut.

”Saya berharap, jamaah nonkuota yang tidak puas mau menggugat PT-nya (perusahaan penyelenggara haji plus) itu. Padahal mereka membayar mahal dan tidak puas atas pelayanan. Aspek pemerintah hanya pada pemberian sanksi saja, tapi itu pun bagi PIHK yang terdaftar,” kata Sekjen Depag yang juga menjabat Amirul Haj, Bahrul Hayat.

Ketika ditanya apakah jemaah nonkuota yang berkedok ONH Plus atau undangan ini harus melaporkan ke polisi dan bagaimana kerja sama dengan Depag. ”Itu harus berdasarkan pengaduan dari yang merasa dirugikan. Jadi kita harapkan kerja sama jamaah untuk mengadukan hal itu,” jawabnya.

Jumlah jamaah nonkuota dari Indonesia yang berada di Makkah saat ini, menurut Bahrul, dari data muasasah tercatat sekitar 3.000 orang. Namun data yang diterima Depag dari pihak keimigrasian tercatat berjumlah 1.040 orang.

”Kita sudah minta bantuan, Menteri Agama dan saya sudah memanggil Ketua Muasasah Asia Tenggara, Johan Sedayu, kita sudah sampaikan bahwa persoalan nonkuota harus diselesaikan oleh kedua negara. Menurut kacamata Indonesia, ini mengganggu sistem perhajian yang sedang dibangun pemerintah,” jelasnya.

Bahrul melanjutkan, bila hal tersebut terus dibiarkan akan menggangu pelayanan haji yang dikelola pemerintah dan PIHK yang memiliki izin resmi pemerintah. Bahkan, penambahan jumlah jamaah nonkuota pada tahun ini sudah dirasakan berdampak pada jamaah haji reguler.

”Sebab Muasasah meletakkan 3.000 jamaah nonkuota di tenda jamaah reguler. Akibatnya, jamaah reguler semakin sempit dan berkurangnya akomodasi serta katering. Ini menggangu jamaah reguler. Kita minta Muasasah menangani hal ini dengan serius,” tegasnya.

Guna menyelesaikan masalah itu, pemerintah akan meminta dokumen perusahaan yang mengirimkan jamaah nonkuota kepada para Muasasah di Arab Saudi. Depag akan menindak dan memberikan sanksi kepada perusahaan yang berizin, sedangkan yang tidak berizin resmi akan diumumkan kepada publik.

Bahrul mengaku, tidak mungkin visa haji atau calling visa yang dikantongi jemaah nonkuota ini karena ada keterlibatan oknum pejabat di Indonesia. ”Saya kira itu tidak ada, karena pintu ada di Depag. Kewenangan pemberian visa ada pada negara yang dituju atau Dubes Arab Saudi di Jakarta,” tandasnya.

Sebenarnya di dalam UU No. 13/2008 tentang Penyelenggaraan Haji disebutkan ada undangan khusus atau calling visa , apabila mendapatkan undangan resmi. ”Nah, ini sering disalahgunakan oleh PT atau oknum yang tidak jelas dan tidak jelas siapa yang mengundang. Bukan undangan resmi melalui Depag, Dubes Arab Saudi, atau Kerajaan Arab Saudi,” ujarnya.

Tidak hanya itu, biasanya calling visa terbatas diberikan kepada orang-orang tertentu. ”Kalau sampaui 3.000 orang itu bukan calling visa , itu undangan, maka yang mengundanglah yang harus bertanggung jawab. Kita minta Muasasah menyampaikan ke Menteri Urusan Haji untuk menekan dan mengendalikan haji nonkuota itu,” tegasnya.
Sumber: http://www.republika.co.id