Ifthar (berbuka) dan Imsak (menahan diri)

  • Jika matahari telah terbenam secara sempurna, maka orang yang berpuasa boleh berbuka, dan cahaya kemerah-merahan di ufuq barat yang tersisa itu tidak menjadi penghalang untuk berbuka. Rasulullah bersabda,
    إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ.
    “Apabila malam telah tiba dari arah sana dan siang pergi dari arah sana, maka orang yang berpuasa boleh berbuka. [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Al-Fath, no. 1954, dan pembahasan ini ada dalam Majmu’ Al-Fatawa, 25/216]

    Dan sunnahnya adalah segera berbuka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasanya tidak shalat Maghrib sehingga berbuka terlebih dahulu sekalipun hanya dengan meminum seteguk air [Diriwayatkan oleh Al-Hakim, 1/432, As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 2110]. Kalau orang yang akan berbuka tidak mendapatkan sesuatu untuk ifthar (membatalkan), maka cukup dengan berniat ifthar di dalam hatinya, tidak menghisap jari sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang awam. Dan hendaknya selalu waspada agar tidak berbuka sebelum waktunya, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam mimpinya pernah melihat sekelompok kaum yang digantung terbalik (kepala di bawah) dan pada setiap sudut mulut mereka bercucuran darah. Maka tatkala beliau bertanya tentang mereka, diberitakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum waktunya” [Haditsnya tersebut dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, no. 1986, dan dalam Shahihut Targhib, 1/420]. Maka barangsiapa yang meyakini atau menurut dugaan kuatnya atau ragu-ragu bahwa ia telah berbuka sebelum waktu Maghrib tiba, maka ia wajib mengqadha’ (mengganti) puasanya, karena “ukurannya adalah utuhnya siang” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 10/287]. Maka dari itu, hendaknya waspada terhadap berpegang kepada berita anak kecil dan sumber-sumber yang kurang dapat dipercaya; dan demikian pula hendaknya memperhatikan perbedaan waktu antara satu kota (daerah) dengan kota lainnya di saat mendengar suara adzan lewat radio atau televisi ataupun lainnya.

  • Kalau fajar Shubuh telah terbit –yaitu cahaya putih di ufuk timur– maka pada saat itu pula setiap orang yang berpuasa wajib imsak (menahan dari yang membatalkan), apakah ia mendengar suara adzan ataupun tidak. Dan jika diketahui bahwa adzan dikuman-dangakan pada saat terbitnya fajar Shubuh, maka wajib imsak pada saat itu. Adapun kalau adzan dikumandang-kan sebelum fajar terbit, maka tidak wajib imsak (menahan) dari makan dan minum. Dan kalau ia tidak mengetahui kondisi adzan atau terjadi perbedaan waktu beberapa suara adzan, sedang-kan ia tidak dapat membedakan apakah fajar Shubuh telah tiba –seperti terjadi di kota-kota besar- karena cahaya lampu atau bangunan-bangunan pen-cakar langit, maka hendaknya ia bersikap hati-hati dan berpegang pada waktu yang ada di kalender yang ditetapkan dengan hisab, selagi ia tidak ada kekeliruannya.

    Adapun bersikap hati-hati hingga melakukan imsak di waktu tertentu, seperti 10 menit sebelum fajar, maka hal ini adalah salah satu bentuk bid’ah. Dan yang kita lihat pada sebagian kalender ada kolom khusus untuk wak-tu imsak dan kolom lain untuk waktu fajar adalah merupakan perkara yang bertentangan dengan syari’ah.

  • Dan negeri yang perbedaan malam dan siangnya panjang, maka kaum muslimin wajib berpuasa sekalipun siangnya lebih panjang, selagi mereka masih dapat membedakan antara malam dan siang. Dan untuk sebagian daerah yang tidak mungkin dapat membedakan antara siang dan malam, maka mereka berpuasa dengan mengikuti waktu daerah terdekat yang dapat mengetahui malam dan siang.