Di perang Khandaq atau Ahzab, Madinah di kepung oleh pasukan sekutu dari orang-orang kafir atas rencana jahat orang-orang Yahudi, kecemasan dan ketakutan meliputi orang-orangnya, ketakutan yang digambarkan oleh Allah dalam firmanNya, “Ketika mereka datang dari atas dan dari bawah kalian dan ketika penglihatan kalian goncang dan hati kalian naik menyesak ke tenggorokan dan kalian mengira Allah dengan beberapa perkiraan, di situlah orang-orang mukmin diuji dan hati mereka diguncang dengan guncangan yang yang sangat.” (Al-Ahzab: 10-11).

Dalam perang ini ada seorang laki-laki yang dengan kecerdikannya berhasil memecah belah persekutuan pasukan orang-orang kafir, Nuaim bin Mas’ud al-Asyja’i adalah laki-laki tersebut, yang bersangkutan dari kabilah Ghathafan, salah satu sekutu dalam pasukan orang-orang kafir. Dia datang kepada Nabi saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah masuk Islam, namun kaumku tidak mengetahui keislamanku, perintahkan aku untuk melakukan sesuatu.” Nabi saw menjawab, “Kamu hanya seorang diri, lakukanlah sesuatu agar kaummu tidak membantu orang-orang Quraisy, karena perang itu tipu daya.”

Nuaim pergi kepada orang-orang Yahudi Bani Quraizhah, di antara Nuaim dengan mereka masih ada hubungan kekerabatan ala jahiliyah, Nuaim berkata kepada mereka, “Orang-orang Quraisy itu tidak sama dengan kalian, negeri ini adalah negeri kalian, harta, istri dan anak-anak kalian di sini, kalian tidak bisa dengan mudah pindah dari sini. Orang-orang Quraisy dan Ghathafan telah datang untuk menyerang Muhammad dan orang-orangnya, kalian membantu mereka secara diam-diam. Jika mereka mendapatkan kesempatan untuk mewujudkan harapan mereka maka mereka akan melakukan, namun jika tidak maka mereka akan pulang dan meninggalkan kalian dengan Muhammad dan akhirnya Muhammad membalas apa yang kalian telah lakukan kepadanya.”

Mereka bertanya, “Apa yang kami lakukan wahai Nuaim?” Nuaim menjawab, “Jangan berperang bersama Quraisy dan Ghathafan sehingga mereka memberikan jaminan kepada kalian.” Mereka berkata, “Kamu telah memberi kami pendapat yang benar.”

Selanjutnya Nuaim meninggalkan orang-orang Yahudi menuju orang-orang Quraisy, dia berkata kepada mereka, “Kalian sudah mengetahui ketulusanku kepada kalian, aku beri tahu kalian bahwa orang-orang Yahudi telah menyesal atas apa yang mereka lakukan, mereka telah mengkhianati Muhammad dan orang-orangnya, mereka mengatakan kepada Muhammad bahwa mereka akan meminta jaminan dari kalian dan akan menyerahkannya kepada Muhammad dan setelah itu mereka akan bahu membahu dengan Muhammad untuk menyerang kalian, oleh karena itu jika mereka meminta jaminan kepada kalian, maka kalian jangan memberikannya kepada mereka.”

Selanjutnya Nuaim pergi kepada kaumnya Ghathafan dan mengatakan hal sama kepada mereka.

Quraisy mengirim utusan kepada orang-orang Yahudi di malam Sabtu, Syawwal tahun kelima hijriyah, utusan itu membawa pesan mereka, “Kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi, kaki dan sepatu kami telah rusak, bergabunglah dengan kami untuk menghabisi Muhammad dan orang-orangnya.” Orang-orang Yahudi menjawab, “Hari ini adalah hari Sabtu, kami tidak ingin ditimpa adzab yang telah menimpa orang-orang sebelum kami ketika mereka melakukan pelanggaran pada hari Sabtu, di samping itu kami tidak akan pernah berperang bersama kalian sebelum kalian mengirimkan jaminan kepada kami.”

Mendengar jawaban orang-orang Yahudi, Quraisy dan Ghathafan bergumam, “Nuaim telah berkata benar kepada kita.” Selanjutnya orang-orang Quraisy mengirim pesan kepada orang-orang Yahudi, “Kami tidak mengirimkan apa pun kepada kalian, keluarlah bersama kami untuk memerangi Muhammad dan orang-orangnya.” Maka orang-orang Yahudi berkata, “Nuaim telah berkata benar kepada kita.”

Hasilnya, orang-orang Quraisy dan Ghathafan di satu kubu dengan orang-orang Yahudi di kubu yang lain, yang sebelumnya mereka adalah sekutu, bercerai berai, satu dengan yang lain saling mengacuhkan dan tidak berharap. Dalam kondisi tersebut merosotlah semangat juang mereka.

Benar, perang adalah strategi dan tipu daya. (Izzudin Karimi)