Adab-adab Berdoa

(1) Memanjatkan pujian kepada Allah sebelum berdoa dan juga bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,

كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وسَلَّمَ

“Setiap doa itu terhalang (untuk dikabulkan oleh Allah), hingga (orang yang berdoa) bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”[1]

(2) Mengakui dosa dan mengenal kesalahannya. Allah Ta’ala berfirman mengenai hambaNya, Nabi Yunus ‘alaihissalam,

أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim.” (Al-Anbiya’: 87).

(3) Menundukkan diri, khusyu’, penuh harap dan cemas. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik, dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Al-Anbiya’: 90).

(4) Hadirnya hati ketika berdoa, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

اُدْعُوا اللّٰهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالْإِجَابَةِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ لَا يَسْتَجِيْبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian penuh keyakinan akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwasanya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan senda gurau.”[2]

(5) Memiliki hati yang kokoh dalam berdoa, dan tekad yang bulat dalam memohon; berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا يَقُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ: اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِيْ إِنْ شِئْتَ، اَللّٰهُمَّ ارْحَمْنِيْ إِنْ شِئْتَ؛ لِيَعْزِمِ الْمَسْأَلَةَ، فَإِنَّهُ لَا مُكْرِهَ لَهُ

“Janganlah seseorang dari kalian mengatakan, ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau berkehendak, ya Allah, rahmatilah aku jika Engkau berkehendak,’ hendaklah dia mengukuhkan permohonan, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat memaksaNya.”[3]

(6) Meminta berulang-ulang dalam berdoa.

(7) Berdoa dalam segala keadaan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيْبَ اللّٰهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكُرَبِ فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ

“Barangsiapa yang senang agar dijawab doanya oleh Allah ketika masa sulit dan bencana, maka hendaklah dia banyak berdoa ketika dalam keadaan lapang.”[4]

(8) Disunnahkan menyembunyikan doa. Allah Ta’ala berfirman,

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut (tersembunyi).” (Al-A’raf: 55).

(9) Menghindari mendoakan keburukan terhadap keluarga, harta, dan diri; berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا تَدْعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلَا تَدْعُوْا عَلَى أَوْلَادِكُمْ، وَلَا تَدْعُوْا عَلَى أَمْوَالِكُمْ؛ لَا تُوَافِقُوْا مِنَ اللّٰهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيْبُ لَكُمْ

“Janganlah kalian mendoakan keburukan terhadap diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan terhadap anak-anak kalian, dan jangan pula kalian mendoakan keburukan terhadap harta kalian; jangan sampai kalian bertepatan dengan suatu waktu (yang dikabulkan) dari Allah di mana Dia dimohon suatu pemberian pada waktu tersebut, lalu Dia mengabulkan (permohonan) kalian.”[5]

(10) Mengulangi doa tiga kali; karena “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila berdoa, maka beliau berdoa tiga kali.”[6]

(11) Menghadap kiblat; berdasarkan hadits yang diriwayatkan al-Bukhari “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap kiblat dan mendoakan keburukan terhadap (kafir) Quraisy.”[7]

(12) Mencari waktu-waktu terkabulnya doa, di antaranya: ketika sujud, di antara adzan dan iqamah, di akhir waktu pada (sore) Hari Jum’at.

(13) Mengangkat kedua tangan ketika berdoa; berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ

“Sesungguhnya Rabb kalian Yang Mahasuci lagi Mahatinggi Maha Pemalu dan Mahamulia, Dia malu kepada hambaNya apabila ham-baNya itu mengangkat kedua tangannya (memohon kepadaNya), lalu Dia mengembalikan kedua tangannya dalam keadaan kosong dan gagal.”[8]

Sedangkan di dalam mengusap wajah dengan kedua tangan dalam qunut witir dan lainnya ada hadits-hadits yang lemah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.”

(14) Berbakti kepada kedua orang tua adalah di antara sebab-sebab terkabulnya doa sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits kisah Uwais bin Amir al-Qarni[9], di mana dia adalah seorang yang penuh bakti kepada ibunya, begitu pula sebagaimana yang disebutkan dalam hadits tentang kisah tiga orang yang terjebak di dalam sebuah gua yang tertutup oleh sebongkah batu besar.[10]

(15) Memperbanyak amalan-amalan ibadah sunnah setelah yang wajib-wajib termasuk di antara sebab terkabulnya doa.[11]

(16) Melakukan suatu amal shalih sebelum berdoa.

(17) Disyariatkan bagi seorang Muslim untuk berwudhu sebelum berdoa, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam usai dari Perang Hunain, dan di dalamnya disebutkan,

فَدَعَا بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ [لِعُبَيْدٍ أَبِيْ عَامِرٍ]، وَرَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ

“… lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meminta dibawakan air, lalu beliau berwudhu, kemudian beliau mengangkat kedua tangan beliau seraya berdoa, ‘Ya Allah ampunilah [Ubaid Abu Amir],’ dan aku melihat putih kedua ketiak beliau.”[12]

(18) Hendaklah tujuan seorang yang berdoa adalah suatu yang baik. Disebutkan tentang doa Nabi Musa ‘alaihissalam,

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26) وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي (27) يَفْقَهُوا قَوْلِي (28) وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي (29) هَارُونَ أَخِي (30) اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي (31) وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي (32) كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا (33) وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا (34) إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا (35)

“Musa berkata, ‘Wahai Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepadaMu, dan banyak mengingatMu. Sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami’.” (Thaha: 25-35).

(19) Orang yang berdoa hendaklah menampakkan pengaduannya kepada Allah Ta’ala dan menunjukkan rasa butuhnya. Sungguh Allah Ta’ala telah berfirman tentang Nabi Ya’qub ‘alaihissalam yang berdoa,

إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya hanya kepada Allah, aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya.” (Yusuf: 86).

Allah Ta’ala juga berfirman tentang Nabi Ayyub ‘alaihissalam,

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia menyeru Rabbnya, ‘(Wahai Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, sedangkan Engkau adalah Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” (Al-Anbiya’: 83).

Disebutkan dalam doa Nabi Musa ‘alaihissalam,

رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

“Wahai Rabbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Al-Qashash: 24).

(20) Memilih doa-doa yang mencakup banyak makna dan ucapan-ucapan yang bagus.

(21) Hendaklah orang yang berdoa memulai dengan dirinya, seperti,

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami….” (Al-Hasyr: 10),

[dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata]

وَكَانَ الرَّسُوْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وسَلَّمَ إِذَا ذَكَرَ أَحَدًا فَدَعَا لَهُ بَدَأَ بِنَفْسِهِ

“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingat seseorang, lalu beliau mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau memulai dari dirinya sendiri.”[13]

(22) Berdoa untuk saudaranya kaum Mukminin. Allah Ta’ala berfirman,

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan.” (Muhammad: 19).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنِ اسْتَغْفَرَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَتَبَ اللّٰهُ لَهُ بِكُلِّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ حَسَنَةً

“Barangsiapa yang memohonkan ampunan bagi orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan, niscaya Allah menuliskan untuknya satu kebaikan dengan (doanya pada) setiap Mukmin laki-laki dan perempuan.”[14]

(23) Tidak memaksakan diri berdoa dengan bersajak.

(24) Berusaha melafalkan kalimat doa dengan fasih tanpa memaksakan diri.

(25) Berusaha memilih Nama atau Sifat Allah yang sesuai dengan keadaan doa yang dipanjatkan, seperti,

يَا رَحِيْمُ، ارْحَمْنِيْ

“Wahai Dzat Yang Maha Penyayang, limpahkanlah rahmat untukku.”

(26) Tidak menghalangi orang lain dari rahmat Allah dalam berdoa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

قَامَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وسَلَّمَ فِيْ صَلَاةٍ وَقُمْنَا مَعَهُ، فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ: اَللّٰهُمَّ ارْحَمْنِيْ وَمُحَمَّدًا، وَلَا تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا. فَلَمَّا سَلَّمَ النَّبِيُّ  صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وسَلَّمَ قَالَ لِلْأَعْرَابِيِّ: لَقَدْ حَجَّرْتَ وَاسِعًا -يُرِيْدُ رَحْمَةَ اللّٰهِ-.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri mengerjakan suatu shalat, sementara kami shalat bersama beliau, lalu seorang Arab Badui (pedalaman) berkata (berdoa) dalam shalat, ‘Ya Allah, rahmatilah aku dan Nabi Muhammad, dan jangan Engkau rahmati seorang pun bersama kami.’ Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam salam, maka beliau bersabda kepada orang Arab Badui itu, ‘Sungguh engkau telah menghalangi (dari orang lain) sesuatu yang luas’ –beliau memaksudkan rahmat Allah–.”[15]

(27) Orang yang menyimak doa hendaklah mengucapkan, “amin (ya Allah, kabulkanlah)”.

(28) Memohon kepada Allah hajat yang besar maupun yang kecil; berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

سَلُوا اللّٰهَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الشِّسْعَ، فَإِنَّ اللّٰهَ [إِنْ] لَمْ يُيَسِّرْهُ لَمْ [يَتَيَسَّرْ]

“Mohonlah kepada Allah segala sesuatu, hingga (sekedar) tali sandal; karena sesungguhnya Allah Ta’ala  [jika] Dia tidak memudahkannya, niscaya sesuatu itu [tidak akan mudah].”[16]

(29) Hendaklah doa seseorang itu tidak mencakup sesuatu yang bersifat syirik.

(30) Tidak berdoa mengharapkan kematian.

(31) Tidak berdoa meminta disegerakannya hukuman (azab).

(32) Tidak berdoa memohon sesuatu yang mustahil, seperti memohon kekal di dunia.

(33) Tidak berdoa memohon sesuatu yang dia sendiri telah usai darinya.

(34) Tidak berdoa memohon sesuatu yang Syariat telah menunjukkan kemustahilannya, seperti memohon jangan sampai ada seorang Muslim pun yang masuk surga.

(35) Tidak berdoa dengan suatu dosa, seperti berdoa memohon agar seseorang menjadi pecandu minuman keras.

(36) Tidak berdoa yang mengandung pemutusan silaturahim, seperti memohon agar kesatuan kaum Muslimin tercerai-berai.

(37) Hendaklah imam tidak mengkhususkan dirinya dengan suatu doa, tanpa mengikutsertakan makmum.

(38) Hendaklah dia tidak meninggalkan adab-adab dalam berdoa, seperti mengatakan, “Wahai Tuhan anjing dan keledai”.

(39) Hendaklah dia tidak bertujuan rusak dengan doanya, seperti berdoa memohon harta dengan tujuan untuk berbuat maksiat.

(40) Hendaklah dia yakin akan dikabulkan Allah.

(41) Hendaklah orang yang berdoa itu tidak merinci doanya dengan rincian yang (sebenarnya) tidak lazim baginya.

(42) Tidak berdoa kepada Allah dengan menyebut suatu Nama Allah yang tidak ada dalam al-Qur’an maupun dalam as-Sunnah, seperti: (يَا سُلْطَانُ) “wahai Penguasa”, atau (يَا بُرْهَانُ) “Wahai Petunjuk”, atau (يَا حَنَّانُ) “Wahai Pengasih” dan lain sebagainya.

(43) Tidak berlebihan dalam mengeraskan suara.

(44) Tidak berdoa dengan, “Ya Allah, aku tidak memohon kepada-Mu untuk menolak ketetapan takdir, akan tetapi aku memohon kepadaMu sifat lembutMu padanya (ketetapan takdir tersebut).”

(45) Tidak mengaitkan doa dengan Kehendak Allah, (seperti mengatakan, ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau kehendaki’, atau ‘Berilah aku rizki jika Engkau berkenan’, dan semisalnya. Pent.).

 

Keterangan:

[1] Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 4523.

[2] Shahih at-Targhib, no. 1653. (Penerjemah menambahkan: Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3479; dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, dan juga dalam Shahih at-Targhib sebagaimana yang diisyaratkan penulis. Hadits semakna juga diriwayatkan Imam Ahmad, no. 6617; dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhu, dan dinyatakan hasan lighairihi oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib, no. 1652).

[3] Shahih Sunan Abu Dawud, no. 1316. (Penerjemah menambahkan: Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6339 dan 7477; Muslim, no. 2679, at-Tirmidzi, no. 3497; dan Abu Dawud, no. 1483: dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

[4] As-Silsilah ash-Shahihah, no. 593. (Penerjemah menambahkan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3382; dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi).

[5] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 3009.

[6] Diriwayatkan oleh Muslim, (no. 1719, Pent.), dan lihat as-Silsilah ash-Sha-hihah, no. 3472.

وَكَانَ إِذَا دَعَا دَعَا ثَلَاثًا وَإِذَا سَأَلَ سَأَلَ ثَلَاثًا

“Dahulu beliau apabila berdoa, maka beliau berdoa tiga kali, dan apabila meminta, maka beliau meminta tiga kali.”

[7] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3960.

[8] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 1488, dan al-Albani rahimahullah berkata, “Sanad-nya shahih.” Lihat Shahih al-Jami’, no. 2070.

[9] Yang diriwayatkan oleh Muslim, no. 2542.

[10] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5974; dan Muslim, no. 2743.

[11] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6502.

[12] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4323; dan Muslim, no. 2498.

[13] Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 4723.

[14] Dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 6026.

[15] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6010.

[16] Diriwayatkan oleh Ibnu as-Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah, no. 356, dan didhaifkan oleh al-Albani dalam as-Silsilah adh-Dha’ifah, no. 1362.

 

Referensi:

Panduan Lengkap dan Praktis Adab & Akhlak Islami Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, Majid Sa’ud al-Ausyan, Darul Haq, Cetakan  VI, Dzulhijjah 1440 H. (08. 2019 M.)