Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا (7) وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا (8)

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya. Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.” (Al-Kahfi : 7-8).

***

Sesungguhnya termasuk perkara yang diakui oleh seluruh kaum Muslimin adalah bahwa kehidupan dunia merupakan tempat cobaan dan ujian, Allah-عَزَّ وَجَلَّ-menciptakan hamba-hambaNya dalam kehidupan dunia ini untuk menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Maka, kehidupan dunia bukanlah tempat tinggal, namun sekedar tempat persinggahan dan perpindahan, dimana para hamba diuji dan dicoba agar Allah-عَزَّ وَجَلَّ-membedakan yang baik dari yang buruk, yang shaleh dari yang rusak.

Wahai orang-orang yang beriman !
Perhatikan dan renungkanlah apa yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-firmankan,

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا (7) وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا (8)

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya. Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.” (Al-Kahfi : 7-8).

Ayat ini termasuk sepuluh ayat dibukanya surat Al-Kahfi, sementara telah valid di dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Darda-semoga Allah meridhainya- bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْف عُصِمَ مِنْ الدَّجَّالِ

“Barang siapa menghafal sepuluh ayat dari awal surat Al-Kahfi niscaya dilindungi dari Dajjal.”

Dan telah valid di dalam Al-Mustadrak dari hadits Abu Sa’id al-Khudri-semoga Allah meridhainya-bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمعَتَيْن

“Barang siapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at niscaya ia diterangi cahaya di antara dua Jum’at.”

Ini merupakan bagian dari keutamaan ayat-ayat ini dan kebaikan-kebaikannya yang sedemikian terpuji, dan pengaruh-pengaruhnya yang penuh berkah terhadap orang yang menghafalnya, membacanya, dan merenungkan petunjuk-petunjuknya. Betapa indahnya bila kita merenungkan ayat-ayat ini.

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya.”

Maka, segala sesuatu yang berada di atas permukaan bumi berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, sungai, bebatuan, lembah, gunung dan yang lainnya, kesemua itu Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-jadikan sebagai perhiasan bagi bumi ini. Dan, untuk apa Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikannya sebagai perhiasan? Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.”

Dengan demikian, maka kehidupan dunia dengan segala kesenangannya dan segala bentuk kelezatannya sejatinya merupakan tempat ujian dan cobaan supaya diketahui orang yang shaleh dari orang yang rusak, yang baik dari yang buruk, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

لِيَمِيزَ اللَّهُ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ

“Agar Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik.” (Al-Anfal : 37).
Karena itu, renungkanlah hal itu wahai hamba-hamba Allah!

لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.”

Kemudian apa wahai hamba-hamba Allah ?
Sesungguhnya semua yang ada di atas permukaan bumi berupa kesenangan, perhiasan, kenikmatan, dan pemberian, kesemuanya itu akhirnya adalah hilang dan fana, oleh karena itu, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –berfirman,

وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا

“Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.” (Al-Kahfi : 8).

Maka semua yang ada di atas permukaan bumi berupa sesuatu yang dimakan, sesuatu yang diminum, sesuatu yang dipakai, tempat tinggal, pemandangan, dan yang lainnya, kesemua hal itu berjalan menuju kepada kemusnahan dan kefanaan.

وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا

“Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.” (Al-Kahfi : 7-8).

Dan oleh karena ini, maka sesungguhnya seorang hamba itu akan menemui Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –pada hari Kiamat sendiri-sendiri, tidak ada yang menyertainya berupa hal-hal yang sebelumnya dimilikinya saat kehidupannya di dunia apa pun bentuknya kecuali amalannya, baik amal tersebut amal baik atau pun amal tersebut amal yang rusak (buruk), sesungguhnya itulah bekal yang akan dibawanya untuk bertemu Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –.

لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.”

Sesungguhnya hal utama kehidupan ini dan merupakan keuntungan yang penuh berkah di dalamnya adalah siapa yang mengumpulkan dalam kehidupan ini amal-amal baik dan amal-amal ketaatan yang akan memudahkannya untuk menemui Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –.

Salah seorang Salaf, dia adalah al-Fudhail bin ‘Iyadh- رَحِمَهُ اللهُ-, pernah ditanya tentang makna firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –,

لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.”
Maka beliau mengatakan, ”Yang paling ikhlas dan yang paling benar.”
Lalu, ditanyakan kepadanya, “Wahai Abu ‘Ali! Apa yang dimaksud dengan ‘yang paling ikhlas’ dan ‘yang paling benar’?”
Beliau menjawab, “Sesungguhnya amal itu bilamana murni namun tidak benar, niscaya tidak diterima. Dan begitu pula bila amal itu benar, namun tidak murni, niscaya tidak akan diterima pula, sehingga amal itu murni dan benar. Amal yang murni, selagi amal tersebut untuk Allah, sedangkan ‘amal yang benar’ selagi amal itu sesuai sunnah.

Wahai orang-orang yang beriman!
Sesungguhnya termasuk hal yang selayaknya kita ketahui dan hendaklah pula kita yakini terkait dengan bab ini adalah bahwa ujian Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى–terhadap para hambaNya dalam kehidupan ini ada dua jenis: (pertama) ujian dengan kenikmatan-kenikmatan dan hal-hal yang menyenangkan, (kedua) ujian dengan musibah-musibah dan hal-hal yang menyempitkan dada, sebagaimana firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (Al-Anbiya’: 35).

Sesungguhnya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menguji hamba-hambaNya terkadang dengan sesuatu yang menyenangkan dan hal-hal yang menggembirakan, berupa beragam bentuk kenikmatan, berbagai hal yang membahagiakan, dan berbagai warna-warni kelezatan, terkadang pula Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –menguji hamba-hambaNya dengan musibah-musibah, bencana, dan petaka. Kesemua hal itu merupakan cobaan. Orang yang diberi beragam bentuk kenikmatan, ia tengah dicoba. Orang yang terkena musibah-musibah dengan beragam bentuknya, ia pun tengah dicoba. Dan, orang Mukmin itu, dalam menghadapi kedua bentuk cobaan ini, ia berjalan dan maju menuju ke suatu kebaikan, disinilah Nabi kita Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- merasa takjub, sebagaimana datang di dalam hadits Shuhaib bin Sinan-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-yang terdapat di dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan perkara orang beriman itu! Sungguh, perkaranya semuanya itu baik, dan hal itu tidak terdapat pada diri seorang pun selain orang Mukmin. Jika hal yang menyenangkan menimpanya, maka ia bersyukur. Maka, hal itu baik baginya. Dan jika hal yang menyusahkan menimpanya, ia pun bersabar, maka itu pun baik baginya.”

Ya, hal tersebut tidak ada pada seorang pun kecuali pada seorang Mukmin. Karena seorang Mukmin itu bila Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– menimpakan kepadanya hal-hal yang menjadikannya senang, gembira dan membahagiakan dirinya, ia tahu bahwa hal tersebut merupakan kenikmatan dan karunia dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –, sehingga ia bersyukur kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – dan memujiNya, maka ia beruntung -dalam posisi ini- dengan memperoleh pahala orang-orang yang bersyukur dan orang-orang yang memuji-Nya.

Dan bila orang Mukmin itu dicoba dalam kehidupan ini dengan sesuatu yang menyakitkannya, yang menjadikannya bersedih, yang membahayakannya, yang menggelisahkannya, maka ia pun tahu bahwa hal tersebut terjadi dengan izin Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –, dan bahwa apa yang menimpanya tak akan meleset darinya. Maka, ia tahu bahwa apa yang menimpanya berasal dari sisi Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى–, sehingga ia pun ridha, menerimanya dan bersabar, dengan begitu ia beruntung –dalam posisi ini- dengan memperoleh pahala orang-orang yang bersabar.

Dengan demikian, seorang Mukmin itu, dalam keadaan lapangnya dan dalam keadaan sempitnya, ia beruntung. Dalam keadaan lapangnya ia beruntung dengan meraih pahala orang-orang yang bersyukur. Sedangkan dalam keadaan sempitnya, ia beruntung dengan memperoleh pahala orang-orang yang bersabar.

Adapun orang yang tidak berada di atas iman yang benar dan ketaatan kepada Rabb Dzat yang Maha Terpuji-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- maka sesungguhnya saat berada dalam kelapangannya, ia tidak mengenali nikmat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى –yang diberikan kepadanya, bahkan ia mengingkarinya, sebagaimana Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman tentang orang-orang semisal mereka ini,

يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا

“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya.” (Qs. an-Nahl: 83).

Maka, apabila Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-melimpahkan pemberian kepadanya, ia akan mengingkari terhadap nikmat Rabbnya, seraya mengatakan,

إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي

“Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” (Al-Qashash: 78).
Atau ia bakal mengatakan, “Aku mewarisi harta ini dari bapakku, dari kakekku.”
Atau, ia akan mengakan, “Aku mendapatkannya dengan kucuran keringat dahiku sendiri, kecerdikanku dan kepandaianku.”
Dan ungkapan-ungkapan yang lainnya yang menunjukkan tipisnya agamanya dan lemahnya keimanannya.

Kemudian, sesungguhnya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, apabila mengujinya dengan beragam bentuk musibah dan bencana, ia pun murka, berkeluh kesah dan mengadukan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-kepada hamba-hambaNya. Sehingga ia pun rugi dalam kedua kondisinya, baik saat dicoba dengan kelapangan ataupun saat dicoba dengan kesempitan.

Karena itu-wahai hamba-hamba Allah- hendaknya kita berupaya melakukan hal-hal yang dengannya akan diperoleh keuntungan kita saat kondisi kita lapang dan saat kondisi kita sempit; maka dari itu, saat lapang hendaknya kita menjadi golongan orang-orang yang bersyukur dan saat sempit hendaknya kita menjadi golongan orang-orang yang bersabar, sehingga kita meraih kebaikan semunya dan kita beruntung dengan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-sematalah tempat meyandarkan harapan, kiranya membimbing kita kepada setiap kebaikan, dan semoga pula menunjuki kita kepada jalan yang lurus, menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang bersyukur saat lapang dan termasuk hamba-hambaNya yang bersabar saat sempit. Semoga pula Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikan setiap ketetapan yang ditetapkanNya bagi kita sebagai sebuah kebaikan, sesungguhnya Dia – تَبَارَكَ وَتَعَالَى- Maha Mendengar Doa yang dipanjatkan hamba-hambaNya. Dialah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang layak sebagai tempat menyandarkan segala harapan, Dialah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang cukup menjadi penolong bagi kita dan Dialah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- sebaik-baik pelindung. Wallahu A’lam. (Redaksi)

Sumber :
Al-Ibtila’u bis-Sarra’i wadh-Dharra’i, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad-semoga Allah menjaganya. Dengan ringkasan.