Pahala Diinginkan Setiap Insan

Pahala dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, termasuk perkara yang diinginkan oleh setiap insan yang beramal kebajikan. Hal ini, sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Dzat Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 145).

وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ

“Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang yang bersabar.” (al-Qashash: 80).

 

Pemberian Pahala Tanda Kasih Sayang

Pemberian pahala dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kepada setiap insan atas setiap kebajikan yang dilakukannya tersebut termasuk bagian dari perkara yang menunjukan kasih sayangNya kepada hamba-hambaNya dan sekaligus merupakan pedorong untuk lebih giat lagi melakukan beragam kebajikan. Bahkan, hal ini pun dapat memotivasi setiap insan untuk berlomba dengan orang lain, sehingga dirinya berhasil menjadi “The Winer” (sang juara) dalam mengumpulkan seabreg pahala dariNya.

Tabiat Menginginkan yang Lebih Banyak

Dalam urusan dunia, setiap insan mempunyai tabiat menginginkan meraih harta kekayaan yang berlipat-lipat ganda banyaknya, sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam sabdanya,

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادٍ مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنَّ لَهُ وَادِيًا آخَرَ

“Andai kata anak Adam telah memiliki satu lembah emas niscaya ia lebih suka untuk memiliki lembah emas yang lainnya.” (HR. Muslim, no. 2464).
Hal ini mendorong anak Adam untuk saling berlomba di antara sesamanya untuk mengumpulkan harta dunia sehingga kekayaan dunianya berlipat-lipat ganda banyaknya.

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga-bangga di di antara kamu serta berlomba-lomba dalam memperbanyak kekayaan dan anak keturunan.” (al-Hadid: 20).

 

Perlombaan Melipatgandakan Pahala Lebih Baik

Alangkah baiknya, andai kata perlombaan yang dilakukan anak Adam itu adalah dalam hal memperbanyak pahala di sisi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, karena ternyata ia akan meninggalkan dunia beserta harta kekayaannya, sementara pahala di sisi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan terus menemaninya dalam perjalanan kehidupan selanjutnya, yaitu, kehidupan di Akhirat, maka seorang anak Adam sangatlah membutuhkannya.
Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, berfirman,

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ

“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (An-Nahl: 96).

Maka, yang kekal itu tentunya lebih baik daripada yang akan leyap,

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti?” (al-Qashash: 60).
Jika Anda telah mengerti, memahami hakikat ini dan meyakini kebenarannya, maka hal ini hendaknya menjadi pedorong bagi Anda untuk lebih bersemangat berlomba-lomba dalam meningkatkan amal shaleh bersama hamba-hamba Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang lainnya dalam upaya melipatgandakan pahala Anda di sisi Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Pelipatgandaan Pahala Hal yang Pasti

Pelipatgandaan pahala amal shaleh di mana satu kebaikan dilipatgandakan pahalanya sampai sepuluh kali lipat, ini merupakan hal yang pasti berlaku pada setiap amal shaleh. Karena, hal itu termasuk janji Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- sedangkan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak menyelisihi janjiNya. Sebagaimana Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.” (al-An’am: 160).

Karena itulah, Anda tidak boleh ragu untuk terus berbuat baik dan mencari sebab-sebab dan amalan-amalan yang boleh jadi menjadikan pahala amal yang Anda lakukan akan melampaui pelipatgandaan pahala amal baik yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- sebutkan dalam ayat ini.

Sebab-sebab Pelipatgandaan Pahala Lebih dari Sepuluh Kali

Wahai orang-orang yang menginginkan pahala amalnya berlipat-lipat ganda banyaknya!
Pelipatgandaan pahala lebih dari sepuluh kali itu memiliki beberapa sebab. Dan, sebab-sebab tersebut bisa jadi berkaitan dengan orang yang melakukan amal, boleh jadi pula berkaitan degan amal itu sendiri, boleh jadi pula berkaitan dengan waktu amal itu dilakukan, boleh jadi pula berkaitan dengan tempat di mana amal tersebut dilakukan dan bisa jadi pula berkaitan dengan bekas-bekasnya atau dampak-dampaknya.

Ikhlas dan Mutaba’ah

Di antara sebab dilipatgandakannya pahala suatu amal shaleh adalah apabila seorang hamba merealisasikan keikhlasan kepada Dzat yang disembahnya dan mengikuti petunjuk RasulNya dalam melakukan amalnya. Karena amal itu bilamana termasuk amal yang disyariatkan, dan seorang hamba bertujuan melakukan amal tersebut untuk mendapatkan keridhaan Rabbnya dan pahalaNya, dan ia benar-benar merealisasikan tujuan tersebut dengan cara menjadikannya sebagai hal yang mendorongnya untuk melakukan amal dan hal itu pula yang menjadi target dan tujuan untuk melakukannya, di mana amalnya tersebut muncul karena dorongan iman kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan RasulNya -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, dan yang mendorongnya adalah karena perintah Sang Pembuat syariat, dan yang menjadi maksud dan tujuan darinya adalah wajah Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan ridhaNya, sebagaimana makna ini datang di dalam sejumlah ayat dan hadits, seperti firmanNya,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (al-Maidah: 27).

Yakni, orang-orang yang bertakwa kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dalam melakukan amal-amal mereka dengan mewujudkan keikhlasan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan mutaba’ah (mengikuti petunjuk RasulNya -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-).

Dan seperti di dalam sabda beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah niscaya diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu. Dan, barang siapa shalat malam qadar karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampunilah pula dosa-dosanya yang telah lalu.”

Dan nash-nash lainnya.

Sedikit dari amal yang disertai keikhlasan yang sempurna akan mengungguli banyak dari amal yang tidak sampai kepada derajat amal yang sedikit dalam hal kekuatan keikhlasannya.

Oleh karena ini, amal-amal zhahir di sisi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- bertingkat-tingkat kualitasnya disebabkan karena bertingkat-tingkatnya apa yang ada di dalam hati seorang hamba berupa keimanan dan keikhlasan.

Dan masuk di dalam cakupan amal-amal shaleh yang bertingkat-tingkat kualitasnya karena bertingkat-tingkat keikhlasannya adalah meninggalkan sesuatu yang diingini oleh jiwa berupa syahwat-syahwat yang diharamkan bilamana seseorang meninggalkannya dengan murni dari hatinya. Tidak ada pendorong lainnya untuk meninggalkan hal tersebut selain ikhlas. Kisah tentang orang-orang yang terperangkap di dalam goa merupakan dalil yang menguatkan hal tersebut.

Kebenaran Aqidah

Termasuk sebab dilipatgandakannya pahala amal shaleh -di mana hal ini merupakan landasan dan pondasi apa yang telah lalu, yaitu ikhlas dan mutaba’ah– adalah kebenaran aqidah seseorang, kuatnya keimanannya kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan sifat-sifatNya, kuatnya keinginan si hamba dan kecintaannya kepada kebaikan; karena sesungguhnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang murni, ahli ilmu yang sempurna yang mengetahui perincian tentang nama-nama Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan sifat-sifatNya dan memiliki keinginan yang kuat untuk berjumpa dengan Allah-, amal-amal mereka dilipatgandakan pahalanya dengan pelipatan yang sangat besar yang tidak ada yang dapat meraih semisalnya, atau tidak ada yang mendekatinya bagi orang-orang yang tidak berserikat dengan mereka dalam hal keimanan dan keyakinan ini.

Oleh karena itu, para salaf mengatakan, “Ahlus Sunnah, meskipun amal-amal mereka menjadikan mereka duduk, namun keyakinan-keyakinan mereka membangkitkan mereka. Sementara, ahli bid’ah, sekalipun banyak amal yang mereka lakukan, namun keyakinan-keyakinan mereka menjadikan rendah nilai amalnya.”
Sisi pertimbangannya adalah karena Ahlis Sunnah adalah orang-orang yang mendapat petunjuk, sementara ahli bid’ah adalah orang-orang yang sesat. Telah dimaklumi perbedaan antara orang-orang yang berjalan di atas jalan yang lurus dan orang-orang yang menyimpang dari jalan yang lurus yang berjalan menuju ke Neraka.

Kemanfaatan yang Besar untuk Islam dan Kaum Muslimin

Termasuk sebab dilipatgandakannya pahala amal adalah bahwa amal tersebut termasuk amal yang manfaatnya besar untuk Islam dan kaum Muslimin, seperti, jihad di jalan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, baik berjihad dengan raga, harta ataupun perkataan, membantah orang-orang yang menyimpang, seperti Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menyebutkan tentang nafkah yang diperuntukkan untuk orang-orang yang berjihad di jalan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan pelipatgandaan pahalanya yang mencapai 700 kali lipat.

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui (al-Baqarah: 261).

Dalam hadits,

عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ، فَقَالَ: هَذِهِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- : لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُمِائَةِ نَاقِةٍ كُلُّهَا مَخْطُومَةٌ

“Dari Abu Mas’ud Al-Anshari-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, dia berkata, “Seorang laki-laki datang dengan menuntun seekor unta yang telah diikat dengan tali kekangnya seraya berkata, “Ini saya berikan untuk berjuang di jalan Allah.” Lantas Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, “Mudah-mudahan pada hari Kiamat kamu akan mendapatkan tujuh ratus unta beserta tali kekangnya.” (HR. Muslim, no. 5005).

Bagusnya Keislaman

Termasuk sebab dilipatgandakannya pahala amal adalah bahwa seorang hamba yang melakukannya bagus keislamannya dan bagus pula caranya, serta menjauhkan diri dari dosa-dosa dan tidak meneruskan perbuatan dosa. Sesungguhnya amal-amal orang seperti ini bakal dilipatgandakan pahalanya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,

إِذَا أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ إِسْلَامَهُ فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ

“Apabila salah seorang di antara kalian memperbagus keislamannya, niscaya setiap kebajikan yang dilakukannya akan dituliskan untknya balasan (pahalanya) sepuluh kali lipat amalnya sampai 700 kali lipat.” (HR. al-Bukhari, no. 42).

Barangkali termasuk rahasia dan sebab dilipatgandakannya pahala amal orang yang memperbagus keislamannya ini -Wallahu A’lam- adalah karena banyaknya amal shalehnya dan sedikitnya dosa dan kesalahannya, maka bila orang tersebut melakukan amal-amal shaleh tidak didapati adanya sesuatu yang mengeruhkannya dan menyedikitkan pahalanya berupa dosa dan kesalahan. Berbeda halnya dengan orang yang tidak memperbagus keislamannya, sesungguhnya amal-amal shaleh yang dilakukannya tidak cukup untuk menghapus dosa amal-amal buruk yang dilakukannya. Boleh jadi pula menghapusnya, sehingga akan berkurang nilai pahalanya dan tidak sampai ke derajat amal yang berhak untuk dilipatgandakan pahalanya.
Kalau boleh diibaratkan hal itu seperti halnya keadaan orang yang mencari harta yang banyak, ia pun mendapatkannya, lalu ia mengembangkannya dengan cara menginvestasikannya dalam berbagai macam bentuk perdagangan sementara ia tidak mempunyai tanggungan hutang sama sekali, niscaya harta orang ini bertambah dan berlipat-lipat ganda jumlahnya.

Berbeda dengan orang yang memiliki harta sedikit sementara ia mempunyai hutang yang banyak. Setiap kali ia mendapatkan keuntungan ia gunakan untuk menutupi lobang hutangnya. Begitu seterusnya, ia tidak dapat mencapai derajat orang yang berharta banyak, yang memiliki berbagai macam perdagangan dan selamat dari tanggungan hutang kepada siapa pun juga. Wallahu A’lam.

Tingginya Kedudukan di Sisi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-

Termasuk sebab dilipatgandakannya pahala amal adalah tingginya kedudukan, kemuliaan dan ketakwaan pelaku amal di sisi Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.- dan apa yang dipersembahkannya untuk berhidmah kepada Islam dan kaum muslimin. Baik mereka dari kalangan orang-orang yang ahli ibadah, atau dari kalangan ahli ilmu, atau dari kalangan orang-orang yang gemar memberikan kebaikan, atau dari kalangan orang-orang yang mempunyai kedudukan, dan lainnya. Oleh sebab itu, maka para istri Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pahala amal mereka dilipatgandakan, karena agungnya kedudukan mereka, di mana mereka adalah para istri Nabi, ibunda kaum Muslimin, dan merupakan orang-orang panutan dari kalangan wanita.
Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.- berfirman,

وَمَنْ يَقْنُتْ مِنْكُنَّ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ وَتَعْمَلْ صَالِحًا نُؤْتِهَا أَجْرَهَا مَرَّتَيْنِ

“Dan barang siapa di antara kamu (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan RasulNya dan mengerjakan kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadnya dua kali lipat.” (al-Ahzab: 31).

Sedekah dari Hasil Usaha yang Baik

Termasuk sebab dilipatgandakannya pahala amal adalah sedekah dari hasil usaha yang baik, yakni, hasil usaha yang halal, yang mubah (boleh), yang selamat dari kecurangan, riba, dan semua bentuk usaha yang buruk, sebagaimana hal tersebut disebutkan atau diisyaratkan dalam sejumlah nash-nash al-Qur’an dan sunnah, seperti firman-Nya,

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً

Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. (al-Baqarah: 245).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “Renungkanlah motivasi untuk berinfak yang sedemikian lembut dalam ayat ini, dan bahwasanya orang yang berinfak itu telah meminjami Dzat yang Maha Kaya, Maha Dermawan. Dan, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menjanjikan kepada orang yang berinfak tersebut akan memberikan pelipatan ganda (pahalanya) yang sangat banyak.“ (Taisir al-Karimi ar-Rahman, 89).

Adapun di dalam sunnah, yang sangat jelas menunjukkan akan hal ini adalah sabda Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ

“Barang siapa bersedekah seberat atau senilai biji kurma dari hasil usaha yang thayyib (baik/halal)-dan Allah tidak menerima kecuali yang baik- sesungguhnya Allah akan menerima sedekah itu dengan tangan kakan-Nya kemudian mengembangkannya (dan melipatgandakan pahalanya) untuk orang yang bersedekah itu seperti halnya salah seorang di antara kalian mengembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti gunung.” (HR. al-Bukhari, no. 1410).

 

Kemuliaan Waktu

Termasuk sebab dilipatgandakannya pahala amal adalah karena kemuliaan waktu, yakni, keutamaan waktu itu di mana suatu amal dilakukan oleh seorang hamba, seperti pada bulan Ramadhan, 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, dan lain sebagainya, seperti hari Arafah, hari ‘Asyura, hari Jum’at, dan malam lailatul qadar. Sesungguhnya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan keutamaan suatu waktu atas waktu yang lainnya dan menjadikan amal yang dilakukan pada sebagian waktu tersebut dilipatgandakan pahalanya.

Puasa wajib misalnya, di mana puasa yang wajib ini dilakukan pada bulan Ramadhan, maka pahala amal puasa tersebut dilapatgandakan pahalanya oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Dalam hadis dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bahwa Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

Setiap amal anak Adam dilipatgandakan (pahalanya). Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya sampai 700 kali lipat. Allah -Azza wa Jalla-berfirman, ‘Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Muslim, no. 2763).

Ibnu Rajab -رَحِمَهُ اللهُ – berkata, “Ketika puasa itu sendiri dilipatgandakan pahalanya (jauh lebih banyak) dibandingkan dengan seluruh bentuk amal-amal yang lainnya, maka puasa pada bulan Ramadhan dilipatgandakan (pahalanya jauh lebih banyak lagi) karena kemuliaan waktu (pelaksanaan)nya, dan karena keadaannya yang merupakan puasa yang diwajibkan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kepada hamba-hamba-Nya, dan dijadikannya puasa pada bulan Ramadhan tersebut sebagai salah satu rukun Islam di mana Islam dibangun di atasnya.” (Lathaif Ma’arif, hal.159).

Kemuliaan Tempat

Ibnu Rajab -رَحِمَهُ اللهُ – berkata, “Dan ketahuilah bahwa pelipatgandaan pahala amal-amal terjadi karena beberapa sebab, di antaranya adalah karena faktor kemuliaan tempat.” (Lathaif Ma’arif, hal.158).

Seperti beribadah shalat yang dilakukan di tiga masjid; Masjid al-Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsha (Baitul Maqdis). Sebagaimana secara jelas tergambar dalam sabda Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

“Satu shalat yang dilakukan di masjidku ini (yakni, Masjid Nabawi-pen) adalah lebih baik daripada 1000 shalat yang dilakukan di selainnya, kecuali (shalat yang dilakukan di) Masjid al-Haram.”  (HR. al-Bukhari, no. 1190 dan Muslim, no. 3440).

فَضْلُ الصَّلَاةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ عَلَى غَيْرِهِ مِائَةُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَفِي مَسْجِدِي أَلْفُ صَلَاةٍ وَفِي مَسْجِدِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ خَمْسُمِائَةِ صَلَاةٍ

Keutamaan shalat di Masjid al-Haram atas masjid lainnya adalah 100.000 shalat. Dan, di masjidku 1000 shalat. Dan, di masjid Baitul Maqdis 500 shalat.” (HR. al-Bazzar di dalam musnadnya, no.4142).

Keutamaan dan kebaikan tersebut serta sebab pelipatgandaan pahala ini kembali kepada sejauh mana seorang hamba dapat memenuhi dua persyaratan ibadah, yaitu sejauh mana seseorang dapat dengan baik meneladani Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dan merealisasikan keikhlasan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang merupakan sebab terbesar untuk tumbuh dan berkembangnya amal dan pelipatgandaannya.
Akhirnya, kita memohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semoga mengaruniakan keikhlasan kepada kita dalam niatan, ucapan dan perbuatan. Dan, semoga pula Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan taufik kepada kita untuk meneladani Nabi kita Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan mengikuti petunjuk-petunjuknya yang merupakan sebaik-baik petunjuk dalam melakukan amal-amal yang dicintai dan diridhai oleh Dzat yang mengutusnya, yaitu, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Amin. Wallahu A’lam. (Redaksi)

 

Rujukan:
1. Al-Asbab Wa al-A’mal al-Lati Yudha’afu Biha ats-Tsawab, Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di-رَحِمَهُ الله.

2. Syarh al-Asbab Wa al-A’mal al-Lati Yudha’afu Biha ats-Tsawab, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd-حَفِظَهُ اللهُ.