Ketentuan Syari’at Mengenai Wudhu Dan Keutamaannya

  • Disyariatkannya Wudhu

Wudhu’ disyari’atkan berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Ma’idah: 6).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Shalat salah seorang dari kalian kamu tidak akan diterima jika dia memiliki hadats, sehingga dia berwudhu (terlebih dahulu).”[1]

  • Keutamaan Wudhu

Sebagai bukti yang menunjukkan bahwa dalam wudhu itu terdapat keutamaan adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَالْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذٰلِكُمُ الرِّبَاطُ

“Maukah kalian agar aku tunjukkan kepada sesuatu yang dapat menghapus kesalahan serta mengangkat derajat?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tentu saja, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu pada saat yang dibenci, melangkahkan kaki ke masjid dan menunggu shalat (berikutnya) setelah shalat, maka itulah ribath[2].”[3]

Kemudian dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوِ الْمُؤْمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَتْ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيْئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنِهِ مَعَ الْمَاءِ أَوْ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، وَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيْئَةٍ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ، أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوْبِ

Jika seorang Muslim atau seorang Mukmin berwudhu, lalu dia membasuh mukanya, niscaya keluar dari mukanya setiap kesalahan yang dilihat oleh kedua matanya seiring dengan mengalirnya air atau tetesan air yang terakhir, kemudian jika dia membasuh kedua tangannya, niscaya keluar setiap kesalahan yang dilakukan oleh kedua tangannya seiring dengan mengalirnya air atau tetesan air yang terakhir, sehingga dia selesai (berwudhu) dalam keadaan bersih dari dosa-dosa (kecil).”[4]

 

Keterangan:

[1]    Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6954.

[2]    Ribath makna asalnya adalah berjaga di perbatasan dengan memegang/mengikat tali kuda dan menyiapkannya untuk menghadapi musuh, kemudian makna ini digunakan sebagai kiasan dalam hadits ini, maksudnya: Menjaga thaharah, shalat dan ibadah seperti jihad di jalan Allah. (Lihat an-Nihayah fi Gharib al-Hadits, Ed.T.).

[3]    Diriwayatkan oleh Muslim, no. 251.

[4]    Diriwayatkan oleh Malik, no. 63 dan yang lainnya.

Referensi:

Minhajul Mulim: Konsep Hidup Ideal dalam Islam, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Darul Haq, Jakarta, Cet. VIII, Rabi’ul Awal 1434 H/ Januari 2013.