Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُون

“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (Qs. al-Mukminun: 3)

Ibnu Katsir رَحِمَهُ اللهُ berkata, “yakni, (berpaling) dari kebatilan. Hal tersebut mencakup kesyirikan sebagaimana kata sebagian mereka. Mencakup pula kemaksiatan-kemaksiatan, sebagaimana kata yang lainnya. Begitu pula mencakup hal-hal yang tidak ada faedah di dalamnya berupa perkataan dan perbuatan”.

Para salafush shaleh merupakan teladan yang tinggi dalam hal penerapan sifat orang-orang yang beriman ini. Suatu ketika, Ibnu Mas’ud رَضِيَ اللهُ عَنْهُ bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, beliau tidak berhenti.

Maka, Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkata, ‘Sungguh, Ibnu Mas’ud memasuki waktu pagi dan sore hari dalam keadaan menjaga kehormatan dirinya.’ Lantas, Ibrahim bin Maisarah رَضِيَ اللهُ عَنْهُ membaca firmanNya,

وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (al-Furqan: 72)

Sudah sepatutnya – wahai saudaraku kaum Muslimin-kita meneladani para pendahulu kita yang shaleh dalam menghiasi diri dengan sifat-sifat orang-orang yang beriman dan mempraktekkan hukum-hukum agama; agar kita memperoleh kemuliaan di dunia dan pahala serta kesuksesan di akhirat.
Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk itu. Amin

(Abdul Aziz ar-Rajihi, “al-Iidha-hu Wa at-Tabyiinu Li-Ba’dhi Shifaati al-Mukminiin”, 1/8)