alquranSalah satu sisi mukjizat al-Qur`an adalah sisi bahasa yang salah satu bentuknya adalah penggunaan kata yang menunjukkan makna yang dimaksud secara cermat dan akurat, tidak lebih dan tidak kurang, bila ada yang lebih, itu karena suatu maksud dan di antara maksud tersebut adalah menepis makna kurang tepat yang mungkin disusupkan ke dalam sebuah ayat.

Ada beberapa ayat al-Qur`an dalam konteks ini.

1. Firman Allah, “Bukan menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu merupakan kebaikan….. Dan memberikan harta sekalipun dia menyintainya…” Al-Baqarah: 177. Yang patut digarisbawahi dalam bab ini adalah, “ Dan memberikan harta sekalipun dia menyintainya…” Faidahnya adalah untuk menepis anggapan yang mungkin terbersit di benak bahwa mereka memberikan harta karena mereka sudah tidak menyintai, tidak memerlukannya, karena harta tersebut sudah melimpah di tangannya, anggapan ini bukan makna yang dimaksud oleh ayat, karena konteks ayat adalah sanjungan kelas tinggi. Kalau seseorang memberikan hartanya karena ia melimpah, ini keutamaan, akan tetapi lebih utama bila dia mau memberikannya sekalipun dia sendiri memerlukannya, inilah itsar yang dengannya Allah menyanjung siapa yang memilikinya dalam ayat ini sebagaimana Allah telah menyanjung orang-orang Anshar dengan sifat mulia ini kepada orang-orang Muhajirin.

Senada dengan ayat ini firman Allah dalam surat Al-Insan, “Dan mereka memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan.” Al-Insan: 8. Mereka memberi makan orang miskin… dan seterusnya bukan karena makanan tersebut berlebih di tangan mereka, akan tetapi mereka sendiri pas-pasan.

2. Firman Allah, “Tidak sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang duduk satu derajat. Allah menjanjikan pahala yang baik kepada masing-masing dari mereka… ” At-Taubah: 95.

Manakala Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk karena udzur, tidak menutup kemungkinan lahir prasangka bahwa orang-orang yang duduk karena udzur tidak memiliki derajat yang baik, untuk menepis sangkaan ini maka Allah berfirman, “ Allah menjanjikan pahala yang baik kepada masing-masing dari mereka… ” Supaya tidak dipahami bahwa orang yang tidak berjihad karena udzur kosong dari janji pahala kebaikan.

Senada dengan ayat di atas firman Allah, “Tidak sama di antara kalian orang yang menginfakkan hartanya dan berperang sebelum perjanjian Hudaibiyah, mereka lebih tinggi derajatnya dibanding orang-orang yang menginfakkan harta mereka dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan balasan yang baik bagi masing-masing dari mereka.” Al-Hadid: 10.

Orang-orang yang berinfak dan berjihad sebelum perjanjian Hudaibiyah memiliki keunggulan atas orang-orang yang berinfak dan berjihad setelahnya, ini bisa menimbulkan presepsi bahwa orang-orang yang berinfak dan berjihad sesudahnya kosong dari derajat kebaikan, maka untuk menepisnya Allah berfirman, “ Allah menjanjikan balasan yang baik bagi masing-masing dari mereka.

3. Firman Allah, “Dawud dan Sulaiman saat keduanya memberikan keputusan tentang urusan tanaman yang dirusak oleh kambing-kambing kaum mereka Kami menyaksikan keputusan mereka. Dan Kami memahamkan Sulaiman tentang hukum dan Kami telah memberikan ilmu dan hikmah kepada masing-masing….” Al-Anbiya`: 78-79.

Dalam riwayat dari Ibnu Abbas bahwa ada sekawanan kambing yang merusak tanaman di malam hari, pemilik kambing melaporkannya kepada Dawud yang kemudian memutuskan agar pemilik kambing menyerahkan kambing-kambingnya kepada pemilik tanaman sebagai ganti tanaman yang rusak. Tetapi Sulaiman memutuskan agar pemilik kambing menyerahkan kambing-kambingnya kepada pemilik tanaman hanya untuk diambil manfaatnya oleh pemilik tanaman, sedangkan dia sendiri harus bekerja memperbaiki tanaman yang dirusak oleh kambing-kambingnya, bila tanaman tersebut sudah baik dan bisa menghasilkan, maka pemilik kambing bisa mengambil kambing-kambingnya.

Ayat menyatakan bahwa ijtihad Sulaiman lebih dekat dengan firmanNya, “Dan Kami memahamkan Sulaiman tentang hukum… Tetapi agar hal itu tidak menurunkan derajat dan keutamaan Dawud, Allah menyusulkan dengan, “Kami telah memberikan ilmu dan hikmah kepada masing-masing….

Gaya bahasa seperti ini dalam ilmu Balaghah disebut Ihtiras, di mana pembicara menambah sesuatu dalam kalimatnya untuk menunjukkan makna yang cermat dan akurat yang diinginkannya agar pendengar atau pembaca tidak menyusupkan makna yang tidak diinginkannya, dan ini termasuk keahlian berbicara. Wallahu a’lam.