Alhamdulillah.

Sebagaimana yang kita saksikan saat ini, bahwa masyarakat kita sedang berada dalam suasana tahun politik. Dan, terkadang antara satu dan yang lain, mereka saling menyudutkan. Maka, izinkan kami untuk menyampaikan beberapa nasehat berkaitan dengan apa yang harus diketahui oleh setiap muslim dan dilaksanakan oleh setiap muslim terutama dalam situasi tahun-tahun politik.

Pertama:

Yang perlu kita pahami, bahwa dalam situasi sekacau apapun ketika terjadi di tengah masyarakat kita tetap diperintahkan untuk terus beribadah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Bahkan, nilai ibadah dalam situasi chaos, dalam situasi kacau, lebih besar dibandingkan ibadah di situasi normal. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

الْعِبَادَةُ فِى الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَىَّ

Beribadah dalam situasi kacau pahalanya seperti hijrah kepadaku.”

Kita memahami bahwa tidak ada amal berhijrah menemui Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَسَلَّمَ- karena kota Mekah telah menjadi negeri muslim dan Nabi Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَسَلَّمَ- telah meninggal dunia. Namun seorang muslim bisa mendapatkan nilai sebagaimana orang yang berhijrah kepada beliau -صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَسَلَّمَ-, yaitu, dia tetap menjaga beribadah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, fokus untuk mentauhidkan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, fokus melakukan ketaatan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, walaupun masyarakat dalam situasi tidak normal. Jangan sampai perhatian kita 100 % hanya tertuang dalam urusan politik, sementara perhatian dalam urusan ibadah dan yang lainnya kita tinggalkan.

Kedua:

Bahwa kita perlu memahami kondisi bermusuhan dan ketika seseorang tegang dengan orang lain, semuanya akan berlanjut di akhirat apabila tidak selesai di dunia. Karena itu Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– perintahkan kepada kita agar selalu menjaga persatuan dan persahabatan dengan sesama muslim dan menjaga ketenangan di lingkungan, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

“Berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian berpecah belah.” (Ali Imran: 102)

Dan yang namanya permusuhan nanti akan diulang di akhirat, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengatakan,

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ . ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ

”Kamu akan mati dan mereka akan mati. Kemudian besok di hari Kiamat kalian akan berdebat di hadapan rabb kalian.” (Az-Zumar: 31-31)

Berdebat di hadapan Allah.

Ketika turun ayat ini, sahabat az-Zubair bin Awam bertanya kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَسَلَّمَ-, ‘Ya, Rasulullah! Apakah semua sengketa yang pernah kita lakukan di dunia akan diulang besok ketika di akhirat? Kemudian jawab Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَسَلَّمَ-,

نَعَمْ حتى تؤدوا إلى كل ذي حق حقه

“Betul, semua bentuk sengketa dan perselisihan akan diulang di hari Kiamat sampai setiap orang yang mempunyai hak akan dikembalikan haknya kelak di hadapan Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.”  

Ketika mendengarkan penjelasan ini, az-Zubair bin Awam kemudian mengatakan,

 إن الأمر لشديد

Jika demikian, bararti urusannya sangat mengerikan. (Musnad al-Hamid, no. 62)

Karena itu, menghindar dalam sengketa lebih baik dibandingkan orang maju ketika sengketa. Orang yang berani mengalah ketika dia sengketa, dalam urusan dunia terutama dalam urusan harta akan mendapatkan jaminan rumah di tengah Surga. Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Abu Dawud, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا

“Aku jamin orang bisa mendapatkan rumah di tengah Surga bagi siapa yang berani meninggalkan sengketa meskipun dia di pihak yang benar. (HR. Abu Dawud, no. 4802)

Selanjutnya…

Setiap bentuk penghinaan dan semua sikap menyakiti hati orang lain yang tidak dibenarkan oleh syariat nanti akan ada pertanggung jawaban di akhirat dan itu mengurangi pahala yang kita miliki.

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَسَلَّمَ- menyebutkan dalam hadis yang shahih, tentang orang muflis, orang yang bangkrut di hari Kiamat. Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَسَلَّمَ- mengatakan,

إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ

“Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat dengan membawa pahala shalat, pahala puasa, pahala zakat, (dan pahala-pahala yang lainnya) (namun sangat disayangkan)” 

وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا

“(dulu, ketika di dunia) dia pernah mencaci maki si A, pernah merusak kehormatan si B, pernah memakan harta si C, pernah menumpahkan darah si D, pernah memukul si E,” 

فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ

“Maka, masing-masing orang berebut pahala yang dia miliki,”

فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ

“Ketika pahalanya habis, sementara kewajiban dia belum tertunaikan,”

أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ

“Maka, dosa-dosa orang-orang yang dizalimi akan diambil kemudian dilemparkan kepada orang ini, kemudian dia dilemparkan ke Neraka.” (HR. Muslim, No. 2581)

Wal ’iyaadzubillah

Ketiga:

Bahwa keberadaan pemimpin yang ada di sekitar kita itu merupakan cerminan dari perbuatan masyarakatnya. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Demikianlah Kami tunjuk orang zhalim untuk menjadi pemimpin bagi orang zalim yang lain, disebabkan perbuatan yang mereka kerjakan.” (al-An’am : 129)

Karena itu, apabila rakyatnya baik, maka Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan anugerahkan pemimpin yang baik dan sebaliknya. Sehingga para ulama memberikan sebuah kaidah,

كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلَّى عَلَيْكُمْ

“Sebagaimana kondisi kalian, maka seperti itulah kondisi pemimpin yang akan  memimpin kalian.”

Sehingga pemimpin merupakan elemen dari masyarakat, apabila masyarakatnya baik maka Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- anugerahkan kepada mereka pemimpin yang baik, dan demikian sebaliknya. Sehingga ketika kita mengharapkan pemimpin yang baik, maka pada saat yang sama kita harus berusaha untuk memperbaiki diri kita, memperbaiki masyarakat dengan cara bersama-sama mengingatkan mereka untuk kembali ke jalan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Edukasi tidak hanya disampaikan ke daerah atas tetapi juga disampaikan kepada masyarakat secara umum.

Selanjutnya…

Keempat:

Nabi -صَلَّى اللهُ عَاَيْهِ وَ سَلَّمَ- mengingatkan, bahwa ketika seseorang sudah menjadi pemimpin, tugas para rakyat berikutnya adalah berusahalah untuk menjadi rakyat yang baik, salah satunya adalah menghormati pemimpinnya. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Nabi -صَلَّى اللهُ عَاَيْهِ وَ سَلَّمَ- pernah mengatakan,

اَلسُّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِي اْلأَرْضِ فَمَنْ أَكْرَمَهُ أَكْرَمَهُ اللهُ و َمَنْ أَهَانَهُ أَهَانَهُ اللهُ

“Pemimpin adalah naungan Allah di muka bumi, siapa yang memuliakan pemimpinnya maka Allah akan memuliakannya dan barang siapa yang menghinakan pemimpinnya maka Allah akan menghinakan dirinya.” (HR. al-Baihaqi, no. 6984, dalam Syu’abul Iman)

Di zaman Utsman bin Affan -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, ada banyak sekali orang yang menghina Utsman bin Affan -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-. Salah seorang ulama tabi’in yang bernama Abdullah bin Amir bin Rabiah mengatakan, ‘Ayahku termasuk di antara orang yang tidak mau menghina Utsman, sampai beliau berdoa kepada Allah ketika qiyamullail, ‘Ya Allah! Lindungilah aku dari segala bentuk fitnah sebagaimana engkau lindungi orang-orang saleh dari segala bentuk fitnah.’

Dan subhanallah! Abdullah bin Amir menceritakan, ‘Allah melindungi ayahku sehingga beliau tidak mengalami sakit hingga kematiannya.’

Di situlah salah satu di antara bentuk Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memuliakan hamba dengan menjaga sang hamba meskipun dalam posisi ketika masyarakat menghina pemimpin namun beliau tetap bersabar tidak memberikan penghinaan terhadap pemimpinnya.

Selanjutnya,

Kelima:

Mari kita memperbanyak doa, memohon kepada Allah ta’ala, sebab pemimpin itu ditunjuk oleh Allah sesuai dengan apa yang Dia kehendaki. Dalam situasi politik kita tidak tahu siapakah nanti yang akan maju ke depan sebagai pemenang. Dalam kondisi sama-sama tidak tahu berikan harapan kepada Allah ta’ala, semoga Allah memberikan kita seorang pemimpin yang baik. seorang ulama Tabiut Tabiin yang bernama Fudhail bin ‘Iyadh -رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى- pernah menyampaikan,

لَوْ كَانَتْ لِي دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ لَدَعَوْتُهَا لِلسُّلْطَانِ

Andaikan aku diberi oleh Allah satu kesempatan doa yang pasti mustajab tentu akan aku berikan  kepada pemimpin yang sah dihadapanku.

Dengan kecerdasan seorang ulama, ketika pemimpinnya baik maka kebaikannya akan menyeluruh kepada seluruh rakyatnya. Maka Andaikan beliau diberikan oleh Allah satu kesempatan doa yang pasti mustajab bukan doa itu akan dibaca untuk kepentingan pribadi tapi beliau baca doa itu untuk kebaikan pemimpinnya agar pengaruh baiknya juga menyeluruh bagi yang lain.

Kita berharap kepada Allah ta’ala, semoga Allah selalu memberikan kenikmatan rasa aman bagi negeri ini, dan Allah anugerahkan kepada kita pemimpin-pemimpin yang baik yang bisa bersikap adil kepada seluruh rakyatnya.

Keenam :

Bagian akhir yang penting untuk kita perhatikan bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- memberi peringatan keras dalam setiap kegiatan sogok-menyogok. Nabi sampai memberikan laknat, sebagaimana disebutkan dalam hadis,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ

Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmelaknat orang yang menyogok, yang menerima sogok dan orang yang menjadi perantara sogok.” (HR. Abu Dawud, no. 3582)

Dan di antara fatwa yang disampaikan oleh para ulama, berkaitan dengan kegiatan politik, mereka menyampaikan, “apabila ada salah satu calon yang dia menjadi bagian dari pemilihan memberikan apa pun bentuknya kepada masyarakat, baik berupa uang maupun dana apa pun kepada masyarakat mereka memahami statusnya adalah sogok, dan rakyat yang menerima ini dilaknat oleh Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sebagaimana pemimpin yang memberikan ini juga mendapatkan laknat, karena baik yang memberi maupun yang menerima dua-duanya dilaknat oleh Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.

Mari kita iringi suasana pemilu di sekitar kita dengan bertakwa kepada Allah agar Allah anugerahkan kita pemimpin yang baik. Maka, bagian dari pesan untuk seluruh muslim ‘hindari setiap bentuk menerima uang amplop maupun yang lainnya karena ini bagian dari bentuk sogok dan menyogok yang dilarang oleh para ulama dalam dunia politik .’

Kita mohon kepada Allah ta’ala, semoga Allah menganugerahkan nikmat aman dan nikmat kesejahteraan bagi kaum Muslimin di Indonesia dan masyarakat yang lainnya sehingga mereka bisa melakukan aktivitas dengan normal beribadah kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan baik dan Allah menjadikan bumi ini sebagai ‘Baldatun Thayyibun Wa Rabbun Ghafuur.’

(Redaksi)

Sumber:

Khutbah Jum’at ‘Nasehat Pemilu Untuk Umat’, oleh: Ustadz Ammi Nur Baits. Dengan sedikit gubahan