hamasYERUSALEM – Israel , Kamis (24/4), menghentikan sementara perundingan damai dengan Palestina setelah Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dari faksi Fatah, secara mengejutkan bersatu dengan kelompok Hamas.

“Pemerintah Israel tidak akan melakukan negosiasi dengan pemerintah Palestina yang didukung Hamas, organisasi teror yang menyerukan penghancuran Israel,” tulis pernyataan resmi yang disiarkan setelah enam jam rapat kabinet.

Di Washington, Amerika Serikat saat ini tengah mempertimbangkan pilihan untuk meneruskan bantuan terhadap pihak Otoritas Palestina jika Abbas memutuskan untuk memasukkan tokoh Hamas dalam kabinetnya.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, juga telah menelpon Abbas, Kamis, untuk menyampaikan kekecewaan terhadap rekonsiliasi Fatah-Hamas tersebut.

Kerry menekankan bahwa pemerintah Palestina harus tunduk pada prinsip non-kekerasan, mengakui negara Israel, dan mematuhi kewajiban yang tertulis dalam perjanjian yang telah dibentuk sebelumnya.

Meskipun mengakui kemungkinan keberhasilan perundingan Israel-Palestina kini semakin kecil, Kerry menyatakan tetap akan berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

“Kami tidak akan menyerah. Kami yakin perundingan ini adalah satu-satunya cara. Namun ini adalah saat yang sangat sulit dan pemimpin kedua pihak harus mengambil keputusan. Semua hal bergantung pada mereka,” kata dia.

Dukungan persatuan Hamas-Fatah muncul dari utusan Timur Tengah untuk PBB, Robert Serry.

“(Kesepakatan Hamas-Fatah) adalah satu-satunya cara untuk menyatukan Tepi Barat dan Gaza di bawah satu bendera Otoritas Palestina yang sah,” kata Kerry.

Hamas dan Fatah berencana untuk membentuk pemerintahan bersama dalam kurun lima pekan ke depan untuk kemudian melaksanakan pemilihan umum enam bulan kemudian. Kedua kelompok itu sejak 2006 saat Hamas memenangi pemilu, yang hasilnya tidak diakui Amerika Serikat dan Israel.

Sejak saat itu, Palestina terbagi menjadi dua daerah administrasi. Gaza dikuasi Hamas sementara Tepi Barat diperintah Fatah–yang sekaligus menjadi suara Palestina di forum internasional.

Bagi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, persatuan Hamas-Fatah menjadi kesempatan untuk menarik diri dari perundingan damai tanpa resiko kehilangan persekutuan dengan Amerika Serikat karena Washington juga menganggap Hamas adalah kelompok teroris.

Penghentian sementara perundingan damai dengan menyalahkan Palestina atas rekonsiliasi Hamas-Fatah, juga menjadi modal politik penting bagi Netanyahu untuk kembali mendapat dukungan dari kelompok garis keras Israel yang menolak pembentukan negara Palestina.

Palestina dan Israel telah melakukan perundingan damai untuk menyelesaikan solusi dua negara sejak Juli tahun lalu.

Namun perundingan itu masih berkutat pada prasyarat yang ditetapkan oleh kedua pihak. Abbas meminta Israel untuk menghentikan pembangunan pemukiman di Tepi Barat–yang akan menjadi bagian negara Palestina di masa depan, sementara Netanyahu menuntuk Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi.

Palestina sendiri juga mempunyai alasan untuk menyalahkan Israel atas kegagalan perundingan damai itu karena terus melakukan pembangunanribuan rumah baru di atas tanah sengketa.

Palestina juga berusaha mencari status kenegaraan secara sepihak dengan menjadi anggota badan-badan internasional.

Jika berhasil menjadi anggota Pengadilan Pidana Internasional, Palestina yakin dapat menjerat Israel dengan tuduhan kejahatan perang di atas tanah yang direbut secara ilegal para 1967 lalu. (antaranews)