Definisi:

Secara Bahasa (Etimologi):

Ia adalah Isim Maf’ul (objek) dari kata dasar الوقف (berhenti), seakan-akan perawi memberhentikan hadits pada Shahabat, dan tidak menyertainya dengan penyebutan sisa sanad.

Secara Istilah (Terminologi):

Apa-apa yang disandarkan kepada Shahabat berupa ucapan, perbuatan atau persetujuan (ketetapan).

Ada yang memberikan definisi lain, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Shahabat, baik berupa ucapan, perbuatan atau selainnya, baik sanadnya bersambung atau pun terputus.

Penjelasan Definisi:

Maksudnya ia adalah apa-apa yang dinisbatkan atau disandarkan kepada seorang Shahabat atau sejumlah Shahabat, sama saja apakah yang dinisbatkan kepada mereka tersebut berupa ucapan, atau perbuatan atau persetujuan, dan sama saja apakah sanad yang sampai kepada mereka bersambung atau terputus

Contoh:

Hadits Mauquf Mutashil (Bersambung sanadnya):

Hadits Malik bin Dinar berkata:

« رأيت عبد الله بن عمر يبول قائما »

Aku Melihat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma kencing dalam keadaan berdiri.”

Hadits ini disandarkan kepada ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dan beliau adalah salah seorang Shahabat, dan yang disandarkan kepada beliau adalah perbuatan beliau. Maka yang seperti ini dinamakan Mauquf.

Di dalam Muwatha’ Imam Malik disebutkan dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa’d  radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

« ساعتان تفتح فيهما أبواب السماء قل أن ترد فيهما دعوة »

“Dua waktu di mana pintu-pintu langit dibuka, jarang do’a tertolak pada kedua waktu itu.”(al-Muwatha’)

Ini adalah ucapan Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, dan hadits ini Mauquf  dari Shahabat, dan beliau tidak menyadarkan sanadnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka yang seperti ini dinamakan hadits Mauquf.

Kedua contoh di atas adalah contoh hadits Mauquf yang bersambung sanadnya, karena Imam Malik [i]rahimahullah[/i] mendengar hadits dari Abu Hazim, dan Abu Hazim mendengar dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, dan dalam sanad tersebut tidak ada keterputusan, sehingga ia desebut hadits Mauquf Muttashil.

Demikian juga hadits sebelumnya, Imam Malik rahimahullah telah mendengarnya dari ‘Abdullah bin Dinar rahimahullah, dan ‘Abdullah bin Dinar melihat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Maka ini menunjukkan bahwa hadits Mauquf terkadang Muttashil (bersambung sanadnya)

  Hadits Mauquf Munqathi’ (Terputus sanadnya):

Dan terkadang hadits Mauquf sanadnya terputus (Munqathi’), sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdur Razaq dari Ma’mar bahwasanya sampai kepadanya dari Ibnu Mas’ud::

« كان يرفع يديه في التكبيرة الأولى من الصلاة على الجنازة ثم لا يعود »

“Bahwasanya beliau (Ibnu Mas’ud) radhiyallahu ‘anhuma, biasa mengangkat keduatangannya pada takbir pertama dari Shalat Jenazah kemudian tidak mengulanginya.”(Mushanaf ‘Abdurrazaq)

Maka hadits ini adalah Mauquf ke Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, karena ia adalah perbuatan Shahabat dan sanadnya terputus antara Ma’mar dan ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Maka ia bisa disebut sebagai hadits Mauquf yang Munqathi (terputus sanadnya)

Dan ini  juga menunjukkan bahwa hadits Mauquf terkadang Shahih dan terkadang tidak, yakni hadits Mauquf terkadang berlaku padanya tiga hukum suatu hadits, yaitu Shahih, Hasan dan Dha’if, dengan melihat pada terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat hadits Shahih dalam sanad hadits Mauquf tersebut. Jika syarat-syarat hadits Shahih terpenuhi pada sanad tersebut, maka hadist Mauquf tersebut Shahih, dan jika terpenuhi syarat-syarat Hasan maka menjadi Hasan, dan jika terpenuhi syarat-syarat hadits Dha’if, maka ia pun menjadi hadits Mauquf yang Dha’if.

            Dan inilah hadits Mauquf atau sifat untuk sebuah hadits bahwasanya ia Mauquf, dan ini tidak ada kaitannya dengan ke-shahih-an dan ke-dha’if-an sebuah hadits, namun ia hanya berkaitan dengan kepada siapa ucapan atau perbuatan itu disandarkan.

Pemakaian Lain Untuk Hadits Mauquf

Dan terkadang istilah Mauquf dipakai untuk mengungkapkan ucapan atau perbuatan selain Shahabat (Tabi’in atau yang lainnya) namun dengan menggunakan Qaid (batasan/tambahan), misalnya ketika seorang Ulama mengatakan:” Fulan me-waquf/mauquf-kannya ke ‘Atha atau selainnya.” Padahal ‘Atha bukanlah seorang Shahabat. Adapun jika kata tersebut dimutlakan (tidak menggunakan Qaid), seperti ucapan para Ulama hadits ini Mauquf, maka yang dimaksud adalah Mauquf ke Shahabat radhiyallahu ‘anhum

Istilah Ahli Fiqih Khurasan Dalam Masalah Ini

Para ulama Ahli Fiqih dari daerah Khurasan menamakan hadits Marfu’ dengan nama Khabar, sedangkan untuk hadits Mauquf dengan nama Atsar. Adapun para Muhadits (ahli hadits) menamakan keduanya Atsar, karena diambil dari kata {أَثَرْتُ الشَّيْءَ} ”Aku meriwayatkan sesuatu”.

 Hukum Hadits Mauquf

Hadits Mauquf –sebagaimana sudah anda ketahui- terkadang Shahih, atau Hasan atau Dha’if, namun sekiranya ia Shahih, apakah ia bisa dijadikan Hujjah?

Jawaban untuk hal tersebut adalah bahwa hukum asal dari hdaits Mauquf adalah bukan hujjah, karena ia termasuk ucapan atau perbuatan Shahabat. Akan tetapi jika ia Shahih, maka ia bisa menguatkan sebagian hadits Dha’if –sebagaimana telah berlalu dalam pembahasan hadits Mursal- karena keadaan para Shahabat adalah bahwa mereka beramal dengan Sunnah. Dan ini jika tidak sampai ke hukum Marfu’ (sebagaimana akan datang penjelasannya Insya Allah pada pembahasan yang akan datang). Adapun jika ia sampai ke hukum Marfu –secara hukum- maka ia adalah hujjah seperti hadits Marfu. Wallahu A’lam.

(Sumber: Taisir Musthalah Hadits, karya Dr. Mahmud ath-Thahhan, cet. Maktabah al-Ma’arif Riyadh, hal 130-131 dengan sedikit tambahan dari sumber lain. Diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)