Harapan adalah senangnya hati untuk menunggu apa yang dicintainya. Apa yang dicintai oleh seorang hamba ? Banyak hal yang dicintainya, antara lain adalah  “Allah Subhanallahu wata’ala.”. Hal ini terisyatkan dalam firman Allah Subhanallahu wata’ala,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللَّهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ

“Katakanlah (Muhammad), jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu.” (Qs. Ali Imran : 31).

Bahkan, kecintaan seorang hamba yang beriman kepada Allah Subhanallahu wata’ala  sangatlah besar. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah…”(Qs. al-Baqarah : 165)

Dan, semestinya pula kecintaan seorang hamba kepada Allah Subhanallahu wata’ala tersebut menempati posisi yang tertinggi di antara kecintaan-kecintaannya kepada hal yang lainnya.

Rasulullah  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Tiga hal, barangsiapa yang pada dirinya terdapat ketiga hal tersebut niscaya ia akan merasakan manisnya iman ; (1) hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya, (2) hendaknya mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan karena Allah, (3) dan hendaknya seseorang benci untuk kembali kepada kekufuran seperti halnya ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” (HR. al-Bukhari, no.16)

Apa harapan seorang hamba kepada Allah Subhanallahu wata’ala Dzat yang dicintainya  sehingga hatinya merasa senang untuk menunggunya ?

Di antara harapan seorang hamba kepada Allah Subhanallahu wata’ala Dzat yang dicintainya sehingga hatinya merasa senang untuk menunggunya adalah :

  1. Pejumpaan dengan-Nya

Seorang hamba yang mencintai Allah Subhanallahu wata’ala, tentunya ia memiliki harapan untuk dapat berjumpa dengan-Nya. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

“Barang siapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti datang. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Qs. al-Ankabut : 5)

Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy rahimahullah mengatakan, “Yakni, ‘Wahai orang yang mencintai Rabbnya, yang merindukan kedekatan dan pertemuan dengan-Nya, orang yang bergegas menuju keridaan-Nya, bergembiralah Anda dengan dekatnya saat perjumpaan dengan Dzat yang Anda cintai itu. Sesungguhnya saat itu pasti datang. Dan setiap hal yang akan datang itu dekat. Maka, persiapkanlah bekal untuk berjumpa dengan-Nya, dan segeralah berjalan menuju ke arah-Nya dengan selalu berteman dengan harapan dan penuh keyakinan bahwa engkau akan sampai kepada-Nya. Akan tetapi, tidak setiap orang yang mengklaim diberikan kepadanya sesuatu yang diklaimnya, dan tidak pula setiap orang yang berangan-angan akan diberikan kepadanya sesuatu yang diangan-angankannya, sesunguhnya Allah mendengar suara, mengetahui niat-niat (yang ada di dalam hati). Maka, barang siapa yang benar dalam harapannya, niscaya ia benar-benar akan mendapatkan apa yang diharapkannya, dan barang siapa yang dusta niscaya klaimnya tidak akan memberikan manfaat kepadanya, dan Dia Dzat yang Maha Mengetahui orang yang layak untuk mendapatkan kecintaan-Nya dan siapa pula orang yang tidak layak mendapatkannya.(Taisir al-Karim ar-rahman Fii Tafsiri Kalami al-Mannan, 1/626)

Dan, sebagai bukti dari kebenaran harapan ini, maka seorang hamba melakukan sebab untuk mendapatkan-Nya, di antaranya adalah dengan mengerjakan amal kebajikan dan mengikhlashkan ibadah hanya untuk-Nya semata. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Qs. al-Kahfi : 110).

Muhammad Mutawaliy asy-Sya’rawiy rahimahullah mengatakan,  “Maka inilah dia wasilah (sarana) untuk menuju kepada pertemuan dengan Allah; karena amal kebajikan itu merupakan dalil yang menunjukkan bahwa Anda menghormati perintah orang lain untuk bertindak dan Anda juga percaya akan hikmahnya dan akan kecintaannya kepada Anda, sehingga jiwa Anda merera tentram di bawah naungan ketaatan kepadanya.” (Tafsir asy-Sya’rawiy, 1/2234)

Maka, seorang hamba yang beriman kepada-Nya sangat mengharap perjumpaan dengan-Nya, bahkan harapannya ini diliputi dengan rasa cinta, sehingga pertemuan dengan-Nya menjadi sebuah perkara yang dicintai-Nya.

Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ

“Barang siapa yang cinta untuk berjumpa dengan Allah, niscaya Allah cinta berjumpa dengannya. Dan, barang siapa benci untuk berjumpa dengan Allah, niscaya Allah benci berjumpa dengannya.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha atau sebagian istri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Sungguh, kami membenci kematian!.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ ذَاكِ وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَهُ الْمَوْتُ بُشِّرَ بِرِضْوَانِ اللَّهِ وَكَرَامَتِهِ فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا أَمَامَهُ فَأَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ وَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ

“Bukan itu maksudnya (wahai ‘Aisyah, wahai istriku). Akan tetapi, seorang Mukmin itu apabila kematian menjemputnya, ia diberi kabar gembira dengan keridhaan Allah dan karamah-Nya, maka tak ada sesuatu yang ada di hadapannya yang lebih dicintainya, sehingga ia pun sangat senang untuk berjumpa dengan Allah dan Allah pun senang untuk berjumpa dengannya.” (HR. al-Bukhari, no. 6507)

  1. Mengharapkan Rahmat-Nya

Termasuk pula perkara yang menjadi harapan seorang hamba kepada Allah ‘Azza wa Jalla Dzat yang dicintainya adalah ia berharap mendapatkan rahmat-Nya.

Allah Subhanallahu wata’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِي سَبِيْلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Qs. al-Baqarah : 218) “mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah”, karena mereka melakukan sebab yang mewajibkan datangnya rahmat Allah (yang mereka harapkan) (Taisir al-Karim ar-rahman Fii Tafsiri Kalami al-Mannan, 1/98), di antaranya yaitu, beriman kepada Allah Subhanallahu wata’ala dengan keimanan yang benar, berhijrah, dan berjihad di jalan-Nya Subhanallahu wata’ala. Hal ini seperti terisyaratkan dalam firman-Nya,

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكَاةَ وَالَّذِيْنَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُوْنَ

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka, akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (Qs. al-A’raf : 156)

Dan, di dalam firman-Nya, أُولَئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللَّهِ “mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah”, terdapat isyarat kepada bahwa sesungguhnya seorang hamba itu meskipun dapat melakukan beragam amal apa pun, tidak layak baginya untuk bersandar kepadanya, bahkan hendaknya dengan itu ia mengharapkan rahmat Rabbnya (Taisir al-Karim ar-rahman Fii Tafsiri Kalami al-Mannan, 1/98)

  1. Mengharapkan Pahala dan Balasan-Nya

Termasuk pula perkara yang menjadi harapan seorang hamba kepada Allah ‘Azza wa Jalla Dzat yang dicintainya adalah ia berharap mendapatkan pahala dan balasan-Nya atas amal shaleh yang telah dilakukannya. Adapun pahala Allah Subhanallahu wata’ala  yang diharapkan dan diinginkan itu bisa di dunia dan bisa pula di akhirat. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ ثَوَابَ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيْعًا بَصِيْرًا

“Barang siapa menghendaki pahala di dunia maka ketahuilah bahwa di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (an-Nisa : 134)

Namun, pahala-Nya di akhirat itu adalah lebih baik dan lebih diharapkan, Allah Subhanallahu wata’ala  berfirman,

وَقَالَ الَّذِيْنَ أُوتُوْا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُوْنَ

“Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu ! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.” (Qs. al-Qashash : 80), yakni, balasan Allah terhadap hamba-hamba-Nya -orang-orang yang beriman orang-orang yang baik- di negeri akhirat adalah lebih baik dari apa-apa yang kalian lihat (di dunia). Sebagaimana di dalam hadis shahih, Allah Subhanallahu wata’ala berfirman,

 أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِيْنَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ، وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ، وَاقْرَؤُوْا إِنْ شِئْتُمْ {فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ}

“Aku telah menyiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan belum pernah terlintas di hati seseorang, dan bacalah oleh kalian (firman-Nya) jika kalian ingin,

فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Qs. as-Sajdah : 17) (Shahih Muslim, no. 2824) (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, 6/255)

Bahkan, seorang mukmin tidak mengharapkan pahala dunia, ia hanya mengharapkan pahala-Nya di akhirat semata. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman,

وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِيْنًا وَيَتِيْمًا وَأَسِيْرًا . إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُوْرًا

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang-orang yang ditawan, (sambil berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya karena mengharapkan wajah Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu.” (Qs. al-Insan : 8-9)

Harapan seorang mukmin hanya kepada pahala akhirat atas amal shaleh yang dilakukannya tersebut adalah karena ketika ia melakukan amal shalehnya tersebut mengharapkan pahala dan balasan dunia hal itu menyebabkan dirinya bangkrut di akhirat. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ. أُولَئِكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.

Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali Neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Huud : 15-16)

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيْبٍ

“Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barang siapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.” (Qs. asy-Syura : 20)

Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالنَّصْرِ وَالسَّنَاءِ وَالتَّمْكِيْنِ فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الآخِرَةِ لِلدُّنْيَا لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الآخِرَةِ نَصِيْبٌ

“Berilah kabar gembira kepada umat ini berupa pertolongan, ketinggian dan keteguhan kedudukan (di dunia). Maka, barang siapa di antara mereka yang melakukan amal akirat untuk mendapatkan (ganjaran atau balasan) dunia niscaya ia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat.” (HR. Ibnu Hibban di dalam Shahihnya, no. 405. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata : Isnadnya hasan).

Pembaca yang budiman…

Selain tiga hal di atas, masih adakah harapan lainnya seorang hamba kepada Allah Subhanallahu wata’ala ? Jawabannya, “Ya, Masih ada.” Dan, nantikan pula bahasannya pada bagian kedua tulisan ini, insya Allah. Semoga Allah Subhanallahu wata’ala memberikan taufik kepada penulis dan semoga pula Allah menjadikannya bermanfaat. Amin

Wallahu A’lam (Redaksi)    

Referensi :

  1. Shahih al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhariy
  2. Shahih Ibni Hibban, Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim at-Tamimi al-Bustiy
  3. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurosyi ad-Dimasyqiy
  4. Taisir al-Karim ar-Rahman Fii Tafsiri Kalami al-Mannan, Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy
  5. Tasfir asy-Sya’rawiy, Muhammad Mutawaliy asy-Sya’rawiy