Pertanyaan:

Ketika saya mendengar acara ini, yakni Nur ala ad-Darb (merupakan acara tanya-jawab bersama para ulama besar di sebuah stasiun Radio al-Qur`an [Idzaah al-Qur`an] yang bermarkas di Jeddah), saya banyak mengais manfaat, khususnya ketika saya mengetahui bahwa para wali dan orang-orang mati tidak dapat memberikan manfaat apa-apa terhadap manusia. Dan, ketika saya informasikan hal ini kepada keluarga saya, mereka menuduh saya telah kafir dan para wali akan menimpakan mudharat kepada saya. Mereka juga menyatakan telah melihat saya di dalam mimpi dicela oleh orang-orang shalih. Apa nasehat anda kepada mereka yang akalnya telah dihinggapi oleh berbagai khurafat dan bid’ah-bid’ah yang hampir merata di seluruh negeri Arab?

Jawaban:

Kami menasehati semua pihak agar bertakwa kepada Allah dan menyadari bahwa kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat terletak pada beribadah kepada Allah semata, mengikuti Nabi a dan berjalan di atas manhaj beliau. Beliaulah penghulu para wali dan seutama-utama para wali. Para rasul dan nabi adalah manusia paling utama. Mereka itulah seutama-utama para wali dan orang-orang shalih, kemudian di urutan setelah mereka dari segi keutamaan adalah sahabat para Nabi dan generasi setelah mereka. Sedangkan orang yang paling utama di kalangan umat ini adalah para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu, generasi setelah mereka, yaitu seluruh kaum Mukminin berdasarkan prioritas derajat dan tingkatan mereka di dalam ketakwaan. Para wali adalah orang-orang yang melakukan keshalihan dan istiqamah di atas ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di puncak tertinggi di atas para Nabi yang lain, setelah itu para sahabat beliau, lalu diurut berdasarkan skala prioritas di dalam ketakwaan dan keimanan sebagaimana yang telah disinggung di atas.

Mencintai mereka karena Allah dan meneladani mereka di dalam kebaikan dan amal shalih adalah sesuatu yang dituntut akan tetapi tidak boleh menggantungkan hati dan beribadah kepada mereka selain Allah, tidak boleh memohon kepada mereka sama dengan memohon kepada Allah dan juga tidak boleh meminta pertolongan atau kekuatan kepada mereka, seperti ucapan seseorang, “Wahai Rasulullah! Tolonglah aku”, “Wahai Ali! Tolonglah aku”, “Wahai Hasan! Tolong dan bantulah aku”, “Wahai Sayyidi al-Husain!”, “Wahai Syaikh Abdul Qadir Jailani!” atau kepada selain mereka. Semua itu tidak boleh sebab ibadah merupakan hak Allah semata’, sebagaimana difirmankanNya,

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.

 

Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kamu Yang telah mencipta-kanmu dan orang-orang sebelum kamu, semoga kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 21).

 

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ.

 

Berdoalah kepadaKu, niscaya Aku kabulkan (permintaan) kamu.” (Ghafir: 60).

 

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ.

 

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5).

 

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ.

 

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadaNya?” (An-Naml: 62).

 

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ.

 

Dan barangsiapa menyembah ilah yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (Al-Mukminun: 117).

Dalam ayat ini, Allah menamakan mereka sebagai ‘orang kafir’ karena mereka memohon kepada selainNya.

 

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا.

 

Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Al-Jinn: 18).

يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ ۚ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ.

إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ ۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ.

Yang (berbuat) demikian itulah Allah Rabbmu, kepunyaanNyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tia-da mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka men-dengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di Hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Fathir: 13-14).

Dalam ayat-ayat tersebut, Allah q menjelaskan bahwa orang-orang yang dimohonkan oleh mereka seperti para rasul, wali atau selain mereka tidak dapat mendengar karena mereka terdiri dari orang yang sudah mati, orang yang sibuk berbuat taat kepada Allah seperti halnya para malaikat, orang yang ghaib (tidak berada di tempat) sehingga tidak mendengar apa yang mereka mohon atau berupa benda mati sehingga tidak dapat mendengar ataupun menanggapi. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menginformasikan bahwa andaikata mereka mendengar, niscaya mereka tidak akan mengabulkan doa (permohonan) mereka dan mereka akan mengingkari kesyirikan yang mereka lakukan. Dari sini, diketahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala lah Yang Maha Mendengar doa (permohonan) dan mengabulkan permohonan orang yang memohon bila Dia menghendaki. Dialah Yang dapat memberikan manfaat dan menimpakan mudharat, Yang memiliki segala sesuatu dan Mahakuasa atas segala sesuatu.

Oleh karena itu, wajib berhati-hati dari beribadah dan menggantungkan diri kepada selainNya, baik kepada orang-orang yang telah mati, orang-orang yang tidak berada di tempat (ghaib), benda mati dan makhluk lainnya selain mereka, yang semuanya tidak dapat mendengar permohonan orang yang memohon dan tidak mampu memberikan manfaat atau menimpakan mudharat.

Sedangkan terhadap orang yang masih hidup dan berada di tempat (hadir) serta mampu, maka tidak apa-apa meminta tolong kepadanya terhadap hal yang tidak mampu dia lakukan. Hal ini sebagaimana yang terjadi dalam kisah Nabi Musa di dalam FirmanNya,

 

فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ.

 

Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepada-nya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya.” (Al-Qashash: 15).

Demikian pula, boleh seorang Muslim meminta tolong di dalam berjihad dan memerangi musuh kepada saudara-saudara mereka, kaum Mujahidin. Wallahu Waliyyuttaufiq.

Kumpulan Fatwa dan Beragam Artikel dari Syaikh Ibnu Baz, Juz V, hal. 359-361.