Tamâyul, adalah bergoyang ke kiri dan ke kanan, atau ke depan dan ke belakang, baik dengan kepala maupun dengan badan. Taharruk, mempunyai arti yang sama dengan Tamâyul. Ihtizâz, adalah bergerak ke berbagai arah yang berbeda secara lebih kuat. Sedangkan Tawâjud itu lebih luas dari semua yang tersebut di atas, yaitu, gerakan yang terjadi sebagai hasil wirid, dengan berbagai gerakan nyata yang terdiri dari tamâyul, taharruk, ihtizâz, menghentakkan kaki, memukul dada, menjerit, bertepuk tangan, pingsan….dst.

Itu semua, pada dasarnya berasal dari ajaran orang-orang kafir, para penyembah anak sapi. Allah ta’ala telah menyebutkan di dalam surat Thaha para pengikut as-Samiri, pada saat mereka membuat patung anak sapi yang bisa bersuara.Para mufassir menyebutkan bahwa mereka pada saat itu menari-nari dan bergoyang di sekeliling anak sapi tersebut.

Az-Zamakhsyari ketika menafsirkan firman Allah ta’ala

وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَآءَاتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَافِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (al-A’raf: 171),

pernah mengatakan (dan ucapannya ini juga dinukil oleh Ibnu Hayyan), bahwasanya bergoyang ke kanan ke keri sewaktu membaca al-Qur’an itu merupakan perbuatan orang-orang Yahudi ketika membaca kitab Taurat. Hal itu beserta yang lainnya telah saya sampaikan di dalam bahasan “Bida’ al-Qurrâ, dengan redaksi sebagai berikut: “Pembahasan ketiga: tentang melakukan gerakan sewaktu membaca al-Qur’an. Ungkapan ulama Andalus (Spanyol) sangat pedas dalam mengingkari tindakan Tamâyul, Ihtizâz, dan Taharruk sewaktu membaca al-Qur’an, dan bahwasanya hal itu adalah bid’ah yang dibikin oleh orang-orang Yahudi, yang menyusup kepada orang-orang Mesir, dan tidak satu pun dari semua itu bersumber dari perkataan ulama salafus shalih.

Ibnu Abi Zaid al-Qairwani rahimahullah (w. 386), sang pembela sunnah, telah menulis “kitab tentang orang yang larut dalam gerakan sewaktu membaca al-Qur’an”.[2] Dan kami tidak tahu sedikit pun tentang kabar kitab ini.

Abu Hayyan an-Nahwi, Muhammad bin Yusuf al-Andalusi rahimahullah  (w. 745) di dalam tafsirnya “al-Bahr al-Muhîth”, berkaitan dengan firman Allah ta’ala,

وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَآءَاتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَافِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka….. . (al-A’raf: 171),

 beliau berkata, “Az-Zamakhsyari di dalam tafsir al-Kasysyâf, (2/102) berkata, “Ketika Nabi Musa ‘alaihi wasallam. menyebar-luaskan papan yang berisi kitab Allah ta’ala, maka pohon, gunung, dan batu pun bergoyang dahsyat. Oleh karena itu, Anda tidak akan melihat seorang Yahudi pun yang membaca kitab Taurat, melainkan dia akan bergoyang hebat dan mengangguk-anggukkan kepala karenanya.”

Sungguh, fenomena semacam ini telah menular kepada anak-anak kaum muslimin, sebagaimana yang Anda lihat di negara Mesir. Anda akan melihat anak-anak tersebut di dalam sekolahan ketika mereka membaca al-Qur’an akan bergoncang hebat dan menggerakkan kepala mereka. Adapun di negera-negara kita, di Andalusia dan Maroko, ketika anak kecil bergerak sewaktu membaca al-Qur’an, maka sang pengajar akan meluruskannya, dan berkata kepadanya: “Janganlah kamu bergerak, karena jika begitu kamu menyerupai orang-orang Yahudi dalam belajar.”

Ar-Râ’i al-Andalusi rahimahullah (w. 853) di dalam kitabnya “Intishâr al-Faqîr as-Sâlik”, hal. 250, berkata, “Begitulah, orang-orang Mesir menyerupai orang-orang yahudi, bergerak-gerak sewaktu belajar dan bekerja, padahal itu merupakan perbuatan orang-orang Yahudi.” Dan ini lebih umum, maka hendaknya dijauhi.

Maka, bagi orang-orang yang berdzikir kepada Allah ta’ala, orang-orang yang menghadap kepada Allah dengan do`a, para penghafal kitab Allah, dan para pengasuh berbagai sekolahan dan halaqah tahfizh al-Qur’an al-Karim, wajib meninggalkan bid’ah Tamâyul (ber-goyang-goyang) sewaktu membaca al-Qur’an, dan hendaklah mereka mendidik anak-anak kaum muslimin berpegang teguh kepada as-Sunnah dan menjauhi bid’ah.

Janganlah anda terpedaya dengan berbagai dalil tentang disyariatkannya tarian sewaktu berdo`a yang ditunjukkan oleh kalangan Tarekat Sufi. Karena, dalil-dalil tersebut berada di antara dalil yang shahih, tapi tidak menyatakan makna yang dimaksud, atau di antara hadîts dha’if yang sanadnya sama sekali tidak mungkin bisa diterima. Dan barangsiapa yang mau menengok berbagai skripsi dan tesis yang ditulis tentang syariat do`a yang bersumber dari kalangan ekstremis tarekat, maka dia akan mengetahui kebatilan dalil-dalil mereka, baik secara makna maupun sanadnya, di antaranya terdapat di dalam kitab “at-Tarâtîb al-Idâriyyah, karya al-Kitani, (2/143-144, 149-150). Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan.

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul HaqJakarta]


[1]  al-Kasysyâf, karya az-Zamakhsyari, (2/102); al-Bahr al-Muhîth, karya Ibnu Hayyan, (4/42); Madârij as-Sâlikîn, (3/69); at-Tauqîf, karya al-Manawi, hal. 104; al-Ibdâ’, hal. 361-363; as-Silsilah adh-Dha’îfah, no. 23; dan Bida’ al-Qurrâ, hal. 57-58.

[2]  al-Wâfî, karya ash-Shafadi, (17/250).