sabarDia adalah putri bungsu dari tiga anak perempuan bersaudara bagi kedua orang tua yang dikaruniai Allah dengan kekayaan. Meskipun terbilang paling muda usianya, Hishah adalah putri paling baik dan gemar berbuat kebaikan. Dia membantu orang yang butuh dan menolong orang miskin. Dia selalu tersenyum, ramah, periang dan komitmen terhadap ajaran-ajaran Islam, sedang dia baru berusia tujuh tahun.

Konon, ayahnya sangat menyukainya dan dekat dengannya. Dia pun merasakan aman sewaktu berada di sandingnya. Akan tetapi, belum sempat dia menikmati rasa aman ini, ayahnya keburu berpulang keharibaan Rabbnya. Dia tetap tabah menerima kepergian sang ayah, dan bahkan hal itu semakin menambah keimanannya. Dia pun semakin giat berbuat amal kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Selang empat tahun, ibunya juga berpamitan menuju keperduannya yang terakhir. Namun, keimanannya takkan pernah goyah, bahkan berbagai musibah itu semakin menambah kecintaannya untuk berbuat amal kebaikan.

Belum sempat Hishah menuntaskan pendidikan SMAnya, sehingga dia pun dinikahkan dengan putra pamannya. Saking baiknya Hishah, dia pun meyakini bahwasanya dia akan mendapati pada diri suaminya kasih sayang seorang ayah dan kehangatan seorang ibu yang sejak dini telah hilang darinya. Akan tetapi dia tidak pernah mendapatkan semua ini walau sedikit.

Putra pamannya itu bak musang yang licik. Di balik pernikahannya dengan Hishah itu, dia bertujuan menguasai harta kekayaannya.

Sejak hari-hari pertama, orang licik ini mulai memakan harta warisannya ibarat sepotong kue dan membelanjakan hartanya untuk keperluan diri sendiri. dia membelanjakannya tanpa sepengatahuan Hishah. Dia menggunakan uang dengan berlagak, padahal uang itu bukan milinya. Sementara Hishah justru sebalinya. Dia memperhatikannya, mendengarkan kata-katanya, melaksanakan perintah-perintahnya, dan terjaga sewaktu suaminya sedang istirahat. Dia tidak pernah memperdulikan masalah harta. Dia hanya berharap dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menunjukkan suaminya jalan yang benar.

Suaminya telah menguras semua warisannya, dan tidak ada lagi yang tersisa selain sebuah flat (bangunan) kuno yang dikontrakkan sejak ayahnya masih hidup kepada beberapa keluarga yang hidup sederhana dan dengan biaya sewa yang jauh dari unsure komersil (profit). Sang suami berupaya meyakinkan istrinya, Hishah, untuk mengusir para penghuni flat agar bisa menjualnya. Dia berpropaganda akan menyulap pasir-pasir flat ini menjadi emas dan akan memberinya dua flat lain sebagai gantinya.

Akan tetapi, karena nasib para penyewa flat yang sedang menghuni itu, maka keimanan dan nuraninya tidak mengizinkannya untuk mencerai-beraikan mereka khususnya para keluarga yang miskin itu, di samping bahwa mereka sudah menghuni flat itu sejak ayahnya masih hidup. Maka, demi rasa cinta dan penghargaan kepada ayahnya, dia lebih menghormati perasaan sang ayah, meski dia sudah meninggal. Dia menolak untuk menjual flat ini.

Suaminya berusaha dengan segala cara untuk membuatnya setuju, tetapi dia tetap menolak dan semakin keras lagi. Ketika sang suami merasa dirinya menghadapi sebuah batu karang yang sangat keras dan bahwasanya dia tidaklah berarti di mata Hishah, dia pun menceraikan Hishah dan keluar tak kembali lagi, tanpa ada penyesalan.

Sementara Hishah yang budiman dan shalihah ini tetap sabar dan ridha dengan apa yang diberikan Rabbnya kepadanya. Dia rela menerima uang sewa yang sedikit dari apartemen. Dia tidak pernah berpikir untuk menjualnya atau mengosongkannya dari para penghuninya meski dalam kondisi kepepet. Dia terus melakukan berbagai amal kebaikan. Dia tidak pernah memutus selaturahim atau berbuat jelek kepada tetangga-tetangganya. Dia selalu membantu orang miskin dan orang yang membutuhkan dan berpihak kepada yang teraniaya, padahal dia sendiri tidak mendapati orang yang berdiri di sandingnya dan menolongnya. Akan tetapi, rasa keimanannya kepada Allah membuatnya tetap tegar meski semua orang menjauhinya dan sibuk dengan urusan dunia, sampai-sampai saudari-saudarinya juga sibuk memburu harta. Mereka disibukkan dengan urusan jual beli valas, namun ternyata mereka tidak mendapati apa-apa selain kerugian, terkurah benyak harta mereka dan hanya tersisa harta yang amat sedikit.

Begitu pula mantan suaminya, alias putra pamannya. Dia telah dihancurkan oleh jual beli valas dan dibutakan oleh ketamakan dan cinta harta, sehingga dia terjatuh di dasar jurang kerakusan dan di antara cengkraman nafsu harta. Dia mengumumkan kepelitan/kebangkrutannya dan menjadi orang yang terusir dari publik, dicekal dan dilarang bepergian.

Badai topan Irak yang lalim telah membumihanguskan Negara Kuwait, dan selang beberapa bulan Allah Subhanahu wa Ta’ala menaruniai Negara Kuwait kemerdekaan dari berbagai ketamakan yang sangat bengis.

Sekembalinya Hishah ke Kuwait, dia mendapati para penghuni flat itu telah berpindah dan mengosongkannya atas kemauan mereka sendiri. mereka keluar dari bumi Kuwait dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberi taufik kepada Hishah, seorang wanita dermawan lagi baik hati ini yang telah berpihak kepada mereka, meski bisa saja dia menaikkan biaya kontrakan atau malah menghancurkan flat itu.

Akhirnya, Allah mengabulkan doa mereka dan membalas kebaikan Hishah itu atas kesabaran dan bantuannya kepada orang-orang yang butuh. Seseorang datang untuk membeli flat itu dengan sepuluh kali lipat harga yang pernah diupayakan suaminya terdahulu sewaktu ingin menjualnya.

Sesungguhnya amal kebaikan itu tidaklah sia-sia, meski itu sudah lama. Jika orang-orang melupakan dan mengingkari orang yang berbuat baik kepada mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan lupa. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala –dengan pemberian dan karunianNya- telah melipatgandakan pahala bagi wanita yang baik ini di dunia satu kebaikan dengan sepuluh kebaikan semisalnya. Dan, setiap orang akan mengembil balasannya. Jika amalnya baik maka balasannya juga baik, dan jika jelek maka balasannya juga jelek.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

[sc:BUKA ]فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ {7} وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شّرًّا يَرَهُ {8}.[sc:TUTUP ]

“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (Az-Zalzalah: 7-8).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

[sc:BUKA ]مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ[sc:TUTUP ]

“Barangsiapa menangguhkan hutang dari orang yang kesusahan atau membebaskannya dari hutangnya, maka Allah akan melindunginya dalam lindunganNya pada hari tidak ada perlindungan selai lindunganNya.” (HR. Muslim)

Sumber: Serial Kisah Teladan 3, Muhamad Shalih Al-Qahthani, Hal: 12, Penerbit Darul Haq