Kedudukan Lailatul Qadar

Lailatul qadar merupakan malam yang sangat mulia, lebih baik dari 1000 bulan, siapa yang dihalangi dari kebaikannya, akan merugi selamanya. Dan di malam itu diputuskan segala urusan takdir penuh hikmah, sebagaimana Firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ . أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ . رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (ad-Dukhan: 4-6)

Maksudnya, di malam itu diputuskan segala ketetapan takdir yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rezeki, baik, buruk, dan sebagainya.

Begitu juga disebut lailatul qadar karena malam itu lebih utama daripada 1000 bulan, sebagaimana firman Allah -عَزَّوَجَلَّ-,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada lailatul qadar (malam penuh kemuliaan). Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari 1000 bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (al-Qadar: 1-5)

Dari ayat di atas Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menjelaskan keutamaan malam lailatul qadar antara lain:

1-Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menurunkan al-Qur’an pada malam itu.

2-Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengagungkan malam itu dan menjadikannya malam paling istimewa sepanjang tahun.

3-Para malaikat turun pada malam itu membawa rahmat, berkah, dan ketenangan.

4-Kedamaian dan keselamatan turun di malam itu kepada orang-orang beriman hingga para malaikat mengucapkan salam kepada mereka.

Cara meraih Lailatul Qadar

Sangat dianjurkan untuk mencari lailatul qadar pada malam-malam ganjil di 10 terakhir bulan Ramadhan, terutama pada malam 27 seperti yang telah dianjurkan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Dianjurkan menghidupkan malam itu dengan qiyam lailatul qadar seperti yang telah Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- terangkan dalam sabda beliau,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barang siapa shalat malam pada lailatul qadar atas dasar iman dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [1]

Sangat dianjurkan untuk mengejarnya dengan cara ber’itikaf di masjid di 10 malam terakhir Ramadhan, sebagaimana Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

فَالْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِى كُلِّ وِتْرٍ

“Maka carilah pada 10 malam akhir dan carilah pada malam ganjil.” [2]

Dari Abu Sa’id al-Khudri -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bahwa Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

«الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ وَالْتَمِسُوهَا فِى التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ». قَالَ قُلْتُ يَا أَبَا سَعِيدٍ إِنَّكُمْ أَعْلَمُ بِالْعَدَدِ مِنَّا. قَالَ أَجَلْ. قُلْتُ مَا التَّاسِعَةُ وَالسَّابِعَةُ وَالْخَامِسَةُ قَالَ إِذَا مَضَتْ وَاحِدَةٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِى تَلِيهَا التَّاسِعَةُ وَإِذَا مَضَى ثَلاَثٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِى تَلِيهَا السَّابِعَةُ وَإِذَا مَضَى خَمْسٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِى تَلِيهَا الْخَامِسَةُ

“Carilah (lailatul qadar) di 10 terakhir dari Ramadhan, carilah pada malam ke-9, ke-7, dan ke-5.” Dia berkata, Aku bertanya, “Wahai Abu Sa’id, sesungguhnya kalian lebih mengerti tentang hitungan dari kami.” Dia berkata, “Benar.” Aku bertanya, “Apa maksud malam ke-9, ke-7, dan ke-5? “ Dia berkata, “Bila telah berlalu malam ke-21, maka malam berikutnya adalah malam ke-9. Bila berlalu malam ke-23, maka malam berikutnya adalah malam ke-7, dan bila telah berlalu malam ke-25, maka malam berikutnya adalah malam ke-5.” [3]

Boleh jadi seluruh malam terakhir Ramadhan adalah ganjil, karena bisa saja bulan Ramadhan berjumlah 29 atau 30 hari. Bila bulan Ramadhan ada 29 hari, maka malam 10 akhir dihitung mulai malam ke-20, sehingga malam ganjilnya adalah malam ke-20, malam ke-22, malam ke-24, malam ke-26, malam ke-28. Dan jika bulan Ramadhan ada 30 hari, maka malam 10 terakhir dihitung mulai malam ke-21, malam ke-23, malam ke-25, malam ke-27 dan malam ke-29. [4]

Disamarkannya dan tidak ditentukannya waktu malam lailatul qadar secara jelas mengandung hikmah agar setiap muslim bersungguh-sungguh beribadah, memohon rahmat, ampunan, serta pembebasan dari neraka hingga akhir Ramadhan.

Barang siapa mendapatkan lailatul qadar, dianjurkan memperbanyak membaca doa yang diajarkan oleh Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepada Aisyah -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا- ketika beliau bertanya, “Ya Rasulullah, jika saya mengetahui lailatul qadar, doa apakah yang sebaiknya saya ucapkan?“ Nabi – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, “Bacalah,

اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau suka memaafkan (hambaMu), maka maafkanlah aku.” [5]

Orang yang diharamkan mendapat malam penuh berkah tersebut berarti telah diharamkan dari semua kebaikan, dan ia benar-benar merugi. Cara untuk memperolehnya adalah: Bangun dan menghidupkan malam dengan ibadah, meninggalkan hubungan suami-istri, membangunkan keluarga untuk memperbanyak ibadah.

Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar  

Telah banyak riwayat yang menjelaskan tentang tanda-tanda lailatul qadar, yang antara lain disebutkan dalam suatu hadis yang diriwayatkan imam Muslim dari Abdullah bin Mas’ud -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- dia berkata,

مَنْ قَامَ السَّنَةَ أَصَابَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ – فَقَالَ أُبَىٌّ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ إِنَّهَا لَفِى رَمَضَانَ – يَحْلِفُ مَا يَسْتَثْنِى – وَوَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُ أَىُّ لَيْلَةٍ هِىَ. هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا

“Siapa yang qiyamullail sepanjang tahun, niscaya dia akan mendapatkan lailatul qadar.” Ubay bin Ka’ab berkata, “Demi Allah, yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia! Sesungguhnya lailatul qadar ada di bulan Ramadhan.-Dia bersumpah tanpa pengecualian-. Demi Allah, sungguh aku mengetahui bahwasanya lailatul qadar terjadi pada malam ini, yang Rasulullah –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– telah memerintahkan kita untuk shalat malam yang pagi harinya adalah tanggal 27. Tandanya adalah matahari terbit di pagi harinya dengan warna putih bersih, tidak memancarkan cahaya yang begitu cerah (seperti biasanya) ” [6]

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- dari Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-tentang tanda-tanda lailatul qadar, beliau bersabda,

لَيْلَةٌ طَلِقَةٌ لَا حَارَّةٌ وَ لَا بَارِدَةٌ تُصْبِحُ الشَّمْسُ يَوْمَهَا حَمْرَاءَ ضَعِيْفَةً

“Sesungguhnya lailatul qadar adalah malam cerah, tidak panas dan tidak dingin, pagi hari matahari terbit memerah dan lemah (cahayanya).” [7]

Syaikh bin Baz -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “Telah tetap dari Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bahwa di antara tanda-tanda lailatul qadar adalah matahari ketika terbit, sinarnya lemah. Dan Ubay bin Ka’ab bersumpah bahwa hal itu terjadi pada malam ke-27 dan dia berdalih dengan tanda ini. Namun yang rajih adalah bahwa lailatul qadar berpindah-pindah di antara 10 malam terakhir dari bulan Ramadhan.” [8]

Umat Paling Merugi

Ketahuilah saudaraku! Orang yang paling merugi adalah yang menyia-nyiakan waktu dan malas mengejar lailatul qadar, dengan menghabiskan waktu begadang di depan TV untuk menonton bola atau acara lainnya, main kartu, keluyuran ke mall-mall, bermaksiat di tempat-tempat hiburan, dan semacamnya. Mereka layak diberi ucapan belasungkawa, karena Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِيْنِ لِلَّهِ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah menfardhukan atas kalian berpuasa padanya, di bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka Jahim ditutup, dan petinggi-petinggi setan dibelenggu. Di bulan itu ada satu malam yang lebih utama dari 1000 bulan, siapa yang terhalang dari kebaikannya, maka dia telah terhalang (dari kebaikan).” [9]

Ibnu Mas’ud -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- berkata, “Adakah di antara kita yang amalnya diterima, sehingga kita beri ucapan selamat untuknya ataukah tidak diterima, sehingga kita berikan ucapan bela sungkawa kepadanya?” [10]

Kita wajib meneladani Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam mengejar lailatul qadar, beliau sangat antusias dan bersungguh-sungguh, padahal beliau sudah dijamin masuk Surga. Mengapa kita terus terlena dengan syahwat dan rayuan setan?

Kalau Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- mencontohkan kepada kita bagaimana mengisi 10 hari terakhir di bulan Ramadhan dengan beri’tikaf dan serius mengejar lailatul qadar bersama shalat malamnya, lalu bagaimana dengan kita? Renungkanlah pernyataan ‘Aisyah -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا– tentang keadaan beliau ketika memasuki 10 akhir bulan Ramadhan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Ketika 10 akhir dari Ramadhan telah masuk, Nabi –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengencangkan ikat pinggangnya (tidak berhubungan badan), menghidupkan malamnya (dengan ibadah), dan membangunkan keluarganya (untuk beribadah).” [11]

Secara umum, siapa pun dapat menyimak bagaimana ibadah beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- di 10 hari terakhir Ramadhan. Oleh sebab itu, hendaknya kita sibuk dengan berbagai macam ibadah tambahan seperti memperbanyak shalat sunnah, membaca al-Qur’an, berdoa, berdzikir, bershalawat, atau beristighfar atau i’tikaf dan mengejar lailatul qadar, bukan sibuk dengan persiapan lebaran dan bekal mudik, atau sibuk memperindah ruangan untuk menyambut lebaran.

Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan banyak digunakan oleh sebagian orang untuk berkeliling dari mall ke mall, mereka tidak pernah berpikir untuk mengejar pahala ibadah satu malam yang dilipatgandakan pahalanya setara dengan pahala ibadah 1000 bulan. Bahkan yang lebih memprihatinkan, mereka seringkali meninggalkan shalat berjama’ah dan melalaikan ibadah-ibadah lainnya.

 

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber:

Ritual Ramadhan Antara Adat dan Syariat, Zainal Abidin bin Syamsuddin, hal. 163-173.

Catatan:

[1] Muttafaq ‘Alaih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1901 dan Muslim, no. 860.

[2] Shahih: Diriwayatkan Imam Abu Dawud dalam Sunannya, no. 1382

[3] Shahih: Diriwayatkan Imam Abu Dawud dalam Sunannya, no. 1383

[4] Lihat al-Ilmam Bima Fi Syahr Ramadhan Minal fadhl wa Ahkam, Qismud Dakwah wal Irsyad, hal. 104.

[5] Shahih : Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, no. 25260, 25371, 25373, 25381, 25617 dan 26093; Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya, no. 3513 dan 2789; Imam Ibnu Majah dalam Sunannya, no. 3850 dan 3105; dan Imam Hakim dalam Mustadraknya, no. 1942.

[6] Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Shahihnya dengan sanad mauquf dari Ubay bin Ka’ab, no. 762; Imam Tirmidzi dalam Sunannya, no. 3351; dan Imam Ahmad di dalam Musnadnya, no. 21092, 21096 dan 21099.

[7] Shahih: Diriwayatkan Imam Ibnu Khuzaemah dalam Shahihnya, no. 2192 dan Imam Haitsami dalam Majma’ az-Zawa’id, no. 5052.

[8] Majmu’ Fatawa Bin Baz, 15/434

[9] Shahih: Diriwayatkan Imam an-Nasai, no. 2106 dan Imam al-Mundziri di dalam at-Targhib, no. 1489 serta dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib, no. 999.

[10] Lihat Latha’iful Ma’arif, hal. 295.

[11] Shahih: Diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam shahihnya, no. 2024 dan Imam Muslim dalam shahihnya, no. 1174.