Nama tersebut tidak datang keterangannya dalam al-Qur’an dalam bentuk isim (nama), tetapi diterangkan dalam bentuk fi’il (kata kerja). Sebagaimana firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ

“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepamu.” (al-Qashash: 77)

وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ

“Dan sesungguhnya Rabbku telah berbuat baik kepadaku, ketika dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir.” (Yusuf: 100)

قَدْ أَحْسَنَ اللَّهُ لَهُ رِزْقًا

Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya (ath-Thalaq: 11)

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah (as-Sajdah: 7)

فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik (al-Mukminun: 14)

Sunnah datang menetapkan nama ini bagi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- pada tiga buah hadis dari Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

Pertama, Hadis Anas bin Malik -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- ia berkata bahwa Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِذَا حَكَمْتُمْ فَاعْدِلُوْا وَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ مُحْسِنٌ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

Apabila kalian memutuskan (suatu perkara), maka berlakulah adil dan apabila kalian membunuh, maka lakukanlah dengan baik karena sesungguhnya Allah Maha berbuat baik lagi menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (HR. ath-Thabrani dan Abu Nu’am) [1]

Kedua, Hadis Syaddad bin Aus -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, ia berkata, “Aku menghafal dari Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dua hal; beliau berkata,

إِنَّ اللهَ مُحْسِنٌ يُحِبُّ اْلِإحْسَانَ إِلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذِّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah itu Maha Berbuat baik lagi mencintai berbuat kebaikan pada segala sesuatu. Oleh karena itu, apabila kalian membunuh, hendaklah kalian melakukannya dengan baik, dan apabila kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan baik pula dan hendaklah seorang dari kalian mengasah pisaunya dan membuat nyaman sembelihannya.” (HR. Abdurrazzaq dan lain-lain) [2]

Ketiga, Hadis Samurah bin Jundub -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, dari Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ مُحْسِنٌ فَأَحْسِنُوْا فَإِذَا قَتَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيُحْسِنْ مَقْتُوْلَهُ وَإِذَا ذَبَحَ فَلْيُحِدَّ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah berbuat baik, maka berbuat baiklah kalian. Apabila seorang dari kalian membunuh, maka hendaklah ia berbuat baik dalam membunuhnya dan apabila ia menyembelih, maka hendaklah ia mengasah pisaunya dan membuat nyaman sembelihannya.” (HR. Ibnu ‘Adiy) [3]

Kesemua riwayat ini menunjukkan akan adanya nama tersebut bagi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Selain itu, nama Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ini sering disebutkan di sela-sela perkataan para ulama dan sering pula disebutkan kata ini untuk menunjukkan penghambaan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- (yakni Abdul Muhsin) [4]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “Syaikhul Islam Al-Harawi dahulu memberi nama penduduk negerinya dengan seluruh nama-nama Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang indah. Demikian pula penduduk kota kami, mayoritas nama-nama mereka menunjukkan penghambaan bagi Allah, seperti Abdullah, Abdurrahman, Abdulghani, As-Salam, Al-Qahir, al-Lathif, al-Hakim, al-Aziz, Ar-Rahim, Al-Muhsin, …” [5] Lalu beliau menyebutkan beberapa nama Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang indah.

Ibnul Qayyim -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “Pengakuan hati kita bahwasanya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Yang tiada ilah yang hak, kecuali Dia dan bahwasanya Dia Maha Bijaksana, Mahamulia lagi Maha Berbuat Baik, tidak ada seorang pun yang lebih mencintai untuk berbuat baik melebihi-Nya, Dia adalah Maha Berbuat Baik lagi mencintai orang-orang yang berbuat baik.”

Makna nama Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Al-Muhsin (Maha berbuat baik) kembali kepada keutamaan, kenikmatan, kedermawanan, kemuliaan, karunia, dan pemberian. Berbuat baik adalah sifat yang selalu ada pada-Nya. Tidak ada sesuatupun yang dapat terlepas dari perbuatan baik-Nya yang berupa penciptaan, pemberian nikmat, dan pelimpahan karunia, sekejap mata. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ

“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah” (as-Sajdah: 7)

وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ

“Dia membentuk rupamu dan dibaguskannya rupamu itu, dan hanya kepada-Nya-lah kembali(mu)” (at-Taghabun: 3)

Seagung-agungnya perlakuan baik dari-Nya adalah taufik  kepada agama ini, kelapangan dada untuk senantiasa taat kepada Rabb semesta alam, dan tegar di atas kebenaran dan petunjuk hingga kematian datang menjelang, hingga hal itu berbuah karamah teragung dan kebaikan paling mulia, yaitu masuk Surga pada hari Kiamat, melihat Allah Maha Mulia, Maha Penyayang, Maha Berbuat baik lagi Maha Pencurah karunia. Kita memohon kepada-Nya dari agungnya karunia- Nya dan limpahan kebaikan-Nya.

Kemudian sesungguhnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mencintai dari hamba-hamba-Nya agar mereka mendekatkan diri kepada-Nya dengan tuntutan kandungan makna nama-nama-Nya. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- adalah Maha Penyayang lagi mencintai orang-orang yang penyayang, Dia Mahamulia lagi mencintai orang-orang yang mulia, dan Dia Maha Berbuat baik lagi mencintai orang-orang yang berbuat baik. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ

Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. (al-Qashash: 77)

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) (ar-Rahman : 60)

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (an-Nahl: 128)

Al-Ihsan dari hamba merupakan kedudukan paling tinggi dan paling mulia dalam agama. Sebagaimana hal tersebut diterangkan dalam hadis Jibril yang masyhur, yang kata al-Ihsan dalam hadis tersebut ditafsirkan dengan seorang hamba yang beribadah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- seolah-oleh dia melihat-Nya, dan apabila ia tidak bisa melihatnya, maka sesungguhnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- pasti melihatnya, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya. Selain itu, ihsan tersebut dalam hal beribadah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang merupakan semulia-mulianya kedudukan dalam agama dan yang paling tinggi sebagaimana yang telah lewat. Termasuk ihsan juga adalah ihsan (berbuat baik) kepada para hamba Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan, menunaikan hak-hak, menolong orang yang membutuhkan, mencegah gangguan dari orang lain, berusaha memberikan perlakuan baik kepada mereka, dan perbuatan lain yang termasuk ihsan (berbuat baik) kepada hamba-hamba Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah menjanjikan untuk hal tersebut di atas dengan pahala yang agung. Firman-Nya,

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) (ar-Rahman: 60)

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

Bagi orang-orang yang  berbuat baik, ada pahala yang terbaik (Surga) dan tambahanya. (Yunus: 26)

إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang  berbuat baik.” (at-Taubah: 120)

Di antara buah agung berbuat baik di dunia adalah kelapangan dada, tenangnya jiwa, dan tentramnya hati bagi orang yang berbuat baik. Oleh karena itu, Al-Allamah Ibnul Qayyim berkata dalam rangkain kata agung seputar beberapa faktor lapangnya dada, ia berkata, “Di antaranya adalah berbuat baik kepada sesama makhluk dan memberikan manfaat kepada mereka sesuai kemampuan dalam bentuk harta dan kedudukan, dan juga dengan badan dan berbagai macam jenis perbuatan baik. Sebab, orang yang mulia dan berbuat baik adalah orang yang paling lapang dadanya, paling baik jiwanya, dan paling tentram hatinya. Sedangkan orang kikir yang tidak ada padanya pebuatan baik adalah orang yang paling sempit dadanya, paling sulit kehidupannya, dan paling sedih lagi berduka.”

Dalam kitab ash-Shahih [6] Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- telah memberikan perumpamaan bagi orang kikir dan orang yang rajin bersedekah bagaikan dua orang yang mengenakan dua baju besi. Setiap kali orang yang rajin bersedekah itu berniat untuk bersedekah, tiba-tiba bajunya menjadi lapang dan terhampar luas sehingga ia menyeret bajunya dan terlihat jejaknya. Setiap kali orang yang kikir itu hendak bersedekah, maka bajunya menjadi begitu sempit dan ia tidak merasa leluasa dengannya. Demikianlah perumpamaan lapangnya dada dan terbukanya hati seorang mukmin yang rajin bersedekah, dan perumpamaan sempitnya dada dan ciutnya hati orang yang kikir [7]

Adapun pakaian kebaikan di akhirat, maka segala hal yang disukai jiwa dan dirasa nikmat oleh mata akan didapatkan oleh orang-orang yang berbuat baik. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ

“Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Rabb mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik” (az-Zumar : 34)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah menggabungkan bagi mereka dua pahala di dunia dan di akhirat dalam firman-Nya,

فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Karena itu Allah memberikan pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Ali Imran : 148)

Semoga Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menjadikan kita termasuk golongan mereka dengan segenap karunia dan kemuliaan-Nya.

Amin

(Redaksi)

Sumber:

Fikih Asmaul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad-حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى.

 

Catatan :

[1] Dalam Al-Ausath, nomor 5735, dan Akhbar Ashbahan, juz 2, hal. 113, dari beberapa jalan dari Muhammad bin Bilal, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Umran Al-Qaththan, dari Qatadah, dari Anas bin Malik-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-. Al-Hafizh Al-Haitsami berkata dalam Majma’ Az-Zawaid : Para perawinya tsiqah. Al-Allamah Al-Albani berkata dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, juz 1, hal.761 : Isnadnya jayyid (bagus)

[2] Mushannaf Abd ar-Razzaq, juz 4, hal.492, dan dari jalannya pula diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam kitab Al-Kabir, juz 7, hal.275, dari Mu’ammar, dari Ayub, dari Abu Qilabah, dari Abul ‘Asyats Ash-Shan’ani, dari Syaddad bin Aus, ia berkata, lalu ia menyebutkan hadis tersebut. Dan para perawi sanadnya semuanya tsiqah, para perawi Muslim. Abul ‘Asyats namanya adalah Syurahbil bin Adah. Sedangkan Abu Qilabah adalah Abdullah bin Zaid Al-Jurmi. Dan diriwayatkan pula oleh Ismail Al-Qadhi dalam hadis Ayub As-Sikhtiyani, nomor 36, dari Yahya Al-Humani, ia berkata : Telah bercerita kepada kami Hammad bin Zaid, dari Ayub dengan lafazh tersebut sepertinya. Al-Humani adalah rawi yang diperselisihkan, ia tertuduh sebagai pencuri hadis. Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, nomor 1955 dari jalan Khalid Al-Hadzdza’, dari Abu Qilabah dengan sanad yang sama, dengan lafazh berikut,

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ, فَإِذَا قَتَلْتُمْ … الحديث

Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan pada segala sesuatu, maka itu apabila kalian membunuh …” (hadis)

[3] Dalam kitab Al-Kamil, juz 6, hal. 2419, dari jalan Abdullah bin Rasyid, ia berkata, Telah bercerita kepada kami, Majja’ah bin Az-Zubair Abu Ubaidah, dari Al-Hasan, dari Samurah, lalu ia menyebutkan hadis tersebut. Dan isnadnya lemah musal-sal dengan banyak ‘illah, Abdullah bin Rasyid rawi yang tidak kuat, dan padanya ada jahalah (hal yang tidak diketahui). Selain itu, Majja’ah bin az-Zubair adalah rawi yang diperselishkan dan dilemahkan oleh Ad-Daruquthni dan lainnya. Al-Hasan juga merupakan rawi yang diperselisihkan dalam riwayatnya dari Samurah. Al-Munawi berkata dalam At-Taisir, juz 1, hal. 90 bahwa isnadnya lemah. Akan tetapi, hadis ini menjadi shahih karena dua hadis sebelumnya menguatkannya.

[4] Aku telah mengumpulkan dalam sebuah risalah tersendiri seputar nama ini bagi Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, siapa saja ulama dan orang lain yang dinamakan dengan Abdul Muhsin hingga akhir abad kesembilan, dan jumlah mereka mencapai lebih dari lima puluh orang.

[5] Majmu’ Al-Fatawa, juz 1, hal. 379

[6] Shahih al-Bukhari, nomor 1443, dan Shahih Muslim, nomor 1021 dari hadis Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- .

[7] Zad al-Ma’ad, juz 2, hal. 25-26