Berkaitan dengan makan dan minum sambil berdiri, kita temukan beberapa hadits yang seolah-olah kontradiktif.

Hadits-Hadits yang Melarang Minum Sambil Berdiri

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang minum sambil berdiri. (HR. Muslim, no. 2024, Ahmad, no. 11775 dll).

Dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang minum sambil berdiri. (HR. Muslim, no. 2025, dll).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ

 “Janganlah kalian minum sambil berdiri. Barangsiapa lupa sehingga minum sambil berdiri, maka hendaklah ia berusaha untuk memuntahkannya.” (HR. Ahmad, no 8135).

 

Hadits-hadits yang Menunjukkan Bolehnya Minum Sambil Berdiri

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ

 “Aku memberikan air zam-zam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau lantas minum dalam keadaan berdiri.” (HR. Bukhari no. 1637, dan Muslim, no. 2027).

Dari An-Nazal rahimahullah, beliau menceritakan bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu mendatangi pintu ar-Raghbah lalu minum sambil berdiri. Setelah itu beliau mengatakan,

إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُ أَحَدُهُمْ أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ وَإِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَمَا رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ

Sesungguhnya banyak orang tidak suka minum sambil berdiri, padahal aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan sebagaimana yang baru saja aku lihat.” (HR. Bukhari, no. 5615).

Dalam riwayat Ahmad rahimahullah dinyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Apa yang kalian lihat jika aku minum sambil berdiri. Sungguh aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah minum sambil berdiri. Jika aku minum sambil duduk maka sungguh aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam minum sambil duduk.” (HR Ahmad, no. 797).

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, “Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kami minum sambil berdiri dan makan sambil berjalan.” (HR. Ahmad no 4587 dan Ibnu Majah no. 3301, dishahihkan oleh al-Albani).

Di samping itu Aisyah radhiyallahu ‘anha dan Said bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu juga memperbolehkan minum sambil berdiri, diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Zubaer radhiyallahu ‘anhum bahwa beliau Berdua minum sambil berdiri. (Lihat al-Muwatha, 1720 – 1722).

Mengenai hadits-hadits di atas ada ulama yang berkesimpulan bahwa minum sambil berdiri itu diperbolehkan meskipun yang lebih baik adalah minum sambil duduk.

Di antara mereka adalah Imam Nawawi rahimahullah, dalam Riyadhus Shalihin beliau mengatakan, “Bab penjelasan tentang bolehnya minum dan penjelasan tentang yang lebih sempurna dan lebih utama adalah minum sambil duduk.”

Pendapat Imam Nawawi rahimahullah ini diamini oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadhus Shalihin, beliau mengatakan, “Yang lebih utama saat makan dan minum adalah sambil duduk, karena hal ini merupakan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau tidak makan sambil berdiri demikian juga tidak minum sambil berdiri. Mengenai minum sambil berdiri terdapat hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang larangan tersebut.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya tentang bagaimana kalau makan sambil berdiri, maka beliau mengatakan, “Itu lebih jelek dan lebih kotor.” Maksudnya jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang minum sambil berdiri maka lebih-lebih lagi makan sambil berdiri.

Dalam hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan dan dishahihkan oleh Tirmidzi, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kami makan sambil berjalan dan minum sambil berdiri. Hadits ini menunjukkan bahwa larangan minum sambil berdiri itu tidaklah haram akan tetapi melakukan hal yang kurang utama. Dengan kata lain yang lebih baik dan lebih sempurna adalah makan dan minum sambil duduk. Namun boleh makan dan minum sambil berdiri. Dalil tentang bolehnya minum sambil berdiri adalah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Aku memberikan air zam-zam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau meminumnya sambil berdiri.” (Syarah Riyadhus Shalihin, Jilid VII hal 267).

Namun, komentar yang paling bagus mengenai hadits-hadits diatas yang secara sekilas nampak bertentangan adalah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Beliau mengatakan, “Cara mengompromikan hadits-hadits di atas adalah dengan memahami hadits-hadits yang membolehkan minum sambil berdiri apabila dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk minum sambil duduk. Hadits-hadits yang melarang minum sambil berdiri di antaranya adalah hadits yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang minum sambil berdiri. (HR. Muslim, no. 2024).

Juga terdapat hadits dari Qotadah rahimahullah dari Anas radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang minum sambil berdiri. Qotadah lantas bertanya kepada Anas, “Bagaimana dengan makan sambil berdiri?” “Itu lebih jelek dan lebih kotor” kata Anas. (HR. Muslim, no. 2024).

Sedangkan hadits-hadits yang membolehkan minum sambil berdiri adalah semisal hadits dari Ali radhiyallahu ‘anhu dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam minum air zam-zam sambil berdiri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat Bukhari rahimahullah dari Ali radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya beliau minum sambil berdiri di depan pintu gerbang Kuffah. Setelah itu beliau mengatakan, “Sesungguhnya banyak orang tidak suka minum sambil berdiri padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan sebagaimana yang aku lakukan.”

Hadits dari Ali ini diriwayatkan dalam atsar yang lain bahwa yang beliau minum adalah air zam-zam sebagaimana dalam hadits dari Ibnu Abbas. Jadi, Nabi minum air zam-zam sambil berdiri adalah pada saat berhaji. Pada saat itu banyak orang yang thawaf dan minum air zam-zam di samping banyak juga yang minta diambilkan air zam-zam, ditambah lagi di tempat tersebut tidak ada tempat duduk.

Jika demikian, maka kejadian ini adalah beberapa saat sebelum wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, hadits ini dan hadits semacamnya merupakan pengecualian dari larangan di atas. Hal ini adalah bagian dari penerapan kaidah syariat yang menyatakan bahwa hal yang terlarang, itu menjadi dibolehkan pada saat dibutuhkan. Bahkan ada larangan yang lebih keras daripada larangan ini namun diperbolehkan saat dibutuhkan, lebih dari itu hal-hal yang diharamkan untuk dimakan dan diminum seperti bangkai dan darah menjadi diperbolehkan dalam kondisi terpaksa.” (Majmu Fatawa (32/209- 210)). Wallahu a’lam bisshowab. (Ammar Abdullah).