Adab-adab Puasa

1. Dengan berpuasa, seorang Muslim hendaklah mencari Wajah Allah semata dalam keadaan penuh keimanan dan berharap pahala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan berharap pahala, (maka) diampuni baginya apa yang telah berlalu dari dosanya.”[1]

2. Berniat dari malam hari untuk berpuasa; berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa yang tidak berniat puasa dari malam hari, maka tidak ada puasa baginya.”[2]

3. Tidak meremehkan makan sahur. Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

اَلسَّحُوْرُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوْهُ، وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللّٰهَ  تَعَالَى وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ

“Makan sahur itu adalah suatu berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, sekalipun salah seorang dari kalian meneguk seteguk air; karena sesungguhnya Allah Ta’ala dan para malaikatNya bershalawat atas orang-orang yang makan sahur.”[3]

Di antara keutamaan makan sahur adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُوْرِ

“Perbedaan antara puasa kita dengan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah makan sahur.”[4]

Keutamaan makan sahur ditekankan pada mengakhirkan waktunya (hingga seukuran seseorang membaca lima puluh ayat al-Qur’an dengan waktu fajar[5]. Pent.).

4. Sahur dengan kurma; berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

نِعْمَ سَحُوْرُ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ

“Sebaik-baik makan sahur seorang Mukmin adalah kurma.”[6]

 

Keterangan:

[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

[2] Diriwayatkan oleh an-Nasa’i, (no. 2331, 2332, 2334. Pent.).

[3] (Diriwayatkan oleh Ahmad, no 10702, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib, no. 1070. Pent.).

[4] (Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1096: dari Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhu. Pent.).

[5] (Berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 576; dan Muslim, no. 1097. Pent.). [Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ نَبِيَّ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا، فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُوْرِهِمَا قَامَ نَبِيُّ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ فَصَلَّى، قُلْنَا لِأَنَسٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُوْرِهِمَا وَدُخُوْلِهِمَا فِي الصَّلَاةِ؟ قَالَ: قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِيْنَ آيَةً

“Bahwa Nabi Allah shallallahu’alaihi wasallam dan Zaid bin Tsabit makan sahur. Ketika telah selesai dari makan sahur keduanya, maka Nabi Allah shallallahu’alaihi wasallam beranjak menuju shalat, lalu beliau shalat. Kami bertanya kepada Anas, ‘Berapa jarak waktu antara selesainya makan sahur mereka berdua dengan masuknya mereka ke dalam shalat?’ Dia menjawab, ‘(Jaraknya) seukuran kadar seseorang membaca lima puluh ayat’.” Ed.T.].

[6] (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 2345; dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan oleh al-Albani. Pent.).

 

Referensi:

Panduan Lengkap dan Praktis Adab & Akhlak Islami Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, Majid Sa’ud al-Ausyan, Darul Haq, Cetakan  VI, Dzulhijjah 1440 H. (08. 2019 M.)