Imam al-Bukhari di dalam kitabnya ash-Shahih meriwayatkan dari Abu Umamah Sahl bin Hunaif al-Anshari-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ia berkata, “Aku pernah mendengar Mu’awiyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – saat ia tengah duduk di atas mimbar, ketika itu Muadzin mengumandangkan adzan, «اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ» (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar), Muawiyah pun berujar, «اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ». Lalu Muadzin mengucapkan, «أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ» (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah), Lalu, Muawiyah pun berujar, «وَأَنَا» (dan aku) (juga bersaksi demikian). Lalu, sang Muadzin mengucapkan, «أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ » (aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Muawiyah pun berujar, «وَأَنَا» (dan aku) (juga bersaksi demikian). Setelah sang Muadzin selesai mengumandangkan adzan, Muawiyah berujar,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذَا الْمَجْلِسِ حِينَ أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ يَقُولُ مَا سَمِعْتُمْ مِنِّي مِنْ مَقَالَتِي

“Wahai sekalian manusia, sesunggguhnya aku pernah mendengar Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- di atas majlis ini ketika sang Muadzin mengumandangkan adzan, beliau mengatakan apa yang telah kalian dengar dariku dari ucapanku.”

Yakni, beliau- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh Muadzin.

Hadis yang agung ini memberikan faedah akan pentingnya memberikan wasiat kepada manusia dan memotivasi mereka melalui mimbar Jum’at agar memperhatikan adzan dengan mendengarkannya dan diam seraya memperhatikannya serta mengucapkan seperti yang diucapkan oleh sang Muadzin. Juga perhatian terhadap sunnah-sunnah nan agung terkait dengan adzan. Karena, hal tersebut akan mendatangkan keberkahan, kebaikan dan faedah yang besar.

Adzan merupakan syiar Islam, pertanda keimanan, menolak setan, mendatangkan ketenangan dan ketentraman jiwa. Adapun terkait dengan mempraktekkan sunnah-sunnahnya, niscaya seseorang bakal mendapatkan pahala yang besar, dan ganjaran yang banyak ; di dalamnya ada pengampunan dosa, masuk Surga, dan mendapatkan syafa’at Nabi- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-yang mulia (pada hari Kiamat).

Imam Abdurrazzaq di dalam Mushannafnya meriwayatkan dari al-Imam al-Hafizh Abdul Malik bin Abdil Aziz bin Juraij-رَحِمَهُ اللهُ -, ia berkata,

حُدِّثْتُ أَنَّ نَاسًا كَانُوْا فِيْمَا مَضَى كَانُوْا يُنْصِتُوْنَ لِلتَّأْذِيْنِ كَإِنْصَاتِهِمْ لِلْقُرْآنِ فَلَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ شَيْئًا اِلَّا قَالُوْا مِثْلَهُ

“Diceritakan kepadaku bahwa manusia di masa dahulu mereka diam dan mendengarkan adzan secara seksama, seperti sikap diam dan memperhatikannya mereka terhadap (bacaan) al-Qur’an. Maka, tidaklah sang muadzin mengucapkan sesuatu melainkan mereka mengucapkan sepertinya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-رَحِمَهُ اللهُ-mengatakan,

لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَدَعَ إِجَابَةَ النِّدَاءِ

“Tidak selayaknya seseorang meninggalkan menjawab panggilan (adzan).”

Ini merupakan sunnah nan agung yang banyak orang meremehkannya. Tindakan meremehkan terhadap hal ini mengakibatkan kelemahan dalam perhatian mereka terhadap perkara shalat, mulai dari perkara bergegas untuk mengerjakan shalat (di masjid-masjid), kekhusyuan dan ketumakninahan saat mengerjakan shalat. Berbeda dengan orang yang diberi taufiq untuk perhatian terhadap syariat ini, mendengarkan adzan dan mengucapkan apa yang diucapkan oleh sang Muadzin, melakukan perkara-perkara sunnah yang mengikuti hal tersebut, sungguh di belakang hal tersebut akan diperoleh kebaikan yang agung dan ganjaran yang banyak.

Lima Perkara Sunnah yang Mengikuti Adzan
Perkara-perkara sunnah yang agung yang mengikuti adzan tersebut ada lima, hendaknya seorang hamba memiliki perhatian yang besar terhadap kelima perkara sunnah tersebut.

Pertama :
Hendaknya Anda-semoga Allah memberikan taufik kepada Anda- mengucapkan seperti yang diucapkan oleh sang Muadzin.

Imam Muslim di dalam Shahihnya meriwayatkan dari Umar bin Khaththab-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – bersabda, “Apabila sang Muadzin mengucapkan, «اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ» lalu salah seorang di antara kalian mengucapkan, «اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ». Kemudian ketika sang Muadzin mengucapkan, «أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ» , (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah), ia pun mengucapkan, «أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ» . Kemudian ketika sang Muadzin mengucapkan, «أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ» , (Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah), ia pun mengucapkan, « أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ» . Kemudian, ketika sang Muadzin mengucapkan, «حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ» (Mari melaksanakan shalat!), ia pun mengucapkan, «لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ» (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah). Kemudian, ketika sang Muadzin mengucapkan, «حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ» (Mari menuju kepada kebahagiaan!), ia pun (kembali) mengucapkan, «لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ». Kemudian, ketika sang Muadzin mengucapkan, «اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ» , ia pun mengucapkan, «اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ» . Kemudian, ketika sang Muadzin mengucapkan, «لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ» ia pun mengucapkan, «لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ», dari lubuk hatinya, niscaya ia akan masuk Surga.”

Kedua :
Setelah Anda mendengarkan sang Muadzin mengucapkan syahadatain (dua persaksian); yaitu (pertama) persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan (kedua) persaksian bahwa Muhammad itu adalah hamba dan rasul-Nya, hendaknya Anda mengucapkan, “Dan aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –adalah hamba dan utusan-Nya, aku rela Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –sebagai rasul.”

Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam shahihnya dari Sa’d bin Abi Waqash-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ –bersabda,

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ وَأَنَا أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا؛ غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ

“Barang siapa mengucapkan –ketika ia mendengar sang Muadzin (mengumandangkan adzan)-‘Dan aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku rela Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai rasul, dan Islam sebagai agama’, niscaya dosanya diampuni.”

Ketiga :
Hendaknya Anda bershalawat kepada Nabi yang mulia- صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- seusai adzan dikumandangkan dan setelah ucapanmu seperti yang diucapkan oleh muadzin.

Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Shahihnya, dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا –, ia berkata, Rasulullah- صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ، ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ ؛ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ ، فَمَنْ سَأَلَ لِيَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

“Apabila kalian mendengar muadzin (mengumandangkan adzan) maka ucapkanlah oleh kalian seperti yang diucapkannya, kemudian bershalawatlah kalian kepadaku. Sesungguhnya barang siapa bershalawat kepadaku sekali niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian, mintalah kalian al-wasilah kepada Allah untukku, sesungguhnya itu merupakan kedudukan di Surga, tidak layak (ditempati) kecuali oleh seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap bahwa akulah si hamba itu. Maka, barang siapa meminta al-wasilah untukku, niscaya ia berhak mendapatkan syafa’at.”

Keempat :
Meminta kepada Allah al-Wasilah, yaitu kedudukan yang tinggi di Surga, untuk Nabi kita yang mulia-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dengan menggunakan ungkapan yang ditunjukkan oleh beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.

Di dalam Shahih al-Bukhari dari Jabir-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ : اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ ؛ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa mengucapkan ketika mendengar panggilan (adzan), ‘Ya Allah Rabb seruan yang sempurna ini dan shalat yang ditegakkan, berikanlah al-washilah dan keutamaan kepada Muhammad, bangkitkanlah ia (pada hari Kiamat dan tempatkanlah ia) pada maqam yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya’, niscaya ia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari Kiamat.

Kelima :
Setelah itu Anda berdoa dengan apa yang Anda inginkan berupa kebaikan dunia dan akhirat.

Abu Dawud meriwayatkan di dalam Sunannya dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا- bahwa seorang lelaki mengatakan (kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-), ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya para tukang adzan telah mengungguli kami.’ Maka, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

قُلْ كَمَا يَقُولُونَ فَإِذَا انْتَهَيْتَ فَسَلْ تُعْطَهْ

“Ucapkanlah seperti yang mereka ucapkan. Lalu, bila engkau telah selesai, maka mintalah niscaya kami diberi.”

Abu Dawud juga meriwayatkan di dalam Sunannya dari Anas bin Malik-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ –bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

الدَّعْوَةُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ لاَ تُرَدُّ ؛ فَادْعُوا

“Doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah tidak ditolak, maka berdoalah kalian.”

Saudaraku…
Karena itu, hendaklah kita mengagungkan adzan, dan hendaknya pula adzan itu memiliki kedudukan yang agung di dalam hati kita. Maka, bilamana kita tengah berada dalam proses menuntut ilmu, atau kita tengah membaca al-Qur’an, atau kita tengah mempelajari sebuah hadis, atau kita tengah melakukan dzikrullah-apatah lagi kita tengah sibuk dengan pembicaraan mengenai urusan dunia, dan lain sebagainya- maka hendaklah kita segera menghentikan hal itu semuanya untuk mendengarkan adzan kata demi kata, lafazh demi lafazhnya, dan untuk mengucapkan apa yang diucapkan oleh sang Muadzin serta melakukan sunnah-sunah nan agung yang terkait dengan adzan. Sungguh, hal tersebut akan membuahkan keberkahan yang agung dan keutamaan yang menyeluruh serta pahala yang banyak.

Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menolong kita semuanya untuk senantiasa mentaati-Nya, mengingat-Nya, mensyukuri-Nya dan memperbaiki ibadah kita kepada-Nya. Amin.

Adzan di dalam al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an, adzan disebutkan di dua tempat.

Tempat pertama, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ [المائدة : 58]

“Apabila kamu menyeru untuk (melaksanakan) salat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka orang-orang yang tidak mengerti.” (al-Maidah: 58).

Tempat kedua , Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ [الجمعة : 9]

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan salat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah.” (al-Jum’ah: 9).

Pada tempat pertama merupakan penjelasan tentang keadaan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik bersama adzan, bahwasanya mereka menjadikan syiar ini sebagai bahan ejekan, ejekan terhadap adzan ini, dan ejekan terhadap shalat yang diserukan untuk dikerjakan dengan adzan ini, serta ejekan terhadap agama seluruhnya, karena mereka tidak tahu nilai agama Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang mana Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ciptakan makhluk-Nya untuk hal tersebut dan Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- adakan mereka untuk merealisasikannya.

Sementara pada tempat yang kedua, merupakan penjelasan tentang keadaan orang-orang yang beriman bersama adzan, bahwa mereka bila sang Muadzin mengumandangkan adzan, mereka pun mendengarkannya dengan seksama, kemudian tindakan mereka tersebut-yakni, mendengarkan adzan dengan seksama- menggerakkan hati mereka untuk segera mengarahkan dirinya menuju (tempat) shalat, mereka segera bersiap diri untuk menghadapkan dirinya kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, dan mereka pun sangat perhatian terhadap urusan mengerjakan shalat.

Oleh karena itu, wahai saudaraku, aku katakan (kepadamu) sebagai bentuk nasehat dan mengingatkan, bahwa Muadzin mengumandangkan adzan dengan suara yang lantang merupakan pemberitahuan bahwa proyek shalat yang sedemikian agung itu benar-benar telah tiba saatnya dimulai. Karena itu, segala hal hendaknya dihentikan. Hendaknya segala aktivitas dihentikan. Segala kemaslahatan hendaknya dihentikan. Hendaknya seseorang mulai mempersiapkan diri menuju shalat dengan bersuci, mempersiapkan segala hal terkait dengan urusan shalat untuk mengagungkan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Kalimat-kalimat dalam adzan yang dikumandangkan itu-yang berisikan pengagungan terhadap Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Rabb bumi dan langit, dan berisikan pula pemberitahuan tentang keesaan-Nya, pengakuan akan kerasulan Nabi yang diutusNya dan seruan untuk meraih kebahagiaan dengan melaksanan shalat-hendaknya memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap hatinya. Hal ini karena di dalamnya terkandung keimanan terhadap hari Akhir dan apa yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- janjikan di dalamnya bagi orang-orang yang melakukannya berupa balasan yang baik dan tempat kembali yang agung.

Maka, alangkah agungnya kalimat-kalimat itu dan alangkah mulianya seruan-seruan nan sempurna lagi mulia itu.

Kita memohon kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semoga mengisi hati kita semuanya dengan kecintaan terhadap kalimat-kalimat nan agung tersebut, mengisi hati kita dengan pengagungan terhadap adzan dan kalimat-kalimatnya, dan mengisinya pula dengan perwujudan dari apa yang ditunjukkan oleh kalimat-kalimat tersebut berupa pengagungan terhadap Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan mentauhidkan (mengesakan)-Nya, pengakuan, keimanan, pembenaran dan ketaatan serta ketundukan kepada-Nya. Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-membantu dan menolong kita semuanya untuk itu dan untuk melakukan segala bentuk kebaikan. Amin.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta segenap keluarga dan para sahabatnya.
Dan doa penutup kami adalah الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam). (Redaksi)

Sumber:
Ta’zhimu al-Adzan, Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr-حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى-. Dengan ringkasan.