اَلْقَرِيْبُ – اَلْمُجِيْبُ (Mahadekat, Maha Mengabulkan)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah menggabungkan dua nama tersebut dalam firman-Nya,

وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

Kepada (kaum) Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, Wahai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. Oleh karena itu, mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat lagi Maha Memperkenankan (doa hamba-Nya)’.” (Hud: 61).

Dan nama Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- al-Mujib (Maha Mengabulkan) tidak disebutkan, kecuali hanya pada tempat ini saja. Sedangkan al-Qarib (Mahadekat) disebutkan pula pada dua tempat lainnya. Keduanya ada dalam firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”  (al-Baqarah: 186).

Firman-Nya-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

قُلْ إِنْ ضَلَلْتُ فَإِنَّمَا أَضِلُّ عَلَى نَفْسِي وَإِنِ اهْتَدَيْتُ فَبِمَا يُوحِي إِلَيَّ رَبِّي إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ

“Katakanlah, ‘Jika aku sesat, sesungguhnya aku sesat untuk diriku sendiri dan jika aku mendapat petunjuk, hal itu disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mahadekat’.” (Saba’: 50).

Kedekatan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang disebutkan dalam beberapa ayat di atas adalah kedekatan yang bersifat khusus dari para hamba-Nya yang rajin beribadah, yang cinta kepada-Nya, yang terus berdoa dan rajin beribadah, yang cinta kepada-Nya, yang terus berdoa dan memenuhi segala perintah-Nya, yaitu kedekatan yang tidak dapat dijangkau hakikatnya, hanya saja dapat diketahui pengaruhnya yang berupa kelembutan-Nya kepada mereka, taufik-Nya untuk mereka dan perhatian-Nya terhadap mereka. Di antara pengaruhnya juga adalah dikabulkannya doa orang-orang yang memohon dan diberikannya pahala kepada mereka yang rajin beribadah. Sebagaimana firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Tuhanmu berfirman, Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina’.” (Ghafir: 60).

Dan telah valid dalam As-Sunnah beberapa hadis yang menunjukkan kedekatan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kepada para hamba-Nya yang beriman dan para wali-Nya yang bertakwa. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mendengar doa mereka, mengabulkan seruan mereka, dan memberikan permohonan mereka. Disebutkan dalam Ash-Shahihain dari Abu Musa Al-Asy’ari -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, ia berkata,

كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِى سَفَرٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَجْهَرُونَ بِالتَّكْبِيرِ ، فَقَالَ النَّبِىُّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- : أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ

“Kami dahulu pernah bersama Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam suatu perjalanan, tiba-tiba para shahabat bertakbir dengan suara keras, lalu Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Kasihanilah diri-diri kalian, sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat yang tuli dan ghaib, sesungguhnya kalian menyeru Dzat Yang Maha mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama kalian’.” (HR. al-Bukhari, no. 7386 dan Muslim, no. 2704, dan ini adalah lafazh Muslim).

Disebutkan pula dalam Ash-Shahihain dari Abu Hurirah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, dari Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda, ‘Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

مَنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِذَا أَقْبَلَ إِلَىَّ يَمْشِى أَقْبَلْتُ إِلَيْهِ أُهَرْوِلُ

“Barang siapa yang mendekat kepada-Ku sejengkal, niscaya Aku mendekat kepadanya sehasta dan barang siapa yang mendekat kepada-Ku sehasta, maka aku mendekat kepadanya sedepa, apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari-lari kecil.” (HR. al-Bukhari, no. 7537 dan Muslim, no. 2675, dan ini adalah lafazh Muslim).

Nama al-Mujib (Maha Mengabulkan) menunjukkan bahwasanya Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Maha Mendengar seruan orang-orang yang berdoa dan mengabulkan permohonan orang-orang yang meminta, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak membuat putus asa seorang mukmin yang berdoa kepada-Nya dan tidak menolak seorang Muslim yang bermunajat kepada-Nya. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-  menyukai apabila para hamba-Nya memohon kepada-Nya semua kebaikan dalam hal agama dan dunia yang berupa makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal, sebagaimana mereka juga memohon kepada-Nya hidayah, ampunan, taufik, kebaikan, dan pertolongan untuk mengerjakan ketaatan dan lain-lain. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- pun berjanji kepada mereka untuk mengabulkan semua permohonan itu meskipun besarnya permohonan, banyaknya permintaan, dan beraneka ragamnya harapan-harapan. Hal tersebut sebagai bukti akan sempurnanya kekuasaan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan sempurnanya kerajaan-Nya, dan bahwasanya perbendaharaan-Nya tidak akan habis dan berkurang dengan memberi, meskipun Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberi kepada generasi awal hingga terakhir dari golongan jin dan manusia dan Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengabulkan seluruh permintaan mereka. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis qudsi,

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ

“Wahai hamba-hamba-Ku seandainya saja generasi pertama dan terakhir dari kalian, dari golongan jin dan manusia, mereka semua berada di sebuah bukit lalu mereka memohon kepada-Ku, kemudian Aku berikan kepada setiap manusia permohonannya, tidaklah hal tersebut akan mengurangi apa yang ada pada-Ku, melainkan sebagaimana jarum yang dicelupkan ke dalam laut.” (HR. Muslim, no.  2577) ini adalah cuplikan hadits Abu Dzar-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-.

Dalam ash-Shahihain disebutkan, dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, dari Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda,

إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلاَ يَقُلِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى إِنْ شِئْتَ وَلَكِنْ لِيَعْزِمِ الْمَسْأَلَةَ وَلْيُعَظِّمِ الرَّغْبَةَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَتَعَاظَمُهُ شَىْءٌ أَعْطَاهُ

Apabila seorang dari kalian berdoa, maka janganlah ia berkata, Ya Allah, ampunilah aku apabila Engkau berkehendak. Akan tetapi, hendaklah ia serius dalam meminta dan mengagungkan harapan. Karena sesungguhnya Allah tidak akan merasa terkecilkan lantaran sesuatu yang Dia berikan kepadanya.” (HR. al-Bukhari, no. 1145, dan Muslim, no. 758, dari hadis Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-).

Banyak sekali hadis dalam As-Sunnah An-Nabawiyah yang menganjurkan untuk berdoa, dan menjelaskan bahwasanya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepadanya dan memberikan permintaan kepada orang-orang yang meminta, dan bahwasanya Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Mahamalu lagi Mahamulia, Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- lebih mulia daripada menolak orang yang menyeru kepada-Nya atau membuat putus asa orang yang bermunajat kepada-Nya atau tidak memberi orang yang meminta dari-Nya.

Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan lain-lain meriwayatkan dari Salman al-Farisi -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, dari Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda,

إِنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

“Sesungguhnya Allah Mahamalu lagi Mahamulia, Dia malu dari hamba-Nya apabila ia mengangkat kedua tangannya (ketika berdoa) kepada-Nya lalu Dia membalasnya dalam keadaan kosong.”

Dalam hadis tentang turunnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ.

“Rabb kita تَبَارَكَ وَتَعَالَى  turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir lalu berkata, ‘Barang siapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan dan barang siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku beri dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku, pasti Aku mengampuninya.” [4] 

Ini adalah hadis mutawatir yang diriwayatkan dari Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  oleh sejumlah Shahabat dan jumlah mereka mencapai hingga dua puluh delapan orang.

Diterangkan pula dalam sebuah hadis qudsi tentang kedudukan para wali Allah       -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang bertakwa bahwasanya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan (izinkan) ia untuk diperangi. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu amalan yang lebih Aku sukai daripada amalan yang Aku wajibkan atasnya. Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, menjadi tangan yang ia memegang dengannya, sebagai kaki yang ia  berjalan dengannya. Apabila ia memohon kepada-Ku pasti akan Ku-beri, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku pasti Ku-lindungi.” (HR. al-Bukhari dalam kitab Shahihnya).

Semua nash dalil tersebut atau yang semakna dengannya menunjukkan dengan jelas bahwa Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak menolak orang yang memohon kepada-Nya dari hamba-hamba-Nya yang beriman, dan tidak pula membuat putus asa orang yang berharap kepada-Nya. Hanya saja terkadang muncul permasalahan bahwa sekelompok orang yang rajin beribadah dan orang-orang shaleh telah berdoa dengan begitu seriusnya, tetapi belum juga dikabulkan, maka jawabannya yaitu bahwasanya dikabulkannya doa bermacam-macam bentuknya, terkadang permintaan tersebut langsung dikabulkan, terkadang dikabulkan, tetapi agak lambat lantaran hikmah tertentu, dan terkadang pula dikabulkan, tetapi tidak sesuai dengan yang diminta, yang terkadang yang diharapkan adalah kebaikan, tetapi kenyataan yang ada adalah kebaikan tersebut atau bahkan lebih baik lagi dari itu, dan terkadang pula disimpan sebagai pahala dan balasan baginya kelak di hari Kiamat.

Imam Ahmad, al-Bukhari dalam Al-Adab al-Mufrad, al-Hakim, dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, bahwasanya Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ

Tidaklah seorang muslim berdoa dengan sebuah permohonan yang tidak mengandung dosa dan tidak memutus tali persaudaraan, melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal berikut: mungkin segera dikabulkan permohonannya, atau mungkin akan disimpan untuknya kelak di akhirat, atau mungkin Allah akan menjauhkan darinya keburukan yang sepadan dengan permohonannya itu. Para shahabat berkata, ‘Kalau begitu, maka kita akan memperbanyak (doa lagi).’ Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, (Apa yang ada di sisi) Allah jauh lebih banyak lagi.

Dengan demikian jelaslah bahwa dikabulkannya doa orang yang memohon bersifat lebih umum dari sekedar mengabulkan permintaannya.

Di antara buah keimanan dengan nama Allah Al-Mujib adalah keyakinan hamba terhadap Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semakin kuat, harapannya semakin besar, dan sambutannya kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan harapannya akan apa yang ada di sisi-Nya akan semakin bertambah, dan akan lenyap darinya racun putus asa dari rahmat-Nya.

Bagaimana seorang muslim tidak percaya dengan Rabbnya Yang Maha Dermawan, Mahamulia lagi Maha Berbuat Baik, sementara Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- di tangan-Nya semata, kekuasaan atas segala sesuatu. Apa yang Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kehendaki, maka akan terjadi sesuai waktu yang Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kehendaki dan cara yang Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ingini, tanpa ada tambahan dan pengurangan, tidak terlalu cepat dan tidak pula terlambat. Selain itu, keputusan-Nya terlaksana di langit dan seluruh penjurunya, dan di bumi serta apa yang ada di atas dan di bawahnya, di laut dan di darat, dan di setiap bagian dunia dan atomnya, Dia                       -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- membolak-balik dan mengaturnya serta Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menciptakan padanya apa yang Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kehendaki. Bagi-Nya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semata, hak penciptaan dan hak memerintah. Milik-Nya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semata, kerajaan dan pujian. Milik-Nya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semata, dunia dan akhirat. Bagi-Nya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semata, kenikmatan dan karunia dan bagi-Nya -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semata, sanjungan yang bagus. Firman-Nya-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ

Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (ar-Rahman: 29).

Mahasuci Allah Rabb semesta alam. Wallahu A’lam. (Redaksi)

 

Sumber:

Fikih Asmaul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad -حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى.