“Keesokan harinya, kaum Muslimin kehabisan perbekalan air. Mereka mengeluhkan hal tersebut kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- yang kemudian berdoa. Tidak lama setelah itu, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengirim awan kemudian menurunkan air hujan hingga kaum muslimin tidak kehausan lagi dan bisa membawa perbekalan air.”

“Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- melanjutkan perjalanan. Ketika beliau tiba di salah satu jalan, tiba-tiba unta beliau hilang. Oleh karena itu, orang-orang pun mencarinya. Ketika itu, di samping Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  terdapat salah seorang dari sahabatnya bernama Umarah  bin Hazm. Ia adalah sahabat yang ikut serta dalam Bai’atul Aqabah dan turut serta dalam peperangan Badar serta paman Bani Amr bin Hazm. Di rombongan Umarah bin Hazm terdapat orang munafik bernama Zaid bin Al-Lushait Al-Qainuqai.”

“Zaid bin Al-Lushait Al-Qaunuqai berkata di rombongan Umarah bin Hazm, sedang Umarah bin Hazm berada di samping Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, ‘Bukankah Muhammad mengaku sebagai nabi dan bisa menjelaskan perihal langit kepada kalian, kenapa ia tidak tahu di mana untanya berada?’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda dan ketika itu Umarah bin Hazm ada di samping beliau, ‘Sesungguhnya seseorang berkata, ‘Muhammad telah mengabarkan kepada kalian bahwa ia seorang nabi dan mengaku bahwa ia bisa menjelaskan perkara langit kepada kalian, kenapa ia tidak tahu di mana untanya berada.’ Demi Allah, aku tidak tahu apa-apa kecuali yang diajarkan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kepadaku. Untaku tersebut sekarang berada di lembah ini di jalan ini dan itu. Tali kekang unta tersebut tertahan oleh salah satu pohon, oleh karena itu, pergilah kalian, hingga kalian bisa membawa unta tersebut kepadaku.’ Orang-orang pun pergi ke tempat yang dimaksud Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, kemudian datang lagi dengan membawa unta tersebut. Umarah bin Hazm kembali ke rombongannya sambil berkata, ‘Demi Allah, sungguh hebat apa yang disabdakan Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepada kami tadi, yaitu ucapan seseorang ini dan itu yang dijelaskan kepada beliau –maksudnya ucapan Zaid bin Al-Lushait Al-Qainuqai-. Salah seorang yang berada di rombongan Umarah bin Hazm yang tidak berada di samping Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata, ‘Demi Allah, Zaid bin Al-Lushait Al-Qainuqi berkata seperti itu tadi sebelum engkau datang ke mari.’ Umarah bin Hazm mendekati Zaid bin Al-Lushait Al-Qainuqi kemudian menusuk lehernya sambil berkata, ‘Wahai hamba Allah, kemarilah. Tanpa aku sadari dalam rombonganku terdapat petaka! Hai musuh Allah, keluarlah engkau dari rombonganku dan jangan lagi engkau menyertaiku.”

“Orang-orang berkata bahwa setelah itu Zaid bin Al-Lushait Al-Qainuqai bertaubat. Sebagian lagi berkata bahwa Zaid bin Al-Lushait Al-Qainuqai tetap tertuduh sebagai orang buruk hingga akhir hayatnya.”

“Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- melanjutkan perjalanan, kemudian salah seorang dari sahabatnya tertinggal. Orang-orang berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada seseorang yang tertinggal.’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda, ’Biarkan dia. Jika pada dirinya terdapat kebaikan, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan menyusulkannya kepada kalian. Jika tidak, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah menyelamatkan kalian dari keburukannya.’ Dikatakan kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, ‘Wahai Rasulullah, yang tertinggal adalah Abu Dzar, karena untanya berjalan lamban?’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda, ‘Biarkan dia. Jika pada dirinya terdapat kebaikan, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan menyusulkannya kepada kalian. Jika tidak, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menyelamatkan kalian dari keburukannya.”

Abu Dzar mencela untanya karena berjalan lamban. Karena untanya tetap berjalan lamban, Abu Dzar mengambil perbekalannya, memikulnya, kemudian berjalan kaki menelusuri jejak-jejak Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Di sisi lain, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berhenti di salah satu jalan, tiba-tiba salah seorang dari kaum Muslimin melihat bayangan hitam kemudian ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada orang berjalan kaki sendirian.’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata, ‘Dialah Abu Dzar.’ Ketika orang-orang melihatnya, mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, demi Allah, betul ia Abu Dzar.’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- merahmati Abu Dzar, ia berjalan sendirian, mati sendirian dan dibangkitkan sendirian’.”

Abdullah bin Mas’ud -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- berkata, “Ketika Utsman bin Affan mengasingkan Abu Dzar ke Ar-Rabadzah dan ia menemui takdirnya, ia hanya bersama dengan istri dan budaknya. Sebelum meninggal dunia, Abu Dzar berwasiat kepada keduanya, ’Mandikan dan  kafanilah aku, kemudian letakkan jenazahku di tengah jalan. Jika ada rombongan yang pertama kali melewati kalian, katakan, ‘Ini Abu Dzar, sahabat Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, oleh karena itu, bantulah kami untuk menguburnya.’ Ketika Abu Dzar meninggal dunia, kedua orang tersebut melaksanakan wasiatnya. Keduanya meletakkan jenazah Abu Dzar di tengah jalan. Tidak lama setelah itu, Abdullah bin Mas’ud melewati jalan tersebut bersama beberapa orang dari Irak hendak berumrah. Mereka kaget melihat jenazah di tengah jalan dan jenazah itu nyaris diinjak unta, tiba-tiba seorang budak mendekat kepada mereka dan berkata, ‘Ini Abu Dzar, sahabat Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, oleh karena itu, bantulah kami untuk menguburnya. Abdullah bin Mas’ud menangis sambil berkata, ‘Benarlah kata Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bahwa engkau (Abu Dzar) berjalan sendirian, mati sendirian dan dibangkitkan sendirian.’ Usai berkata seperti itu, Abdullah bin Mas’ud dan teman-temannya turun dari hewan kendaraannya masing-masing dan mengubur jenazah Abu Dzar. Lalu Abdullah bin Mas’ud bercerita kepada teman-temannya tentang Abu Dzar dan apa yang disabdakan Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepadanya dalam perjalanan beliau ke Tabuk.”

“Ketika Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tiba di Tabuk, beliau didatangi Yuhannah bin Ru’bah, penguasa Ailah, yang kemudian berdamai dengan beliau dan membayar jizyah kepada beliau. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- juga didatangi penduduk Jarba’ dan Adzruh yang kemudian membayar jizyah kepada beliau. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menulis surat perjanjian untuk mereka dan sampai sekarang surat perjanjian tersebut masih berada di tangan mereka. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menulis surat perjanjian untuk Yuhannah bin Ru’bah seperti berikut,

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ini jaminan keamanan dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan Muhammad, Nabi dan Rasulullah, untuk Yuhannah bin Ru’bah dan penduduk Ailah yang mencakup kapal-kapal dan kafilah-kafilah dagang mereka di darat dan laut. Mereka berhak atas perjanjian Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan jaminan Nabi Muhammad, termasuk penduduk Syam, Yaman, dan Al-Bahr. Barangsiapa di antara mereka melanggar janji maka hartanya tidak terlindungi. Oleh karena itu, hartanya menjadi halal bagi siapa saja di antara manusia yang menemukannya. Manusia tidak boleh dilarang mendatangi mata air dan mereka tidak boleh dilarang berjalan di salah satu jalan yang mereka inginkan; jalan di daratan atau di laut’.”

 

Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Mengutus Khalid bin Walid Menemui Ukaidir Dumah

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- memanggil Khalid bin Walid dan mengirimnya kepada Ukaidir Dumah yang tidak lain Ukaidir bin Abdul Malaik. Ukaidir Dumah berasal dari Kindah, ia adalah rajanya dan menganut agama Kristen. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda kepada Khalid bin Walid, ‘Engkau akan mendapatinya berburu sapi.’

Khalid bin Walid segera berangkat. Ketika Khalid bin Walid tiba di benteng Ukaidar Dumah di Mandzarul Ain pada saat malam terang bulan. Ketika itu Ukaidar Dumah berada di atas lotengnya bersama istrinya, tiba-tiba sapi liar menggaruk-garuk pintu istana dengan tanduknya. Istri Ukaidar Dumah berkata kepada Ukaidar Dumah, ‘Apakah engkau pernah melihat sapi seperti itu sebelum ini?’. Ukaidir Dumah berkata, ‘Tidak, demi Allah.’ Istri Ukaidir Dumah berkata, ‘Kalau begitu siapa yang membiarkan sapi ini?’ Ukaidir Dumah berkata, ’Tidak ada.’ Ukaidir Dumah turun dari lotengnya, memerintahkan penyiapan kudanya, lalu kudanya diberi pelana. Setelah itu, Ukaidir Dumah menaiki kuda tersebut diikuti beberapa orang dari keluarganya, termasuk saudaranya bernama Hasan. Ukaidir menaiki kudanya dan beberapa orang dari keluarganya ikut keluar bersamanya dengan membawa tombak kecil. Ketika mereka telah keluar, mereka disongsong pasukan berkuda Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- yang kemudian berhasil menangkap Ukaidir Dumah dan membunuh saudaranya. Ketika itu, Ukaidir Dumah mengenakan quba’ (pakaian luar) dari sutra yang ditenun dengan emas, kemudian Khalid bin Walid mengambil quba’ tersebut dari Ukaidir Dumah dan mengirimkannya kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sebelum kedatangannya kepada beliau.”

Anas bin Malik -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- yang berkata, “Aku melihat quba’ Ukaidir Dumah ketika didatangkan kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Kaum Muslimin memegang quba’ tersebut dan terkagum-kagum kepadanya. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Apakah kalian terkagum-kagum kepada quba’ ini?’ Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh sapu tangan Sa’ad bin Muadz di Surga itu lebih baik daripada quba’ ini.”

“Kemudian Khalid bin Walid datang membawa Ukaidir Dumah kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tidak membunuhnya melainkan mengajak berdamai dengan syarat ia membayar jizyah, kemudian membebaskannya. Setelah itu, Ukaidir Dumah pulang kepada kerabatnya.

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berada di Tabuk selama belasan malam dan tidak lebih dari itu, kemudian pulang ke Madinah. Di salah satu jalan yang beliau lalui terdapat air yang keluar dari sela-sela batu di Lembah Al-Musyaqqaq di mana air itu hanya cukup untuk satu, atau dua, atau tiga orang saja. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Barang siapa lebih dahulu tiba di lembah tersebut daripada kami, ia jangan mengambil sedikit pun airnya hingga kita tiba di sana.’ Ternyata yang lebih dahulu tiba di lembah tersebut adalah beberapa orang munafik kemudian mereka mengambil seluruh air yang ada di tempat tersebut. Ketika Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tiba di tempat tersebut, beliau berdiri di atasnya tanpa melihat sesuatu apapun di dalamnya. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Siapa yang lebih dahulu tiba di mata air ini daripada kami?’ Dikatakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, yang pertama kali tiba di mata air tersebut adalah si Fulan dan si Fulan.’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Bukankah aku telah melarang mereka mengambil airnya hingga aku datang padanya?’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- mengutuk mereka dan mendoakan keburukan untuk mereka. Setelah itu, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- turun, meletakkan tangan di bawah batu tempat air tersebut keluar, menuangkan air ke tangannya, memercikan air tersebut dengan tangannya, dan berdoa dengan doa tertentu, tiba-tiba bertiuplah dengan keras suara seperti angin badai dari mata air tersebut dan suara tersebut didengar semua orang yang mendengarnya, kemudian mereka meminum air tersebut. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  bersabda, ‘Jika kalian tetap berada di tempat ini, pasti kalian akan mendengar di lembah ini bahwa tanah di depan dan di belakang lembah ini paling subur’.”

Ibnu Ishaq berkata, Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata dari Ibnu Ukaimah Al-Laitsi dari anak saudara Abu Ruhm Al-Ghifari bahwa ia mendengar Abu Ruhm Kultsum bin al-Hushain-termasuk sahabat yang membaiat Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- di bawah pohon-berkata, “Aku ikut perang bersama Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- di Perang Tabuk. Pada suatu malam, aku berjalan bersama beliau dan ketika kami berada di Al-Akhdhr [1] aku berdekatan dengan beliau, tiba-tiba Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- membuat kami mengantuk. Tatkala aku bangun ternyata untaku berada dekat dengan unta Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Kedekatan untaku dengan beliau membuatku takut, karena aku khawatir kaki beliau terkena gharz (sanggurdi dari kulit), oleh karena itu, aku menjauhkan untaku dari beliau. Setelah itu, aku tertidur di salah satu jalan ketika kami berada di suatu malam dan untaku mendekati unta beliau hingga kaki beliau masuk ke gharz tersebut. Aku baru bangun ketika beliau berkata, ‘Aduh.’ Aku berkata, ’Wahai Rasulullah, mintakan ampunan untukku.’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Rahasiakan ini.’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  bertanya kepadaku tentang orang-orang dari Bani Ghifar yang tidak ikut perang bersama beliau, kemudian aku menjelaskannya kepada beliau. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Apa yang diperbuat orang-orang yang berwarna kulit merah, tinggi, dan sedikit rambut jenggotnya?’ Aku menjelaskan kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tentang ketidakberangkatan mereka. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Apa yang diperbuat orang-orang berkulit hitam, dan berperawakan pendek?’ Aku berkata, ‘Demi Allah, aku tidak mengetahui mereka itu berasal dari kami.’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Mereka adalah orang-orang yang mempunyai unta di Syabakah Syadkh [2] Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, mereka adalah orang-orang dari Aslam dan mereka dulu adalah sekutu-sekutu di tempat kami.’ Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Tidak ada yang menghalangi salah seorang dari mereka ketika ia tidak berangkat, melainkan ia membawa orang yang rajin jihad di jalan Allah di atas untanya. Sesungguhnya keluargaku yang sulit aku terima kalau mereka sampai tidak berangkat bersamaku ialah kaum Muhajirin dari Quraisy, kaum Anshar, kabilah Ghifar, dan kabilah Aslam’.”

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber:

Tahdzibu Sirah Ibnu Hisyam, Abdus Salam Harun, ei, hal. 355-360

 

Catatan:

[1] Nama sebuah tempat dekat dengan Tabuk, terletak antara Tabuk dan lembah Al-Qura.

[2] Syabakah Syadkh, salah satu kampung Bani Ghifar dan Aslam di Hijaz