Perhatian dan Pengorbanan Para Pecinta Sejati

Saudaraku seiman, telah maklum adanya bahwa bagian dari tanda cinta sejati seseorang adalah adanya “perhatian dan pengorbanan diri” demi yang dicintainya. Maka, seorang pecinta sejati berani berkorban untuk yang dicintainya dan memiliki perhatian yang tinggi kepadanya. Apa pendapat Anda bila Anda mendengar seorang mengaku bahwa dirinya mencitai Anda, namun ia tak mempunyai bukti yang cukup untuk menunjukkan  kecintaannya kepada Anda ? memperhatikan Anda  tidak, apalagi berkorban, baik dengan tenaga, pikiran, harta, waktu dll  demi Anda. Sungguh, dakwaan kecintaannya seperti ini patut dipertanyakan. Bahkan, boleh jadi dinilai sebagai dakwaan yang dusta. Lain halnya bila dakwaan cintanya dibuktikan dengan bukti yang nyata seperti misalnya ia memperhatikan Anda dan berani berkorban demi Anda dengan berbagai bentuknya, maka ini bagian dari tanda kebenaran dakwaan cintanya.  Inilah yang telah dibuktikan dan diteladankan oleh para pencinta sejati dari kalangan generasi terbaik ummat ini terhadap Nabi. Bagaimanakah gambaran perhatian dan pengorbanan mereka demi kecintaan mereka kepada Nabi ? inilah yang ingin penulis nukilkan kepada Anda. Harapannya, mudah-mudahan hal ini dapat menjadi barometer dan bahan evaluasi diri kita masing-masing, sudah sejauh manakah kecintaan kita kepada Nabi ? dan pada saat yang sama diharapkan pula hal ini akan semakin memotivasi kita untuk meningkatkan kecintaan kita kepadanya.

 

Abu Bakar Menangis Karena Mengkhawatirkan Keselamatan Kekasihnya 

Abu Bakar adalah contoh pecinta Nabi sejati. Banyak contoh bukti atas kejujuran dan kebenaran cintanya ini, salah satunya adalah apa yang diriwayatkan Imam Ahmad dari al-Bara bin Azib, berikut ini.  Al-Bara bin Azib berkata, Abu Bakar berkata,  …. Lalu kami berangkat dan orang-orang mengejar kami. Tidak ada seorang pun yang dapat menyusul kami kecuali Suraqah bin Malik bin Ju’sum dengan mengendarai seekor kuda miliknya. Maka saya berkata, Wahai Rasulullah, orang yang mengejar kita telah menyusul kita. Maka beliau bersabda, Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita(at-Taubah : 40). Hingga ketika Suraqah telah (benar-benar) mendekati kami dan jarak kami dengannya kira-kira satu atau dua atau tiga tombak, aku berkata, “ wahai Rasulullah, orang yang mengejar kita telah menyusul kita, dan akupun menangis. Maka beliau bertanya, Kenapa kamu menangis ? saya menjawab, demi Allah, saya menangis bukan karena mengkhawatirkan keselamatan diriku akan tetapi saya mengkhawatirkan keselamatan Anda. Abu Bakar berkata, ‘Maka Rasulullah mendoakan keburukan atas Suraqah dengan mengucapkan, “ Ya Allah, lindungilah kami dari keburukannya dengan apa yang Engkau kehendaki.’ Maka tiba-tiba kaki kuda Suraqah terperosok ke dalam tanah yang keras hingga perut kudanya menyentuh tanah (al-Musnad, no.3, 1/155,  dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir, dalam Hamisy al-Musnad, 1/154)

 

Abu Thalhah Mengorbankan Lehernya Demi Kekasihnya

Abu Thalhah adalah contoh lainnya seorang pecinta Nabi sejati. Ia siap mengorbankan jiwanya demi yang dicintainya.

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik, beliau berkata, “ pada perang Uhud, sekelompok pasukan Islam terdesak dan meninggalkan Nabi dan ketika itu Abu Thalhah berdiri di depan Nabi melindungi beliau dengan sebuah tameng kulit miliknya. Kata Anas melanjutkan “ Abu Thalhah termasuk orang yang ahli dan kuat memanah hingga sempat mematahkan dua atau tiga busur panah. Kata Anas meneruskan, “ Lalu seseorang lewat membawa tempat anak panah. Maka beliau bersabda, “ Buka tempat anak panah itu untuk Abu Thalhah. Sementara itu nabi melongok dari atas untuk melihat pasukan musuh, maka Abu Thalhah berkata, ‘wahai Rasulullah janganlah engkau memperlihatkan diri agar tidak terkena anak panah musuh, biarkan leherku yang menjadi tameng bagi leher Anda (HR. al-Bukhari, no. 4064 dan Muslim, no. 1811)

Allahu akbar ! Apa yang dilakukan oleh orang yang jujur dalam cintanya ini ? apa yang dia angankan dan apa gerangan yang dicita-citakannya ?

Imam al-Allamah al-Aini dalam menjelaskan ucapan Abu Thalhah, “ Biarlah leherku yang menjadi tameng bagi leher anda”, “ Yakni, inilah leherku berada di depan leher Anda dan saya berdiri di depan Anda agar panah musuh hanya mengenaiku dan tidak mengenai leher Anda (Umdatul Qari, 16/274)

 

Abu Dujanah Menjadikan Dirinya Sebagai Perisai bagi Rasulullah dari Serangan Musuh

Abu Dujanah juga tak kalah kejujuran cintanya kepada Nabi seperti halnya Abu Thalhah yang mempertaruhkan nyawanya demi yang dicintainya.

Imam Ibnu Ishaq telah meriwayatkan kepada kita tentang Abu Dujanah ini yang menjadi bukti kejujuran dalam mencintai Nabi yang mulia, di mana ia berkata, “ Abu Dujanah menjadikan dirinya sebagai perisai untuk melindungi Rasulullah sehingga panah-panah musuh menancap di punggungnya, sementara Abu Dujanah merangkul beliau hingga banyak anak-anak panah yang menacap di tubuhnya (Sirah an-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, 3/30)

Dalam suatu riwayat lain disebutkan, “ sementara itu Abu Dujanah sama sekali tidak bergeming (Jawami’ as-Sirah, Ibnu Hazm, hal.162)

Allahu akbar ! apa yang membuat Abu Dujanah rela menjadi perisai untuk melindungi badan Rasulullah hingga dia merangkul Nabi dan bersabar terhadap tusukan-tusukan panah-panah yang menghujam di pungggungnya serta tidak bergeming sama sekali ? itu adalah rasa cinta yang jujur kepada kekasih yang mulia dan terpilih Nabi, dan itu adalah pengorbanan dan kesetiaan yang utuh kepada beliau hingga rela menyerahkan nyawa untuk menyelamatkan jiwa sang kekasih

 

Perhatian Sa’ad bin Rabi’ Terhadap Keselamatan Kekasihnya Walau Menjelang Ajalnya

Sa’ad bin Rabi’ adalah contoh lainnya di antara sekian banyak orang yang memiliki kejujuran dalam cintanya kepada kekasihnya Muhammad, di mana perhatiaannya cukup menjadi buktinya. Menjelang ajalnya hampir tiba, dimana tidak ada lagi hubungan yang tersisa antara dirinya dengan dunia ini dengan segala isinya, baik keluarga, harta maupun kenikmatan, kecuali hanya beberapa saat lagi, tetapi apa yang dia pikirkan ? dan apa yang menyibukkan pikirannya ketika itu ?  bacalah dengan seksama penuturan Zaid bin Tsabit berikut ini,  “Pada waktu perang Uhud, Rasulullah mengutusku untuk mencari Sa’ad bin Rabi’. Beliau bersabda kepadaku, jika kamu bertemu dengannya maka sampaikanlah salam dariku untuknya dan katakan kepadanya, ‘Rasulullah menanyakan tentang keadaan dirimu. Dia (Zaid bin Tsabit) berkata, ‘maka saya berkeliling di antara orang-orang yang gugur lalu saya menemukannya(yakni, Sa’ad bin Rabi’) pada akhir saat-saat ajal menjemputnya. Di sekitar tubuhnya terdapat tujuh puluh luka, pukulan, baik tusukan tombak, ataupun sabetan pedang, serta hujaman anak panah. Saya berkata kepadanya, ‘Wahai Sa’ad, sesungguhnya Rasulullah r mengucapkan salam kepadamu dan mananyakan, “ bagaimana keadaanmu ? Dia menjawab, ‘salam sejahtera untuk Rasulullah dan untuk dirimu, dan katakanlah kepada beliau, “ saya mendapatkan aroma Surga dan sampaikan kepada kaumku dari Anshar bahwa tidak ada alasan bagi kalian di hadapan Allah untuk membiarkan rasulNya (diperlakukan buruk oleh musuh) sementara kalian masih mampu mengedipkan mata.’ Zaid bin Tsabit berkata, Lalu dia pun menghembuskan nafas terakhir. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya (HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak ‘ala Ash Shahihain, 3/201)

Subhanallah, sungguh ini adalah perhatian yang sangat luar biasa dari seorang  sahabat yang mulia Sa’ad bin Rabi’, sampai di ujung-ujung kehidupannya di dunia saja, pikirannya masih disibukkan dengan nasib kekasihnya. Perhatian utamanya adalah keselamatan kekasihnya dan kekasih Tuhan Alam semesta, Nabi, sehingga wasiat yang dia pesankan untuk kaumnya pada saat itu adalah agar mengorbankan jiwa demi membela dan menjaga keselamatan kekasihnya yang mulia Muhammad.

Saudaraku, pembaca yang budiman, demikianlah empat contoh gambaran perhatian dan pengorbanan para pecinta Nabi yang sejati. Sahabat Abu Bakar yang sangat mengkhawatirkan keselamatan kekasihnya, begitu pula halnya dengan sahabat Sa’ad bin Rabi’. Tak kalah dari itu adalah kerelaan Abu Thalhah dan Abu Dujanah mempertaruhkan nyawanya demi terselamatkan jiwa kekasihnya dari marabahaya yang mengincarnya.

Saudaraku, telah sejak lama kekasih kita Muhammad meninggalkan kita, meski begitu sunnah-sunnahnya, syariat Allah yang menjadi ajarannya tetap bercahaya sepanjang masa, selagi hari kiamat belum tiba. Maka, sungguh bagian dari bentuk kejujuran cinta kita padanya adalah “mencintai sunnahnya, memperhatikannya dan berkorban demi sunnahnya “. Sungguh hal ini harus tetap menjadi bagian yang terus melekat dalam hati kita dan tercermin dalam zhahir kita. Karena hal ini merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari keimanan kita kepadanya. Rasulullah bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

 Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada ayahnya, anaknya dan manusia semuanya (Muttafaq ‘Alaihi)

Perhatian dan pengorbanan kita demi beliau dan sunnahnya, tidaklah mungkin mengungguli perhatian dan pengorbanan mereka para pecinta sejati. Alih-alih mengungguli, samapun tidak mungkin. Meski demikian, seorang pecinta hendaknya berupaya turus meningkatkan perhatian dan pengorbanannya demi yang dicintainya. Oleh karena itu, tingkatlah perhatian Anda terhadap sunnah-sunnahnya dalam kehidupan Anda sehari-hari, sekalipun dalam hal yang sederhana seperti dalam urusan membuang kotoran, makan-minum, tidur dll. Lakukanlah kesemuanya itu dengan mengikuti sunnahnya.

Tingkatkan pengorbanan Anda demi yang Anda cintai itu, Muhammad,  dengan banyak meluangkan waktu untuk mengkaji sunnah-sunnahnya dengan menghadiri majlis ilmu, membaca dll. Tingkatkan pula pengorbanan Anda dengan menyisihkan sebagian harta Anda untuk membeli buku atau sarana yang mengajarkan sunnahnya, ambillah bagian dalam proyek dakwah  penyebaran sunnahnya dengan menjadi donatur baik secara rutin maupun insidental baik dengan tanaga Anda ataupun dengan harta Anda semampu Anda tentu saja. Tingkatkanlah pula pengorbanan Anda dengan upaya keras menundukkan hawa nafsu sehingga condong kepada sunnahnya dan membenci yang menyelisihinya, cemburu bila mana kehormatan diri beliau dan keluarganya diusik, atau sunnah-sunnah atau ajarannya dilecehkan.   Dan lain sebagainya.

Yakinlah, sebesar apa pun upaya kita untuk meningkatkan perhatian dan pengorbanan kita demi kekasih kita Muhammad  tak akan sia-sia di hadapan Allah. Allah akan memberikan balasan yang lebih baik kepada kita daripada apa yang telah kita upayakan.

Wallahu a’lam (Redaksi)

 

Referensi :

  1. Hubbu an-Nabiy Wa ‘Alaamaatuhu, Dr. Fadhl Ilahi
  2. Wasa-il Ad Difa’ ‘An Rasulillah, Dr. Musfir ad-Daminy, dll.