Sesungguhnya termasuk perkara yang hendaknya diperhatikan dan dilazimi oleh orang-orang yang berpuasa adalah menjaga puasa mereka dari hal-hal yang akan mengurangi nilainya dan akan menghilangkan pahalanya.

Imam Muslim di dalam shahihnya meriwayatkan bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا؛ فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

Sesungguhnya orang yang bangkrut dari kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat dengan membawa pahala salat, puasa, dan zakat, sedangkan ia datang pula dengan membawa dosa mencaci orang ini, menuduh orang ini, memakan harta orang ini (dengan cara yang batil), menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka, orang ini akan diambil kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada orang yang dizaliminya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sementara dosa belum terlunasi, maka dosa-dosa mereka ditimpakan kepadanya sehingga ia dilemparkan ke dalam Neraka.” [1]

Maka, meskipun orang ini mengerjakan salat, puasa dan zakat, namun sungguh ia telah kehilangan pahala amal-amal tersebut, ia telah merugi tidak dapat mengumpulkan ganjarannya disebabkan karena anggota tubuhnya melakukan tindak kezaliman dan pelanggaran, dan disebabkan apa yang diupayakan oleh lisannya berupa celaan dan tuduhan dusta, sehingga ia termasuk golongan orang-orang yang bangkrut.

Dan oleh karena itu, maka termasuk hal yang hendaknya seorang muslim mengambil faedah dari puasanya dan memanen dari ketaatannya yang agung ini adalah hendaknya ia mengetahui bahwa wajibnya berpuasa dari makan, minum dan seluruh perkara yang membatalkan puasa waktunya di bulan Ramadhan adalah dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Adapun puasa dari perkara yang diharamkan, maka waktunya adalah sepanjang hari sepanjang tahun, bahkan sepanjang umur manusia. Jadi, seorang muslim itu berpuasa di hari-hari bulan Ramadhan dari hal-hal yang dibolehkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- di selain bulan Ramadhan dan ia pun berpuasa dari hal-hal yang diharamkan-Nya. Dan, ia pun berpuasa dari perkara haram sepanjang hidupnya. Hal itu karena shaum (puasa) secara bahasa adalah imsak dan imtina’ (menahan dan mencegah diri). Maka, menahan dan mencegah mata, lisan, telinga, tangan, kaki dan kemaluan dari sesuatu yang dilarang berupa perkara haram, itulah puasa dari sisi bahasa, dan hal itu wajib atas seorang insan semasa waktu hidupnya dan sepanjang umurnya.

Dan, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- itu ketika mengaruniakan kepada para hamba-Nya berupa kenikmatan-kenikmatan nan agung ini –mata, lisan, telinga, tangan, kaki, kemaluan dan yang lainnya-Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mewajibkan mereka agar menggunakannya dalam hal-hal yang diridai-Nya dan mengharamkan atas mereka menggunakannya dalam hal-hal yang dimurkai-Nya. Dan, termasuk kesempurnaan bersyukur kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- atas nikmat-nikmat ini adalah menggunakannya dalam hal-hal yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- perintahkan untuk menggunakannya dan menahannya dari hal-hal yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-haramkan, dan menahannya dari terjatuh ke dalam kemaksiatan terhadap Zat yang telah mengaruniakan kenikmatan-kenikmatan tersebut, yaitu, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Maka, mata-misalnya-disyariatkan untuk digunakan memandang apa-apa yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- perbolehkan dan dilarang menggunakannya untuk memandang kepada hal-hal yang haram, seperti memandang kepada wanita-wanita asing (wanita-wanita yang bukan mahram), atau memandang kepada hal-hal yang disebarkan oleh banyak channel-channel, situs-situs dan layar kaca berupa adegan-adegan porno dan film-film tidak senonoh serta pemandangan-pemandangan yang menjijikkan, dan lain sebagainya. Pencegahan mata dari memandang hal-hal tersebut merupakan puasa darinya, dan hukumnya terus berlaku dan tidak berhenti.

Telinga, disyariatkan untuk digunakan untuk mendengarkan apa yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-perintahkan dan hal-hal yang diperbolehkan. Dan diharamkan untuk digunakan dalam hal-hal yang tidak diperbolehkan mendengarkannya berupa hal-hal yang melalaikan dan hal-hal yang tidak berguna, atau nyanyian, atau kedustaan, atau gunjingan, atau hal yang lainnya yang diharamkan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Pencegahan telinga dari mendengarkan hal-hal tersebut merupakan puasa bagi telinga, dan hukumnya terus berlaku dan tidak berhenti.

Tangan, disyariatkan untuk digunakan dalam hal-hal yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- perintahkan dan untuk melakukan hal-hal yang diperbolehkan, dan dilarang untuk digunakan dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Pencegahan tangan dari hal-hal yang diharamkan tersebut merupakan puasa bagi tangan, dan hukumnya terus berlaku dan tidak berhenti.

Demikian pula halnya kemaluan, disyariatkan untuk digunakan dalam hal yang dihalalkan. Dilarang digunakan dalam hal yang diharamkan, seperti zina, liwath (homoseksual) dan lainnya. Pencegahan kemaluan dari melakukan hal-hal yang diharamkan tersebut merupakan puasa bagi kemaluan, dan hukumnya terus berlaku dan tidak berhenti.

Sungguh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah menjanjikan kepada orang yang mensyukuri kenikmatan-kenikmatan nan agung ini dan menggunakannya dalam hal-hal yang diridai-Nya bahwa ia akan mendapatkan pahala yang berlimpah dan ganjaran yang besar, serta kebaikan yang banyak di dunia dan di akhirat. Dan Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- pun telah mengancam orang yang tidak menjaga nikmat-nikmat tersebut dan tidak pula perhatian terhadap hikmah dari penciptaan nikmat-nikmat tersebut, ia pun tidak ingin menggunakan nikmat-nikmat tersebut semestinya, bahkan ia membiarkannya digunakan dalam hal-hal yang dimurkai Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan dibenci-Nya, niscaya ia bakal mendapatkan azab dan hukuman-Nya. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga mengabarkan bahwa anggota tubuh ini bakal dimintai pertanggungjawabannya atas penggunaannya pada hari Kiamat kelak, pertanggungjawaban tersebut akan diminta dari pemiliknya.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

{وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا}

Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (al-Isra: 36)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

{الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

Pada hari ini Kami membungkam mulut mereka. Tangan merekalah yang berkata kepada Kami dan kaki merekalah yang akan bersaksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Yasin: 65)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

{وَيَوْمَ يُحْشَرُ أَعْدَاءُ اللَّهِ إِلَى النَّارِ فَهُمْ يُوزَعُونَ . حَتَّى إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ . وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

(Ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah digiring ke neraka, lalu mereka dipisah-pisahkan. Ketika mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap apa yang telah mereka lakukan.

Mereka berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” (Kulit) mereka menjawab, “Allah yang menjadikan segala sesuatu dapat berbicara telah menjadikan kami dapat berbicara. Dialah yang menciptakan kamu pertama kali dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.” (Fushilat : 19-21)

Di dalam hadis disebutkan bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– memberikan wasiat kepada Muadz bin Jabal -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- agar menjaga lisannya, lalu Muadz mengatakan kepada beliau  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  ,

يَا نَبِيَّ اللَّهِ ! وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ؟

“Wahai Nabi Allah! Apakah kami bakal dihukum karena apa yang kami katakan ?

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– pun mengatakan (kepada Muadz),

ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ

“Celaka ibumu, wahai Muadz! Bukankah manusia bakal diseret ke dalam Neraka di atas wajah-wajah mereka atau di atas hidung-hidung mereka melainkan karena ulah lisan-lisan mereka?” [2]

Dan, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– juga pernah bersabda,

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

“Barang siapa yang dapat menjamin untukku apa yang ada di antara kedua janggutnya (yakni, lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (yakni, kemaluan) niscaya aku jaminkan baginya Surga” [3]

Dan at-Tirmidzi meriwayatkannya dan menghasankannya dari hadis Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, lafazhnya,

مَنْ وَقَاهُ اللَّهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَشَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barang siapa dirinya dilindungi oleh Allah dari keburukan apa yang ada di antara dua janggutnya dan dari keburukan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya ia masuk Surga”[4]

Di dalam ash-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim) disebutkan dari hadis Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata baik atau diam” [5]

Di dalam ash-Shahihain juga dari hadis Abu Musa al-Asy’ari -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, mereka (para sahabat) bertanya (kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-) , ’Wahai Rasulullah! orang Islam yang bagaimana yang paling utama? Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pun menjawab,

 مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Siapa yang orang-orang Islam lainnya selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya [6]

Maka, nash-nash ini dan apa yang datang semakna dengannya sungguh telah menunjukan bahwa wajib atas seorang hamba untuk memelihara dan menjaga lisannya, kemaluannya, pendengarannya, penglihatannya, tangannya dan kakinya dari sesuatu yang haram, di mana hal itu merupakan puasa dari sisi bahasa, dan bahwa puasa ini tidak khusus pada waktu tertentu saja, bahkan wajib dilakukan terus menerus hingga kematian tiba. Hal itu dilakukan sebagai sebuah bentuk ketaatan kepada Allah -عَزَّوَجَلَّ- agar seseorang berhasil mendapatkan keridaan Allah -عَزَّوَجَلَّ-, pahala-Nya, dan selamat dari kemurkaan-Nya dan hukuman-Nya; maka apabila seorang muslim tahu bahwasanya di bulan Ramadhan ia harus meninggalkan perkara yang dihalalkan oleh Allah -عَزَّوَجَلَّ- baginya karena Allah -عَزَّوَجَلَّ- mengharamkan hal itu terhadap dirinya di hari-hari bulan Ramadhan, maka hendaknya pula ia tahu bahwa Allah -عَزَّوَجَلَّ- telah mengharamkan terhadap dirinya perkara-perkara haram selama hidupnya dan sepanjang umurnya.

Atas dasar itu, maka seorang muslim haruslah mencegah dirinya dari hal-hal yang diharamkan dan menjauhkan dirinya darinya selamanya karena takut terhadap siksa Allah -عَزَّوَجَلَّ- yang telah disiapkan-Nya bagi orang yang menyelisihi perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang dilarang-Nya. Hendaknya pula ia menjaga dirinya agar tetap berada di atas keadaan tersebut sampai Allah -عَزَّوَجَلَّ- mematikannya, karena sesungguhnya ia akan ‘berbuka’ setelah ‘puasanya’ ini dengan apa yang telah dipersiapkan oleh Allah -عَزَّوَجَلَّ- bagi orang yang menaati-Nya yaitu berupa kesenangan yang kekal dan karunia yang besar yang tidak pernah terlintas dalam pikiran dan tidak dapat diuraikan secara menyeluruh dengan ungkapan kata-kata.

Dan barang siapa dapat menjaga lisannya dari kata-kata keji dan perkataan dusta, dapat menjaga kemaluannya dari hal-hal yang Allah -عَزَّوَجَلَّ- haramkan atas dirinya, dapat menjaga tangannya dari hal-hal yang tidak diperbolehkan untuk dilakukannya, dapat menjaga kakinya dari berjalan kecuali dalam hal-hal yang diridai-Nya, dapat menjaga pendengarannya dari mendengarkan sesuatu yang diharamkan untuk didengarkannya, dapat menjaga penglihatannya dari apa-apa yang Allah -عَزَّوَجَلَّ- haramkan untuk dilihatnya, dan ia menggunakan anggota badan ini untuk menaati Allah -عَزَّوَجَلَّ- dan perkara-perkara yang dibolehkan baginya, dan ia pun terus menjaganya, niscaya hal pertama yang akan dijumpainya karena hal tersebut adalah apa yang dijelaskan oleh Rasulullah -صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-termasuk hal yang akan dialami seorang mukmin ketika berpindah dari negeri dunia ini ke negeri akhirat, di mana pada akhir saat-saat hidupnya di dunia ini ia akan didatangi para malaikat di mana wajah-wajah mereka laksana matahari, mereka membawa serta kafan dari Surga dan hanuth dari Surga. Malaikat maut mendahului malaikat yang lainnya, lalu mengatakan,

أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ

“Wahai jiwa yang baik! Keluarlah kamu menuju ampunan dari Allah dan keridhaan(Nya)”

Maka, jiwa yang baik itu pun keluar mengalir seperti tetesan-tetesan air mengalir dari mulut kantong air. Lalu, malaikat maut pun mengambilnya. Jika telah mengambilnya, malaikat maut tak akan membiarkannya di tangannya sekejap mata pun juga hingga mereka (para malaikat yang lainnya) mengambilnya, lalu mereka meletakannya pada kafan itu dan pada hanuth itu, dan keluarlah dari jiwa itu seperti tiupan misik yang paling harum yang didapati di atas muka bumi.

Nabi -صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, “Lalu mereka membawa jiwa itu naik. Tidaklah mereka melewati satu malaikat pun dari kalangan para malaikat, melainkan mereka mengatakan ‘ruh baik siapakah ini?!’ mereka (para malaikat yang membawa ruh tersebut) pun mengatakan, ‘Fulan bin Fulan’ dengan sebaik-baik nama yang mereka menamai orang tersebut di dunia hingga mereka sampai membawanya ke langit dunia.

Lalu, mereka meminta agar dibukakan untuknya. Maka, dibukakanlah bagi mereka. Lalu, para malaikat yang didekatkan kepada ruh tersebut mengantarkannya dari setiap langit ke langit yang berikutnya sampai berakhir di langit yang ke tujuh.

Lalu, Allah -عَزَّوَجَلَّ- berfirman,

اكْتُبُوا كِتَابَ عَبْدِي فِي عِلِّيِّينَ وَأَعِيدُوهُ إِلَى الْأَرْضِ فَإِنِّي مِنْهَا خَلَقْتُهُمْ وَفِيهَا أُعِيدُهُمْ وَمِنْهَا أُخْرِجُهُمْ تَارَةً أُخْرَى

Tulislah catatan hamba-Ku di ‘Illiyyin dan kembalikanlah ia ke bumi, karena sesungguhnya darinya Aku telah menciptakan mereka dan padanya Aku kembalikan mereka dan darinya pula Aku akan mengeluarkan mereka pada waktu yang lain.

“Nabi -صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Maka ruhnya dikembalikan ke dalam jasadnya, lalu dua malaikat mendatanginya lalu kedua malaikat itu mendudukannya, lalu kedua malaikat itu mengatakan padanya ‘siapakah Rabb-mu?’ Orang itu pun mengatakan ‘Rabb-ku adalah Allah.’ Lalu dua malaikat itu mengatakan lagi kepada orang itu ‘apa agamamu?’ Orang itu pun mengatakan ‘agamaku Islam.’ Lalu kedua malaikat itu mengatakan lagi kepadanya ‘ Siapakah laki-laki ini yang diutus pada kalian? Orang itu pun mengatakan ‘Dia adalah Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.’ Lalu, kedua malaikat itu berkata lagi kepadanya ‘apa ilmumu?’ Orang itu pun mengatakan ‘Aku telah membaca kitab Allah, lalu aku mengimaninya dan membenarkannya.’ Lalu penyeru di langit berseru ‘Hamba-Ku benar, maka hamparkanlah ranjang dari Surga untuknya, pakaikanlah kepadanya pakaian dari Surga, dan bukakanlah pintu untuknya ke Surga.’

Nabi -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. bersabda, ‘Maka didatangkan untuknya angin sepoi-sepoi dari surga dan bau harumnya, serta dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang.’

Nabi -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. bersabda, ‘Dan seorang lelaki yang rupawan wajahnya, bagus pakaiannya, dan harum baunya mendatanginya, lalu mengatakan (kepadanya), ‘Bergembiralah dengan sesuatu yang akan menyenangkan dirimu, inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu.’ Maka, berkatalah ia kepada laki-laki yang mendatanginya tersebut ‘siapakah kamu ?! Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa kebaikan.’ Maka, laki-laki itu pun mengatakan, ‘Aku adalah amal shalihmu.’ Lalu, ia pun kemudian mengatakan, ‘Wahai Tuhanku tegakkanlah Kiamat hingga aku akan kembali ke keluargaku dan hartaku.’ [7]

Inilah dia pahala orang-orang yang berpuasa dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, orang-orang yang melazimi ketaatan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, orang-orang yang menjaga perintah-perintah-Nya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari larangan-larangan-Nya.

Semoga Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menjadikan saya dan Anda sekalian termasuk golongan mereka. Dan, semoga pula Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menunjukan kita semuanya jalan yang telah ditempuh mereka.

Amin

(Redaksi)

Sumber:

Ash-Shiyam ‘An Maa Harramallah, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad-حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى.

 

Catatan:

[1] Muslim (2581)

[2] HR. Tirmidzi (2616) dan Ibnu Majah (3973), dan lafazh ini milik at-Tirmidzi

[3] HR. al-Bukhari (6474)

[4] Sunan at-Tirmidzi (2409)

[5] Muttafaq ‘Alaih ; al-Bukhari (6135), Muslim (47)

[6] Muttafaq ‘Alaih ; al-Bukhari (11), Muslim (42)

[7] HR. Imam Ahmad di dalam al-Musnad (18534)